PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Alumni Muda Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Hadi M. Musa Said menganggap penyelenggaraan haji 1445 H/2024 M berjalan sukses. Karenanya Musa Said menilai pembentukan Pansus Haji berlebihan dan sarat polititasi.
"Saya melihat haji 2024 berjalan sukses. Makanya saya heran kenapa ada Pansus Haji. Ini tentu berlebihan dan pasti sarat politisasi," tegas Ade, sapaan akrab, Musa Said di Jakarta, Sabtu (3/8/2024).
Ada dua alasan, kata Ade, kenapa pansus dinilai sarat politisasi. Pertama, Pansus Haji sudah digulirkan bahkan sejak sebelum puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Artinya, operasional haji masih berjalan, tapi ide ini sudah digulirkan.
"Kuat aromanya Pansus Haji ini memang benar ada motif lain. Bagaimana mungkin berdalih evaluasi, sementara hajinya masih berjalan," ujar Ade Musa Said.
"Pansus Haji ini terlihat sekali sangat buru-buru. Belum juga pelaksanaan ibadah haji selesai, sudah digulirkan. Artinya, ada yang memaksakan supaya segera digulirkan dan dibentuk Pansus Haji, ada apa? Memang ini menjadi hak konstitusi DPR RI, tapi tentu ada proses yang wajar yang harus dijalankan, apalagi ini menjelang akhir periode, serta menjelang pembentukan pemerintahan baru," sambungnya.
Ade Musa Said mengingatkan anggota DPR jangan sampai dimanfaatkan segelintir kepentingan orang yang ingjn memenuhi hasrat politiknya dengan mempolitisasi haji.
"Saya sih meyakini bahwa anggota Timwas DPR yang lain sudah bisa memahami dan merasakan ada aroma kepentingan personal yang melatarbelakangi usulan Pansus Haji ini. Apalagi sekarang menjelang terbentuknya pemerintahan baru tentu nuansa politiknya jauh lebih kental ketimbang objektivitasnya dalam penilaian pelaksanaan haji tahun 2024," papar Ade Musa Said, yang juga jemaah haji tahun ini.
Musa Said setuju perlunya evaluasi penyelenggaraan haji. Namun, hal itu harus dilakukan secara objektif dan proporsional. "Jadi, bukan karena ketidaksukaan seseorang atau ada kepentingan sekelompok orang lalu mengatasnamakan rakyat," sebutnya.
Alasan kedua politisasi ini adalah haji 2024 berjalan sukses. Menurut Musa Said, pelaksanaan haji 2024 berjalan baik dan maksimal. Ada banyak indikator, antara lain pelayanan yang cepat dan terukur, baik pada aspek akomodasi, katering, maupun transportasi. Hal ini berbuah pada kepuasan jemaah haji.
"Saya melihat banyak sekali testimoni yang diungkapkan para jemaah haji se Indonesia, kepuasan dalam banyak pelayanan, penginapan hotel, katering, pelayanan bus salawat yang mengantar jemput jemaah haji dari hotel ke Masjidil Haram, full 24 jam," ujarnya.
Haji 2024, kata Musa Said, jauh lebih baik dari tahun sebelumnya. Padahal, kuota tahun ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah. "Lha, saya kan jemaah haji reguler juga tahun ini. Merasakan langsung layanan dan pelayanan yang diberikan kepada jemaah. Para petugas haji juga luar biasa melayani para jemaah, cepat, responsif, dedikatif, dan profesional," sebut Musa Said.
Ia menilai, mengurus 200 ribu lebih jemaah haji dengan beragam latar belakang, baik pendidikan, pengalaman bepergian, profesi dan lainnya, tentu bukan hal mudah. "Ini mobilitas sipil lho, bukan militer. Bisa jadi ini adalah mobilitas terbesar di dunia. Tidak sekedar memberangkatkan dan memulangkan orang," ucap Musa Said.
Selanjutnya dia menjelaskan, hotel tempat menginap jemaah haji jumlahnya ratusan, katering yang harus disiapkan juga mencapai jutaan boks, transportasi juga, termasuk penanganan kesehatan jemaah yang ada di setiap sektor termasuk KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia). "Ini tentu bukan pekerjaan mudah. Tapi, toh, semua bisa diurus dengan baik sampai akhir operasional haji," lanjut Musa Said.
"Pelayanan Armuzna (Arofah-Muzdalifah-Mina) juga lancar dan tertib. Muzdalifah yang bermasalah di tahun 2023, kini tidak terulang. Kalau tahun lalu, jemaah terakhir diberangkatkan dari Muzdalifah sudah lewat tengah hari, sekarang sekitar jam 07.30 jemaah di Muzdalifah sudah bersih, bergeser ke Mina. Suasana masih hangat, belum terik menyengat. Ini prestasi, lho," ucapnya.
Soal Mina, Musa Said mengatakan, tempatnya memang sangat terbatas. Sejak dulu, areanya hanya segitu-gitu saja, sementara setiap tahun jemaah haji selalu meningkat atau bertambah. Kepadatan di Mina itu dirasakan jemaah dari seluruh dunia, tidak hanya Indonesia. Tata kelolanya juga menjadi kewenangan Pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia. Mereka yang mempunyai otoritas untuk mengatur setiap penempatan jemaah dari berbagai negara dan seberapa luas yang boleh dipakai oleh negara tersebut.
"Teman-teman anggota dewan sudah pasti sangat memahami tentang kepadatan Mina. Setahu saya dalam 10 tahun terakhir, isu kepadatan Mina selalu muncul, kecuali pada 2022 yang kuotanya hanya 50%. Jadi kalau mau tidak padat di Mina, usulkan saja agar kuotanya 50%. Biar nanti masyarakat yang menilai," tandasnya.
Musa Said mengajak semua pihak untuk mendudukkan masalah ini secara fair dan proporsional, bukan melakukan politisasi haji. Semua harus bersama menjaga kondusivitas situasi politik nasional. Proses evaluasi, memberi saran, bahkan kritik tetap bisa dilakukan sepanjang benar-benar untuk evaluasi. "Tentu dengan cara-cara yang tidak bermuatan politis. Banyak kalangan menilai ini sebenarnya urusan pribadi yang dibawa ke ranah politik," tukasnya.(int/idr)