Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)
Imam Syafi'i dalam suatu majelis ilmu berdiskusi dengan gurunya, Imam Malik, mengenai rezeki. Imam Malik berkata bahwa "Rezeki itu datang tanpa sebab. Seseorang cukup bertawakkal dengan benar, niscaya Allah akan memberikannnya rezeki".
Diskusi kedua pendiri mazhab antara murid dan guru tersebut, masing-masing bersikukuh pada pendiriannya sebab sang murid Imam Syafi'i berpandangan lain kebalikan dari gurunya, bahwa "untuk mendapatkan rezeki dibutuhkan usaha dan kerja keras. Rezeki tidak datang sendiri, melainkan harus dicari dan didapatkan melalui sebuah usaha"
Kedua ulama besar tersebut menyandarkan pendiriannya pada sebuah hadis nabi dengan mengambil dua hukum yang berbeda namun tidak saling menyalahkan lalu membenarkan pendapatnya sendiri. Itulah indahnya Islam, saling menghormati dan berkasih sayang.
Dari diskusi panjang lebar itulah mungkin, telah dibaca dan dipahami oleh seorang tukang sate asal Madura, Haji Ramli. "Ini sate paling enak di Surabaya, susah cari lawannya, yang aneh sebab bukanya suka-suka dia, harus telepon dulu kalau mau ke sana". Kata seorang pelanggannya.
"Kenapa bukanya seperti itu ?" Dijawab oleh Haji Ramli, "Rezeki itu sudah ada yang ngatur, kenapa harus ngoyo (memaksa) ?". "Bukan ngoyo" jawab pelanggannya, "Bapak bisa kehilangan pelanggannya kalau jualan begitu !" Dijawab Haji Ramli, "Ah, kayak situ aja yang ngatur rezeki".
Pelanggan itu memberi saran sambil meyakinkan pada Haji Ramli sang tukang sate, bahwa "Sebaiknya bapak buka tiap hari, kalau bisa malam juga buka karena banyak orang suka makan sate di malam hari".
Pak Haji Ramli menghela napasnya agak dalam, "Hai anak muda, rezeki itu ada di langit bukan di bumi, Anda muslim kan ?" Tanya pak Haji sambil menatap wajah pelanggannya itu. "Suka ngaji kan ? Coba baca Qur'an ; Mencari nafkah itu siang, malam istirahat" katanya lagi meyakinkan pelanggannya.
"Saya cuma mau jualan siang, kalau malam biarlah itu rezekinya tukang sate yang jualannya malam. Dari jualan sate siang saja, saya sudah merasa cukup dan bersyukur, kenapa harus buka sampai malam ?" Pak Haji Ramli nyerocos sambil membakar sate.
"Coba lihat orang-orang yang kelihatannya kaya itu, pakai mobil mewah, rumahnya mewah. Tanya mereka, emang hidupnya enak ? Pasti lebih enak saya, karena saya gak dikejar target, gak dikejar hutang. Saya 2 minggu sekali pulang ke Madura, mancing, naik sepeda lewat persawahan lewat perkampungan, bergaul dengan orang yang menyapa dengan tulus, bukan nyapa karena ada maunya"
"Biarpun naik sepeda tapi jauh lebih enak daripada naik mobil mewah, anginnya asli gak pakai AC. Dengar kodok, jangkrik lebih nyaman di kuping daripada dengarin musik dari alat musik bikinan. Coba Anda pikir, buat apa kita ngoyo (memaksa) kerja siang-malam ?"
"Jangan-jangan muda kita kerja keras ngumpulin uang, sudah tua uangnya dipakai ngobatin penyakit kita sendiri karena terlalu kerja keras waktu muda, itu banyak terjadi kan ? Dan jangan lupa, Allah sudah menakar rezeki kita, jadi buat apa kita nguber rezeki sampai malam, rezeki gak bakal ketukar, yang kerja siang ada bagiannya, begitu juga yang kerja malam"
"Kalau kata pribahasa, waktu itu adalah uang, tapi jangan diterjemahkan setiap waktu kita gunakan untuk cari uang. Waktu itu adalah uang, artinya kita harus memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya karena waktu tidak bisa diulang. Uang bisa dicari lagi, tetapi waktu lebih berharga dari uang. Makanya, saya lebih memilih waktu daripada uang"
"Waktu saya ngobrol dengan Anda ini, jauh lebih berharga daripada saya bikin sate. Kalau saya cuman bikin sate, di mata Anda, saya hanya akan dikenang sebagai penjual sate, tapi dengan ngobrol begini, semoga saya tidak dikenang hanya sebagai tukang sate, mungkin saya bisa dikenang sebagai orang yang punya arti dalam hidup Anda sebagai pelanggan saya, kita bisa bersahabat"
"Waktu saya juga berguna buat saya, begitu juga buat Anda. Kalau Anda merasa ngobrol dengan saya ini sia-sia, jangan lupa ya, rezeki bukan ada di kantor, tetapi di langit" Begitu kata Haji Ramli sang penjual sate menutup pembicaraan dengan pelanggannya.
Dari percakapan antara penjual sate dan pelanggannya itu, paling tidak memberitahukan kepada kita bahwa oleh Allah SWT, rezeki itu diberikan-Nya bukan karena kerja keras, melainkan karena kasih sayang Allah SWT. Untuk itu, "Bertawakal lah dengan benar" kata Imam Malik.(*)