Oleh ; Nurdin (Dosen IAIN Palopo)
Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan adanya seorang istri yang berprofesi sebagai Polwan tega menghabisi suaminya yang juga merupakan anggota Polri dengan cara membakarnya hidup-hidup. Menurut pemberitaan, peristiwa itu terjadi akibat suami menggunakan gajinya untuk bermain judi online. Tentu, kejadian tersebut sangat memperihatinkan.
Bukan kali pertama muncul tindak pidana baru akibat atau dampak dari permainan judi online termasuk judi offline sudah banyak peristiwa yang mendahuluinya, bahkan kalau kita membaca berita, ada yang menggasak uang kantor tempat di mana dia bekerja sampai ratusan juta untuk sekedar menghabiskannya di perjudian online.
Fenomena judi online belakangan ini sudah sangat mengkhawatirkan sebab telah merambah ke mana-mana, tidak terkecuali oknum yang berada dalam institusi pemerintahan termasuk oknum yang duduk di parlemen, wakil rakyat.
Bahkan data terbaru dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, bahwa ada 3,2 juta warga Indonesia teridentifikasi main judi online mulai dari pelajar hingga ibu rumah tangga. Dan dari 3,2 juta orang itu, 80% di antaranya bermain di atas Rp 100.000.- (Seratus Ribu Rupiah).
Peristiwa istri membakar suaminya karena judi online, memantik reaksi dari pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendi mewacanakan akan memberikan bantuan sosial kepada mereka yang menjadi korban judi online.
Wacana yang dilontarkan oleh Menko PMK tersebut tentu tidak sunyi dari kritikan, "Bagaimana mungkin orang yang kalah judi diberikan bantuan sosial ? Bukankah mereka itu pelaku tindak pidana ? Kalau begitu, bagaimana dengan tindak pidana yang lain, pencuri beras misalnya, yang melakukan itu hanya karena benar-benar miskin ?"
Alasan Menko PMK, Muhadjir Effendy sehingga pelaku judi online diusulkan sebagai penerima Bansos sangat sederhana, "karena aktivitas ini dapat memiskinkan masyarakat" Bermain judi online ataupun offline adalah pilihan mereka dan para pemain judi menjadi miskin, itu akibat dari kesengajaan mereka.
Para pelaku judi online mengetahui dan memahami betul, bahwa belum pernah ada dalam sejarahnya bandar judi kalah dalam permainan judi dan yang senantiasa menjadi korban, menderita kekalahan adalah mereka-mereka sebagai pemain judi.
Dan juga mereka mengetahui, kalau belum pernah terdengar orang kaya raya akibat kecanduan bermain judi, yang ada hanyalah kesengsaraan. Kesengsaraan bukan hanya berdampak pada pelakunya tetapi juga pada keluarganya dan juga pada masyarakat disekitarnya.
Pandangan saya, bahwa sejatinya bukan pemberian Bansos yang diberikan kepada para pelaku perjudian itu, melainkan literasi dan edukasi agar tidak melakukannya bukan hanya kepada pelaku perjudian tetapi masyarakat pada umumnya yang belum terpapar judi online.
Pemberian Bansos kepada mereka bukan tidak mungkin akan menimbulkan masalah baru, sebab boleh jadi Bansos yang diberikan kepada mereka akan digunakan untuk kembali bermain judi. Oleh karena itu, yang mesti diberikan adalah pemahaman mengenai bahaya serta dampak yang ditimbulkan akibat permainan judi.
Saat ini pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan perjudian online. Namun demikian, Satgas itu tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan apabila tidak didukung penuh oleh elemen masyarakat.
Peran serta masyarakat menjadi sangat penting, salah satunya dengan mengindentifikasi jika sekiranya ada keluarga, kawan dekat dan atau tetangga yang ketahuan bermain judi online agar segera menghentikan kebiasaannya itu sebelum akhirnya berakibat fatal, baik pada dirinya, keluarga, dan juga pada masyarakat sekitarnya. (*)