Katanya, “Hakim Brengsek”

  • Bagikan

Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)

Pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur atas dakwaan pembunuhan terhadap korban Dini Sera Afrianti, yang tidak lain adalah kekasihnya.

Penuntut umum Kejari Surabaya, menuntut hukuman 12 tahun penjara terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tunnar. Setelah menjalani persidangan, majelis hakim yang diketuai oleh Erintua Damanik berpendapat dan menyatakan terdakwa tidak bersalah atas kasus yang didakwakan kepadanya.

Media mulai menyorot atas vonis bebas terdakwa, sebab kematian Dini Sera Afrianti terbilang sadis dengan luka-luka di sekujur tubuhnya, bahkan kata pengacaranya, korban dilindas mobil hingga akhirnya meninggal dunia.

Publik pun ramai-ramai mencaci maki hakim pengadilan karena memvonis bebas terdakwa. Oleh karena keinginan sebagian besar masyarakat harus divonis bersalah. Mereka lupa kalau selain vonis pemidanaan, juga ada vonis bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum (vide pasal 191 KUHAP).

Mirisnya lagi, sebab yang mencaci maki hakim sebagian di antaranya berlatar belakang pendidikan ilmu hukum. Seperti misalnya, yang terjadi pada hari Senin (29 Juli 2024) saat keluarga korban mendatangi gedung DPR RI di Senayan untuk mengikuti audensi. Usai keluarga dan pengacara korban memaparkan apa yang terjadi, sejumlah anggota Komisi 3 DPR RI (yang notabene pembuat UU) spontan menyampaikan umpatan yang ditujukan kepada hakim, katanya "Hakim brengsek".

Untungnya, umpatan "Hakim brengsek" di kalangan pembuat UU itu diungkapkan di dalam gedung Senayan, dan sedang dalam menjalankan tugasnya (berkaitan tugasnya) sebagai Wakil rakyat. Jika sekiranya tidak, maka itu adalah bentuk penghinaan.

Itu kalau kita berbicara hukum dalam konteks UU, tetapi bagaimana dengan etika ? Tentu berbeda halnya, sebab ketika berbicara etika maka umpatan seperti itu adalah tidak pantas apalagi dilontarkan oleh mereka yang berpendidikan secara formal.

Bahwa, pelajaran dasar pada fakultas hukum di perguruan tinggi, mahasiswa diajarkan jika terpenuhi dua alat bukti yang sah tetapi hakim tidak yakin dengan kesalahan terdakwa, maka terdakwa pasti dibebaskan, demikian sebaliknya.

Hakim pengadilan memvonis seorang terdakwa pertanggungjawabannya kepada Tuhan, itulah makanya irah-irah dalam sebuah putusan "Demi Keadilan berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa’, Bismar Siregar, mengatakan bahwa irah-irah itu jangan dianggap remeh sebab itu adalah roh dari sebuah putusan.

Ketika majelis hakim pengadilan memvonis bebas terdakwa, bukan dicaci maki tetapi ada upaya atau langkah hukum yang dapat ditempuh seperti misalnya, kasasi, kemudian Peninjauan Kembali (PK). Putusan Pengadilan Negeri (PN) dianggap tidak ada apabila penuntut umum melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Mereka mengetahui, bahwa ada upaya hukum yang dapat ditempuh juga mengumpat hakim adalah hal yang tidak etis atau tidak pantas, tetapi terkadang itu dilakukan agar populer, tidak dicemooh oleh netizen, atau memilih aman ikut dengan mereka yang banyak. Padahal, yang banyak belum tentu berada di jalur yang benar, apalagi jika dilandasi dengan kebencian.

Ada juga netizen curiga, katanya "Jangan-jangan hakimnya disuap" yang mengatakan itu, dapat dipastikan bercermin pada dirinya selalu melakukan hal yang dituduhkan sebab dalam ilmu kejahatan ada ungkapan, bahwa "Kalau kita berpersepsi terhadap sesuatu, itu merefleksikan cerminan diri kita"

Untuk itu, lebih bijak kiranya masyarakat menunggu proses hukum lebih lanjut (putusan kasasi) tidak dengan mengumpat atau mencaci maki hakim, sebab putusan itu harus dianggap benar sampai adanya putusan hakim pengadilan yang lebih tinggi membatalkannya. Res Judicate Pro Veritate Habetur, demikian bunyi asas hukumnya.

Terakhir, saya ingin mengutip pameo hukum klasik "lebih baik melepaskan 1000 orang bersalah daripada menahan 1 orang yang tidak bersalah" Ini menggambarkan pentingnya prinsip kehati-hatian dan keyakinan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana yang ditanganinya agar tidak salah dalam menghukum orang yang sebenarnya tidak bersalah.(*)

  • Bagikan

Exit mobile version