Nampak Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim,
Kamis, 20 Juni 2024 menghadiri sekaligus mendampingi Kepala Badan Diklat Kejaksaan R.I. Tony T. Spontana pada acara Pembukaan Pelatihan Tindak Pidana di Sektor Perikanan, kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Badan Diklat Kejaksaan RI dengan United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC).
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim,
Kamis, 20 Juni 2024 menghadiri sekaligus mendampingi Kepala Badan Diklat Kejaksaan R.I. Tony T. Spontana pada acara Pembukaan Pelatihan Tindak Pidana di Sektor Perikanan, kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Badan Diklat Kejaksaan RI dengan United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC).
Kegiatan Pelatihan Tindak Pidana Sektor Perikanan tersebut dilaksanakan di Hotel Santika Makassar Jalan. Sultan Hasanuddin No.40, Maloku, Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Mrs. Arvinder Sambei (International Expert For Global Maritime Crime Programme Of UNODC), Para Pakar Internasional untuk Program Kejahatan Maritim Global yang bertugas di Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) Urusan Narkoba dan Kejahatan, Para Kepala Kejaksaan Negeri yang diundang yaitu Kajari Makassar, Kajari Gowa, dan Kajari Maros.
Dalam sambutannya (Welcome Speech) Agus Salim menyampaikan bahwa sektor perikanan memiliki peran yang sangat vital bagi perekonomian Indonesia. Selain menjadi sumber pangan bagi masyarakat, perikanan juga menyumbang devisa negara serta membuka banyak lapangan pekerjaan.
Namun demikian, sektor ini tidak luput dari ancaman berbagai tindak pidana, seperti Illegal Unreported And Unregulated Fishing (IUUF) yaitu penangkapan ikan illegal yang tidak dilaporkan dan tidak diatur, praktik perdagangan manusia, serta penyelundupan hasil laut. Kejahatan - kejahatan tersebut tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga merusak ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya alam maritim.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita, para aparat penegak hukum, untuk memiliki pemahaman dan kemampuan yang mendalam dalam menghadapi segala bentuk kejahatan di sektor ini.
Agus Salim melanjutkan bahwa pelatihan yang dimulai hari ini adalah momen penting bagi peningkatan kapasitas dan kompetensi kita dalam menangani tindak pidana di sektor perikanan.
Dengan menghadirkan para narasumber dan instruktur dari berbagai latar belakang, baik nasional maupun internasional, saya yakin kita akan mendapatkan pengetahuan yang kaya dan berguna.
Kerjasama antara Badan Diklat Kejaksaan RI dengan UNODC dalam hal ini PBB, juga merupakan langkah strategis untuk membawa praktik terbaik dan pendekatan-pendekatan baru dalam penanganan tindak pidana perikanan ke dalam sistem penegakan hukum.
''Saya mengajak para peserta untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik – baiknya, aktiflah dalam belajar dan berdiskusi, sehingga ketika pelatihan ini berakhir, kita semua dapat menerapkan ilmu dan keterampilan yang didapat dalam tugas sehari - hari untuk “menjaga dan melindungi kelestarian kekayaan laut kita”. lestarian Sumber Daya Laut Indonesia.
Pada akhir sambutannya Kajati Sulsel, Agus Salim mengatakan Jajaran Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan merasa sangat terhormat dan berterima kasih atas kepercayaan dan amanah yang telah diberikan pimpinan Kejaksaan Republik Indonesia kepada kami untuk menjadi tuan rumah kegiatan ”Pelatihan Tindak Pidana di Sektor Perikanan Kerjasama Badan Diklat Kejaksaan RI dengan United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC)” yang dilaksanakan oleh Badan Diklat Kejaksaan RI.
Kepala Badan Diklat Kejaksaan R.I. Tony T. Spontana juga memberikan sambutan, dimana pada kesempatan tersebut Toni T. Spontana mengatakan bahwa Kondisi Geografis Indonesia terdiri dari 72,5% perairan dengan luas 5,7 juta km2 dengan rincian 2,7 juta km2 zona ekonomi eksklusif (zee), 2,8 juta km2 laut nusantara, dan 2,7 km2 laut teritorial.
