PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Penyanyi tenar Rizky Febian akan segera menikahi penyanyi cantik Mahalini Raharja pada Rabu, 8 Mei 2024 mendatang.
Banyak pro dan kontra menjelang hari pernikahan Rizky Febian dan Mahalini, terutama soal agama yang dianut oleh keduanya.
Rizky Febian beragama Islam, sedangkan Mahalini Raharja memeluk agama Hindhu Bali.
Maka dari itu mulai banyak bahasan terkait pernikahan beda agama tersebut, terutama pandangan dari para ulama Indonesia.
Menurut pandangan Ustadz Adi Hidayat (UAH), hukum menikah beda agama sudah tercantum jelas dalam Al-Quran Surat Al Baqarah Ayat 221.
"Jangan pernah menikahi perempuan yang musyrik," kata UAH dikutip dari kanal YouTube Ceramah Pendek.
"Jadi enggak boleh laki-laki Muslim menikah dengan perempuan yang musyrik. Itu enggak boleh, dan haram hukumnya," sambungnya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Ustadz Adi Hidayat seorang Muslim laki-laki yang tetap memaksakan diri untuk menikah dengan wanita non-muslim, maka bisa disebut maksiat.
"Seseorang yang menikah, dia dalam keadaan Muslim, sudah tahu dalam keadaan Muslim, kemudian dia menikahi hal yang dilarang dalam Al-Quran, maka hukumnya maksiat," ujar UAH.
"Jadi pernikahanannya dipandang sebagai pernikahan yang maksiat," lanjutnya.
Menurut Ustadz Adi, pernikahan beda agama juga termasuk golongan zina sepanjang pelakunya belum bertobat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Hukumnya kalau diketahui maka harus dipisahkan.
"Kalau perempuan harus lebih hati-hati, bahasa Quran-nya jangan dinikahkan," katanya.
"Artinya kalau ada anak perempuan menikah dengan non-Muslim, kemudian terjadi pernikahan, bahkan bapaknya yang menikahkan misalnya, atau ridho saja, bukan cuma anaknya yang dosa, bapaknya ikut dosa. Karena beban dari perempuan itu yang menikahkan walinya. Hati-hati," sambungnya.
Dalam Islam, terdapat aturan yang jelas mengenai pernikahan antara seorang Muslim dengan non-Muslim.
Hal ini merupakan hal yang sensitif dan penting untuk diperhatikan dengan seksama.
Jika seorang anak perempuan menikah dengan non-Muslim, baik itu dengan restu dari bapaknya atau tanpa restu, maka tanggung jawab atas pernikahan tersebut bukan hanya ada pada anak perempuan tersebut, tetapi juga pada walinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an, peran walinya sangat penting dalam proses pernikahan.
Walinya bertanggung jawab atas keputusan pernikahan anaknya, oleh karena itu, jika walinya menikahkan anak perempuannya dengan non-Muslim tanpa memperhatikan aturan agama, maka mereka ikut bertanggung jawab atas pernikahan tersebut.
Pernikahan merupakan ikatan suci dalam agama Islam yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan kepatuhan terhadap ajaran agama.
Oleh karena itu, perlunya berhati-hati dan mempertimbangkan segala konsekuensi dari pernikahan tersebut.
Bukan hanya bagi anak perempuan yang menikah, namun juga bagi walinya yang memberikan izin pernikahan tersebut.
Dalam konteks ini, perlu kiranya memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada keluarga yang menjalankan praktik pernikahan antara Muslim dengan non-Muslim.
Keduanya harus menyadari bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang dilihat sepele dalam Islam. Perkawinan antara dua agama memiliki implikasi yang serius, tidak hanya dalam dunia ini tetapi juga akhirat nanti.
Sebagai umat Islam, kita diminta untuk selalu berpegang teguh pada ajaran agama dan menjalankan segala perintah-Nya dengan sungguh-sungguh.
Menikahkan anak perempuan dengan non-Muslim harus dipertimbangkan secara matang, termasuk melibatkan ulama atau tokoh agama dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini penting agar keputusan yang diambil tidak melanggar aturan agama dan tidak membawa dampak buruk bagi kedua belah pihak. (dis/pp)