Dagang Politik Dalam Demokrasi

  • Bagikan

Oleh. : Dr. Syahiruddin Syah, M.Si
Wakil Dekan Fisip Universitas Andi Djemma Palopo.

DALAM pelaksanaan demokrasi di Indonesia, selalu menjadi perdebatan antara yang menginginkan demokrasi terbuka dengan cara jual beli suara dan yang menolak politik uang pada pemilu, baik itu pilpres, pileg sampai kepada pilkada. Ini sudah berulang kali penulis mengatakan bawa demokrasi yang kita laksanakan ini adalah demokrasi terbuka yang sangat-tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Bahkan sudah bertentangan dengan teori yang ada, bahkan demokrasilah yang membunuh hak-hak rakyat yang tidak berkeadilan. Demokrasi di Indonesia dalam prakteknya justru melanggar etika, sehingga kesemuavitu tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila sesuai amanat pendiri bangsa.

Dalam era demokrasi sekarang dihadapkan dengan dagang politik uang. Siapa yang banyak uangnya dan mampu membeli suara dan timnya juga tangguh dan jujur maka dialah pemenangnya. Mereka memasang baliho pertanda mereka banyak uang, inikan pertandingan banyak uang.
Sehingga sangat mencederai nilai-nilai Pancasila yang kita anut sebagai idiologi negara yang sejak dulu bangsa didoktrin untuk memaknai dan mengamalkannya, ternyata dalam implementasinya sangat berbanding terbalik yang tidak ketemu antara harapan bangsa Indonesia  dengan kenyataan yang sebenarnya.

Demokrasi Pancasila hanya dijadikan alat saja dalam proses demokrasi, justru kaum kapitalah yang bercokol dibalik Pancasila dianggap alat demokrasi pilihan rakyat. Inikan sangat bertentangan dengan teori demokrasi yang ada.

Indonesia sebagai negara yang under development sangat tidak tepat kalau melaksanakan demokrasi terbuka, oleh karena rakyat Indonesia masih berada dalam garis kemiskinan, utang yang menumpuk, kualitas SDM yang masih rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi kita masih berada pada level 4 %, sehingga ini tidak bisa dipaksakan untuk melaksanakan demokrasi terbuka. Ini adalah kesalahan para pemimpin kita, baik pada tingkat negara maupun pada tingkat Daerah. Juga pada legislatif yang sengaja meresponi dan mengamini semua gagasan dan konsep pemerintah terhadap regulasi, peraturan perundang-undangan yang ditawarkan (diusulkan) untuk ditetapkan.

Dalam era demokrasi ini, kaum kapitalah yang menjadi penguasa oligarkhi, dan didalam kekuasaan oligarkhi juga mempraktekkan sosialis, sehingga konsep ekonomi bangsa incremental. Ini yang terjadi kolaborasi antara konsep ekonomi kapital dan konsep ekonomi sosialisme, dan konsep ekonomi Pancasila ditinggalkan jauh. Ini sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia kedepan, karena rakyat diajar untuk hidup berketergantungan dengan pemerintah, tidak hidup secara mandiri, lapangan kerja dibatasi, sumber-sumber kekayaan daerah tidak dikelola secara proporsional oleh daerah justru memberikan kesempatan kepada investor asing untuk mengelolanya. Ini semua akibat ketidak berdayaan pemerintah mengurus rakyatnya.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kehidupan rakyatnya. Negara tidak mampu memberikan edukasi kepada rakyat, perintah tidak dapat  membimbing rakyat untuk hidup secara mandiri.
Sesungguhnya tidak ada negara yang miskin, tidak ada wilayah /daerah yang miskin, yang ada adalah pemimpin yang salah mengurus rakyatnya sehingga mereka miskin.

Sebagai pengamat dan harapan bagi rakyat agar seyogyanyalah negara (pemerintah) memberikan edukasi kepada masyarakat dan mencarikan solusi sistem demokrasi yang tidak menggunakan praktek uang dalam pemilu, dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila. Sehingga rakyat cerdas dan berdaya secara mandiri. Selamat membaca semoga bermanfaat. (***)

  • Bagikan