Berdasarkan tiga karakteristik laut menurut surut terendah dari bibir pantai tersebut, batas laut indonesia terbagi menjadi zona ekonomi eksklusif, laut teritorial dan landas kontinental.
Toni T. Spontana melanjutkan bahwa menurut data yang dikeluarkan oleh kementerian kelautan dan perikanan yang bekerjasama dengan United States Agency International Development (USAID), perairan Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar dan beragam, 6 dari 7 spesies penyu dunia, 593 spesies batu karang, 51% spesies karang dunia, 30.000 km habitat rumput laut, 76% mangrove asia tenggara, 2.057 dari 2.228 spesies ikan karang dunia, 36 spesies mamalia laut.
Semua kekayaan laut tersebut berada di teritorial laut yang sah menjadi milik Indonesia menurut berbagai aturan hukum yang berlaku. tingginya hasil laut indonesia ternyata berakibat pula pada tingginya kasus penangkapan ikan secara ilegal. Kegiatan penangkapan ikan dapat dikategorikan ilegal apabila dilakukan oleh warga negara asing atau warga negara Indonesia yang menyalahi aturan yang berlaku di perairan yang termasuk ke dalam zona ekonomi eksklusif dan laut teritorial Indonesia.
Selanjutnya Toni T. Spontana menyampaikan bahwa menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kerugian negara akibat penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di wilayah laut indonesia mencapai Rp. 101 triliun pertahunnya. kejahatan tersebut juga menjadi jalan bagi kejahatan lain seperti perdagangan manusia (human trafficking), penyelundupan obat-obatan terlarang dan perbudakan.selain dari pada kasus penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing) terdapat juga kasus-kasus unreforted dan unregulated fishing atau yang dikenal dengan IUU fishing.
Toni T. Spontana kemudian menerangkan bahwa kerugian yang dialami akibat terjadinya IUU fishing di Indonesia berdampak secara sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan. untuk mewujudkan keamanan dibidang kelautan dan perikanan, tertib serta tegaknya hukum dan menjujung tinggi hak asasi manusia maka perlu adanya upaya pencegahan dan penanggulangan iuu fishing yaitu upaya preemptif (penanggulangan), upaya preventif (pencegahan), dan upaya represif (penindakan). Masih maraknya kapal ikan asing yang mencuri ikan di perairan indonesia menjadi salah satu tantangan yang tidak ringan bagi aparat penegak hukum khususnya jaksa dalam menangani dan menyelesaikan kasus tersebut, tidak hanya memahami ketentuan yang terdapat dalam UU No. 31 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No.45 Tahun 2009 tentang perikanan, Tetapi juga harus memahami berbagai konvensi dan ketentuan internasional lainnya terkait permasalahan perikanan dan kelautan seperti United Nations Convention On the law of the Sea (UNCLOS), Agreement on port state measures, konvensi lainnya seperti United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), The United Nations conventions Against Transsnational Organized Crime (UNTOC) dan masih banyak lagi ketentuan perundang-undangan terkait lainnya.
Hal ini merupakan suatu keniscayaan bahwa dibutuhkannya Jaksa-Jaksa yang mempunyai keahlian dan keterampilan dalam menangani dan menyelesaikan kasus-kasus perikanan dan kelautan secara profesional. Badan Diklat Kejaksaan yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia khususnya jaksa tentu saja harus berkoordinasi dan mensinkronisasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan baik materi dan metode pelatihan dengan melakukan kerjasama antar instansi atau lembaga pemerintah maupun non pemerintah baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang disesuaikan dengan kebutuhan institusi dan perkembangan hukum masyarakat
Toni T.
Spontana menerangkan bahwa salah satu upaya badan diklat kejaksaan dalam rangka pengembangan kapasitas sumber daya manusia tersebut adalah bekerjasama dengan United Nations Office On Drugs and Crime yang salah satunya dengan menyelenggarakan Training On Fisheries Crime For Prosecutor (BATCH III)
Pada akhir sambutannya Toni T.
Spontana berharap bahwa “semoga dengan terselenggara training ini sehingga dapat memberikan masukan dan tambahan pengetahuan bagi para jaksa peserta pelatihan dalam bertugas di lapangan. (*/rls)