Tradisi Tolak Bala’ Suku Bajo Dalam Menjaga Kelestarian Laut

  • Bagikan
KEARIFAN LOKAL NELAYAN SUKU BAJO MENJAGA LAUT. Pemandangan udara pemukiman nelayan Suku Bajo di Pantai Ampana, Teluk Tomoni, Kabupaten Tojo Una-una, Sulteng, 11 April 2024, yang tetap menjaga kearifan lokal dalam mencari ikan dan menjaga laut untuk keberlangsungan anak cucu. IDRIS PRASETIAWAN/PALOPO POS

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID -- Masyarakat Suku Bajo di Desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo memiliki tradisi untuk menolak bala. Biasanya tradisi itu dilakukan dalam dua tahap, yaitu ritual malam dan juga pagi.

“Ritual ini merupakan salah satu keberagaman budaya yang ada di Desa Torosiaje, dan ritual malam yaitu penulisan bendera perkampungan,” ujar Kepala Desa Torosiaje, Uten Syairullah yang dimuat dari Antara.

Uten mengungkapkan bila bendera yang sebelumnya sudah rusak akan dibuat kembali. Karena itu mereka akan melakukan ritual dengan tokoh adat, tokoh agama, dan orang-orang tua kampung.

Dikagumi James Cameron, Kehidupan Suku Bajo Jadi Inspirasi Film "Avatar: The Way of Water"
Di bendera itu kata Uten, terdiri dari tulisan Alquran. Kata yang ditulis dalam bendera itu tidak boleh sembarangan dan begitupun yang menulisnya harus orang terpilih, salah satunya adalah ketua adat.

“Bendera ini ditempatkan di atas laut, di depan perkampungan dan tradisi ini dilanjutkan dengan memasangnya pada pagi hari,” ungkapnya.

Turut menjaga alam

Ritual tolak bala Suku Bajo Torosiaje merupakan kekayaan budaya Indonesia. Uniknya selain di rumah, lokasi ritual dilakukan juga di kawasan hutan mangrove. Beberapa tempat ritual, dikeramatkan oleh masyarakat.

“Tiba anca adalah bagian pengobatan untuk orang sakit yang sulit sembuh. Hutan tersebut dijadikan hutan larangan. Bisa dikatakan, ritual ini mampu menjaga hutan di Torosiaje karena masyarakat dilarang menebang mangrove,” ungkap Umar Pasandre, tokoh masyarakat Bajo di Torosiaje yang dimuat Mongabay.

Koordinator lapangan Japesda, Jalipati Tuheteru menjelaskan saat dilakukan survei keanekaragaman hayati melalui pengamatan dan pengambilan data lapangan, ada 31 jenis bakau di Torosiaje.

“Ritual tolak bala tersebut turut menjaga dan mengelola mangrove,” paparnya.

Keseimbangan alam

Hingga kini belum ada penelitian mengenai ritual tiba anca, tetapi BRIN pernah melakukan penelitian soal ritual tiba pinah. Para peneliti mengungkapkan ritual tolak bala ini diwariskan secara turun temurun.

“Tujuannya untuk keselamatan, kesejahteraan, keseimbangan manusia dengan alam dan dirinya, serta manusia dengan sesama dan pencipta,” tulisnya.

Pada studi lain yang berjudul Participation, not penalties: Community involvement and equitable governance contribute to more effective multiuse protected ares menunjukkan bagaimana peranan masyarakat adat dan lokal dalam menjaga alam.

“Penelitian ini menunjukkan, jumlah biomassa di kawasan yang dirawat berkelanjutan oleh masyarakat adat lebih besar dibandingkan dengan kawasan yang dikelola negara yang mengandalkan hukuman untuk setiap pelanggaran,” paparnya.(int)

  • Bagikan