PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah terus menggenjot pendapatan. Pajak pun akan dinaikkan, atau pajak pertambahan nilai atau PPn.
Hanya saja, sejumlah barang dan jasa tidak akan terkena pajak pertambahan nilai. Meskipun, tarifnya naik menjadi 12% pada 2025, sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sejumlah barang dan jasa yang tidak terkena PPN itu di antaranya berada di sektor barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, hingga transportasi.
"Jadi kalau membayangkan oh PPN kemarin 10% ke 11%, dan di UU HPP akan menjadi 12%, barang-barang itu tidak terkena PPN. Jadi itu memproteksi," beber Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2025, dikutip Senin, 19 Agustus 2024.
Menurutnya, PPN yang dibebaskan terhadap sejumlah barang dan jasa tersebut jarang diketahui masyarakat. Namun, ia menekankan, penikmatnya banyak kelas menengah ke atas, karena kelas bawah telah mendapatkan bansos.
"Jadi banyak masyarakat yang menganggap semua barang jasa kena PPN, tapi sebenarnya UU HPP sangat menjelaskan, barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, transportasi, itu tidak kena PPN," tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, lapisan desil masyarakat yang menikmati pembebasan PPN untuk kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi itu mulai besar di desil ke 5-10 atau sampai dengan 10% rumah tangga terkaya. Nilai PPN dibebaskan yang mereka nikmati per tahun itu mencapai Rp 7,3 triliun sampai dengan Rp 31 triliun per tahun.
Sementara itu, desil 5-1 penikmatnya semakin minim karena telah terganjal oleh pemberian bansos. Desil 10% rumah tangga termiskin hanya menikmati Rp 3,3 triliun pembebasan PPN per tahun sedangkan bansos bagi mereka porsinya mencapai Rp 17,7 triliun, sedangkan desil 5 hanya Rp 14,3 triliun, dan desil 10 Rp 4,2 triliun.
"Mereka dinikmati bahkan lebih pada kelompok kelas menengah sampai atas. Jadi saya ingin menyampaikan APBN menjaga daya beli masyarakat, agar konsumsi tetap terjaga stabil," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, UU HPP tidak mengatur secara rinci barang dan jasa yang bebas PPN. Rincian barang justru di atur dalam PMK No.116/PMK.010/2017.
Berikut ini rincian barang kebutuhan pokok yang masuk dalam barang tidak kena PPN :
- Beras dan Gabah. Kategori yang masuk ialah yang berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling seluruhnya, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai.
- Kategori yang masuk ialah yang telah dikupas ataupun belum, termasuk pecah, menir, pipilan, tidak termasuk bibit.
Kategori sagu tidak kena PPN ialah empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar.
- Kriteria kedelai yang utuh dan pecah, selain benih serta berkulit.
- Garam konsumsi. Dengan kriteria garam beryodium ataupun tidak, termasuk juga garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi/kebutuhan pokok.
- Dapat berupa daging segar dari hewan ternak dengan atau tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
- Dengan kategori telur tidak diolah, telur diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
- Kriteria susu sebagai barang tidak kena PPN ialah susu perah yang telah melalui proses dipanaskan atau didinginkan serta tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
- Buah-buahan. Buah-buahan segar yang dipetik dan melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, degrading, selain dikeringkan.
- Sayur-sayuran. Kategori ini adalah sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, atau dicacah.
- Ubi-ubian. Kategori ubi segar, baik melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, diiris, dipotong, ataupun degrading.
- Bumbu-bumbuan. Kategori bumbu-bumbuan segar, dikeringkan dan tidak dihancurkan atau ditumbuk.
- Gula konsumsi. Tidak dikenakan PPN dengan kriteria gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa.
Lebih lanjut, mengenai barang dan jasa yang tidak terkena PPN disebutkan dalam Pasal 4A dan 16B UU HPP, dijabarkan sebagai berikut:
- Makanan dan minuman yang tersaji di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan sejenisnya, termasuk makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat atau tidak, makanan dan minuman yang diserahkan pada usaha catering atau jasa boga, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
- Uang, emas Batangan yang digunakan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga.
Kemudian dalam Pasal 4A ayat 3, turut dijelaskan jenis jasa yang tak terkena Pajak Pertambahan Nilai. Kelompok jasa tersebut ialah sebagai berikut:
- Jasa keagamaan
- Jasa perhotelan, yaitu jasa penyewaan kamar atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
- Jasa kesenian dan hiburan, meliputi jenis jasa yang dilakukan pekerja seni dan hiburan yang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
- Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
- Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
- Jasa boga atau katering, yaitu semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah. (*/pp/uce)