Disebut Abdul Mu’ti Diusulkan Jadi Komisaris BSI, Sutardjo Tui: Jika Benar, Muhammadiyah Di-PHP

  • Bagikan

Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Sutardjo Tui

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Gonjang-ganjing dana Rp15 triliun Muhamadiyah yang bakal ditarik dari Bank Syariah Indonesia (BSI) terus ramai diperbincangkan belakangan ini.

Pasalnya, isu ini beriringan dengan izin tambang yang ditawarkan pemerintah kepada organisasi masyarakat (Ormas).

Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sutardjo Tui mengatakan, pada dasarnya pemindahan dana dari satu bank ke bank yang lain adalah sesuatu yang biasa.

"Tergantung yang punya uang. Hari ini saya di BNI, besok ke mandiri, tergantung. Apapun alasannya," ujar Sutardjo kepada fajar.co.id, Rabu (12/6/2024).

Dikatakan Sutardjo, problemnya yang berkembang di masyarakat, alasan di balik pemindahan dana besar tersebut.

"Tetapi problemnya adalah kenapa dipindahkan uangnya. Kemudian apa efeknya terhadap bank yang ditinggalkan itu," ucapnya.

Dari sisi Muhammadiyah, Sutardjo menduga ada kemungkinan karena pelayanan yang didapatkan dari BSI tidak memuaskan.

"Artinya pelayanan kurang bagus. Atau hasil usahanya tidak begitu memberikan keuntungan bagi Muhammadiyah," sebutnya.

Sutardjo mengatakan, tidak menutup kemungkinan ada kepentingan lain yang menjadi soal pada polemik tersebut.

"Tapi kan kita gak tahu apa itu yah, mungkin pembicaraan mereka dua, Muhammadiyah dan BSI sudah begini-begini hingga oke (deal), ternyata tidak jadi. Kan kecewa orang," lanjutnya.

"Atau juga Muhammadiyah berpikir jangan di satu bank, artinya dia memitigasi risiko. Kalau satu bank kurang bagus, kasihan juga. Jadi dibagi-bagi itu di bank Syariah yang lain. Sehingga risikonya dibagi-bagi," sambung Sutardjo.

Sementara dikatakan Sutardjo, jika melihat dari sisi BSI angka Rp15 triliun merupakan angka besar meskipun hanya 5 persen jika dibandingkan dengan asetnya.

"Tapi berbahaya, karena Rp15 triliun, besar angka itu. Jangan sampai ada uang nasabah yang lain disimpan di BSI kemudian oleh BSI dikreditkan ke nasabah yang lain," tukasnya.

Tambahnya, hal berbahaya lainnya jika hal ini terus menjadi perbincangan panas, kemungkinan orang lain ikut berlomba-lomba menarik uangnya dari BSI.

"Tingkat kepercayaan terhadap BSI berkurang. Belum lagi kalau ada orang-orang Muhammadiyah secara pribadi yang ikut Muhammadiyah menarik uangnya. Berbahaya itu," katanya.

Solusinya, kata Sutardjo, BSI harus membujuk kembali Muhammadiyah atau mencari pengganti.

"Atau melakukan pendekatan kembali, apa masalahnya kita berdua ini bos. Kan begitu, jadi bisa dibicarakan lagi," timpalnya.

Mengenai isu Abdul Mu'ti yang tidak jadi diangkat sebagai Komisaris BSI, Sutardjo memberikan pandangannya.

"Untuk menentukan komisaris itu kalau di perbankan melalui dua tahapan. Walaupun pemilik saham sudah setuju, tetapi kalau Otoritas Jasa Keuangan OJK belum setuju, tidak lulus," Sutardjo menuturkan.

Kembali lagi menyinggung adanya kemungkinan pembicaraan di awal, Sutardjo tidak menampik jika salah satu pihak merasa kecewa.

"Apabila benar ada permintaan orang oleh BSI ke Muhammadiyah kemudian tidak dipenuhi, berarti BSI PHP Muhammadiyah atau tidak amanah pada hal tujuan utamanya," tandasnya.

Sutardjo bilang, Muhammadiyah menyimpan dananya di BSI karena memiliki latar belakang syariah. Dalam artian bisa dipercaya.

"Muhammadiyah nyimpan dananya di BSI karena bank syariah berarti dapat dipercaya atau amanah, berbahaya kalau ada bank tidak amanah, tidak aman untuk menyimpan uang," kuncinya. (fjr/pp)

  • Bagikan