PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Langkah pemerintah untuk melarang penjualan rokok per batang atau secara eceran, mendapat apresiasi. Mereka menilai, dengan langkah itu, dapat mencegah pembeli anak-anak dan masyarakat miskin.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 2024 yang terkait dengan kesehatan ini merupakan turunan dari undang undang tentang kesehatan dan beberapa poin penting yang diatur di uu tersebut adalah menyangkut pengendalian masalah konsumsi tembakau atau rokok.
Salah satu poin yang diatur cukup ketat adalah masalah penjualan rokok yang tidak boleh dijual secara ketengan ataupun perbatang, dan juga tidak boleh dijual di dekat sekolah atau sistem zonasi.
Plt Ketua harian YLKI, Tulus Abadi, mejelaskan, sebenarnya Larangan penjualan ketengan ini bukan hal yang baru karena di dalam produk rokok putih itu sudah lama tidak boleh dijual secara batangan tapi harus per bungkus.
Tapi ada semacam perbedaan, rokok kretek boleh.
"Sekarang ini dengan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2024 Itu maka semua produk rokok tidak boleh dijual secara ketengan atau batangan. tujuannya apa Memang kita bisa memahami apa yang diatur oleh pemerintah dengan larangan tersebut," katanya, Rabu, 31 Juli 2024.
Dia menejelaskan, pertama bahwa Larangan penjualan ketengan itu untuk melindungi para perokok baru khususnya anak anak dan remaja agar tidak terlalu mudah membeli dan akses produk rokok.
Karena tingkat prevalensi merokok pada anak dibawah umur di indonesia saat ini sudah sangat tinggi mencapai 9,1% ini terjadi peningkatan yang signifikan dari tadinya 8,5% dan kalau tanpa pengendalian tanpa batasan Itu akan terjadi lonjakan sampai 15%.
"Salah satunya maka larangan itu relevan untuk diterapkan dalam konteks melindungi anak dan remaja," ucapnya.
Kemudian, lanjut Dia, aturan ini juga penting bagi Masyarakat menengah bawah atau katakanlah rumah tangga miskin, karena rumah tangga miskin di indonesia Itu pendapatannya mayoritas justru untuk membeli rokok ya nomor satu untuk beli beras Nomor dua untuk membeli rokok.
"Ini kan sangat berbahaya rumah tangga miskin yang notabene pendapatannya terbatas minim tapi malah dialokasikan untuk membeli rokok dan mengalahkan konsumsi lauk pauk seperti ayam telur atau bahkan tempe," jelasnya.
"Nah mengapa mereka konsumsi rokoknya tinggi di rumah tangga miskin karena rokok bisa dijual Dengan ketengan itu mereka karena membeli satu bungkus tidak bisa Akhirnya membeli dengan batangan, tapi akhirnya terakumulasi di dalam pola konsumsinya," lanjutnya.
Dia menegaskan, jadi larangan pembelian batangan rokok ini sebenarnya pro terhadap rumah tangga miskin untuk perlindungan mereka dari sisi ekonomi dan bahkan kesehatan.
Ini sudah di pikirkan dari jauh jauh sebelumnya agar untuk mengantisipasi keluarga miskin untuk membeli rokok.
"Karena memang keluarga miskin sudah puluhan tahun tersandera di dalam mengkonsumsi rokok yg sangat dominan dimana pendapatannya justru habis untuk membeli rokok," paparnya.
Ini paling penting agar pendapatan mereka tidak terkuras habis untuk membeli tembakau atau merusak kesehatan mereka.
"Karena di dalam data BPJS juga yang sakit justru mayoritas dari rumah tangga miskin. karena untuk orang kaya tingkat kesadaran untuk menjaga kesehatannya semakin tinggi. mereka tidak merokok," tutupnya. (dis/pp)