Ada Keuntungan Materi
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO -- Polemik tentang pengadaan seragam sekolah batik di sekolah negeri masih terus bergulir. Usai Kepala Inspektorat Palopo, Subair, SH mengingatkan pihak sekolah agar tetap berada pada koridor yang benar dalam setiap mengambil kebijakan, oleh praktisi hukum Kota Palopo yang juga mantan Ketua Bawaslu Palopo, Syafruddin Djalal SH juga memberikan tanggapan.
Praktisi Hukum Palopo, Syafruddin Jalal SH, menilai biaya pembelian untuk baju batik sekolah masuk ketegori pungutan liar (pungli), tanpa dilandasi dasar hukum.
'Kalau tidak ada dasar hukumnya, lalu kita menarik biaya pembelian terhadap baju batik ini maka sudah pasti merupakan tindak pidana, Pungli," katanya, Jumat, 12 Juli 2024.
Bagi pihak sekolah yang mewajibkan membeli baju batik sekolah tersebut terutama melalui pihak sekolah sangat tidak dibenarkan. "Bukankah itu diakomodir sudah oleh dana biaya operasional siswa (BOS). Lalu ada sekolah memungut biaya untuk membeli baju batik, maka tentu melanggar. Kenapa tidak digratiskan saja," katanya.
Ia menambahkan, jika pembelian baju batik sekolah yang dilakukan sekolah kepada peserta didik diduga bentuk bisnis yang terselubung. "Sekolah menarik biaya pembelian baju batik yang kemudian dikerjakan pihak ketiga. Dan tentu itu menimbulkan keuntungan materi," katanya.
Sebelumnya Dewan Pendidikan Kota Palopo juga menyayangkan jika ada sekolah negeri yang masih melakukan pungutan pembayaran uang seragam sekolah (batik). Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Kota Palopo yang juga Direktur POLIDEWA, Dr Suaedi.
Kepada Palopo Pos, Dr Suaedi mengungkapkan, jika sekolah negeri melakukan pungutan pembayaran seragam sekolah, maka yang perlu dipertanyakan adalah apakah baju ini tidak dianggarkan dalam dana BOS? Apakah Komite Sekolah yang sepakat membuat pungutan itu? Itu yang harus diperjelas.
"Kalau sekolah negeri yang buat pungutan, maka bisa jadi melanggar aturan. Kalau sekolah swasta, bebas membuat aturan termasuk pakaian dan biayanya," kata Dr Suaedi yang juga pernah menjadi Rektor Universitas Cokroaminoto Palopo ini, Kamis 11 Juli 2024.
Lanjutnya, untuk sekolah negeri, yang boleh memungut biaya adalah Komite Sekolah, bukan dari pihak sekolah. Kalau pihak sekolah, maka itu potensi melanggar aturan.
Dr Suaedi juga menjelaskan, skema perbedaan bantuan, sumbangan, dan pungutan. Dimana bantuan adalah pemberian dalam bentuk uang/barang/jasa yang dilakukan pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya yang disepakati para pihak.
Lalu, sumbangan adalah pemberian uang/barang/jasa yang dilakukan peserta didik/orangtua siswa/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan. Sedangkan, pungutan adalah penarikan uang yang dilakukan pihak sekolah yang sifatnya wajib/mengikat serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Dilansir dari berita sebelumnya, pengadaan seragam sekolah, baju batik di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Palopo menuai sorotan dari orangtua siswa.
Bagaimana tidak, pasalnya, setiap siswa baru atau orangtua siswa yang ingin melanjutkan pendidikan di tingkat SMP harus bersedia membayar atribut atau seragam yang disediakan pihak sekolah.
Namun, yang menjadi pertanyaan bagi orangtua siswa ialah untuk seragam baju batik. Jika sebagian besar SMP di Kota Palopo mewajibkan siswa-siswi membeli baju batik, sementara ada SMP yang justru mengratiskan baju batik untuk siswanya. Seperti SMPN 10 Palopo di Kelurahan Songka yang menggratiskan baju batik bagi semua pendaftar tahun ajaran baru.
Untuk diketahui, dari beberapa data atau informasi yang diperoleh Palopo Pos, bagi siswa-siswi baru atau orangtua murid, seusai pengumuman dan dinyatakan lolos seleksi, akan diberikan kuitansi belanja atribut atau seragam dari pihak sekolah.
Isi dari kuitansi beserta nilai yang harus dibayar, diantaranya baju batik Rp120 ribu, satu pasang pakaian olahraga Rp180 ribu dan satu set atribut Rp50 ribu. Yang jika ditotalkan Rp350 ribu per siswa- siswi.(ikh-idr)