ilustrasi--
POLOPOPOS.CO.ID, PALOPO-- Kasus insentif Satgas Kelurahan dan kelebihan bayar RT/RW yang jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan di penyidik Tipikor Polres Palopo tak kunjung diketahui perkembangannya.
Kasat Reskrim Polres Palopo, AKP Sayed Ahmad Aidid yang dikonfirmasi via whatsapp terkait perkembangan penyelidikan yang dilakukan jajarannya itu, juga tidak memberikan jawaban yang jelas.
Saat diajukan pertanyaan perkembangan kasus itu, mantan Kasat Reskrim Polres Tana Toraja itu hanya mengirim link berita dengan judul "Patut Dipertanyakan Delapan Temuan BPK RI di MBD Tahun 2018".
"Mekanismenya,"tulis Sayed singkat membalas pertanyaan perkembangan kasus Satgas yang diajukan dan seolah mengarahkan untuk membaca kink berita yang dikirim, Senin, 9 September 2024.
Kasus ini telah cukup lama bergulir di Polres Palopo, khusus mengenai Satgas Kelurahan. Kurang lebih 10 bulan sejak 2023, namun sampai saat ini belum juga menunjukkan perkembangan.
Padahal, menurut salah seorang pemuda di Kota Palopo yang berlatar belakang sebagai advokat dengan tegas menyebut temuan BPK RI itu jelas pidana.
Itu disampaikan oleh Advokat Baihaki, S. H kepada Palopo Pos seusai mempelajari copian temuan BPK RI yang dikirim sebelumnya.
"Dalam data ini sudah jelas ada penyalahgunaan terhadap anggaran insentif dan hemat saya sudah merugikan negara Rp.3 Miliar lebih. Tidak bisa pejabat negara seenaknya menggunakan uang rakyat yang apalagi melanggar perundang- undangan," jelasnya.
Untuk mempertegas pandangan hukumnya mengenai temuan itu, saat diajukan pertanyaan apakah temuan itu jelas pidana?, dia (Baihaki) mengaskan bahwa temuan BPK itu jelas pidana.
"Jelas," tegas advokat yang sempat mendampingi terdakwa kasus mobil bodong DLH hingga tahap sidik.
Dilansir dari berita sebelumnya, berlarut- larutnya penanganan dugaan kerugian negara pembayaran insentif RT/RW Tahun Anggaran 2023 di Polres Palopo, menimbulkan polemik berkepanjangan. Masyarakat saling menyalahkan karena tidak adanya kejelasan secara hukum.
Karenanya, Yertin Ratu sebagai aktivis anti korupsi meminta Aparat Penegak Hukum (APH) secepatnya menuntaskan dugaan korupsi senilai Rp3,3 miliar.
''Stoplah mengatakan temuan BPK tentang kelebihan bayar ini hoax. Karena jika ini terus menerus dilakukan oleh para birokrat hingga tingkat Lurah, maka patut diduga ini permufakatan jahat dan pembohongan kepada masyarakat utamanya perangkat RT/RW, yang ujung-ujungnya RT/RW merasa tidak dibutuhkan,'' terang Yertin kepada Palopo Pos, Ahad, 1 September 2024.
Lanjutnya, terjadi rekayasa birokrasi, paling penting bohong kalau kemudian yang punya tugas mengkaji, menelaah, dan merumuskan peraturan perundang-undangan, keputusan, petunjuk pelaksanaan serta petunjuk teknis bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, ketatalaksanaan, keorganisasian dan teknik administrasi serta yang mengkoordinasikan pengelolaan sumber daya aparatur, keuangan, sarana dan prasarana untuk penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten/Kota tidak mengetahui tentang adanya cacat norma di dalam pembayaran insentif perangkat RT/RW periode Januari s/d September 2023.
''Intinya APH harus segera turun tangan memeriksa kerugian negara yang ditimbulkan, jika APH benar- benar mau membersihkan kota ini dari prilaku pemanfatan keuangan negara untuk kepentingan pribadi tanpa mengindahkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan menimbulkan kerugian negara dan berpotensi pada terjadinya tindak pidana korupsi,'' terang Yertin.
Sebagaimana diketahui, polemik insentif RT/RW dan pengurus kelurahan lainnya mulai dari RT/RW, LPMK, sekretaris dan bendahara RT/RW yang tidak dibayarkan oleh pemerintah kota sampai hari ini, jadi benang kusut yang tidak bisa terurai.
Jika para birokrasi mulai dari level pimpinan hingga Lurah tidak mau jujur tentang adanya temuan BPK Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas system pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan Pemerintah Kota Palopo Tahun 2023 di halaman 33.
Dalam temuan BPK itu dijelaskan ada kelebihan pembayaran insentif sebesar Rp3,318 pada pembayaran insentif lembaga pengurus kelurahan. Kelebihan bayar itu disebabkan karena landasan yuridis atau dasar hukum pembayaran didasarkan pada Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2023 yang mulai berlaku sejak tanggal 30 Agustus 2023, sementara kenaikan insentif misalnya pada RT/RW sebesar Rp250.000/orang itu dilakukan sejak bulan Januari s/d Agustus 2023.
Secara yuridis maka yang harusnya menjadi dasar pembayaran itu Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2021 yang besarannya untuk RT/RW sebesar Rp500 ribu, Sekretaris/Bendahara RT/RW Rp50 ribu/orang.
Faktanya Pemerintah Kota Palopo pada tahun 2023 melakukan pembayaran sebesar Rp750 ribu/orang untuk RT/RW dan 100 ribu/orang untuk sekretaris/bendahara RT/RW di tahun 2023 saat Perwal Nomor 28 Tahun 2023 belum disahkan dan berlaku.
Akibatnya ada kelebihan bayar sebesar Rp3,318 miliar. Aturan itu tidak berlaku surut artinya peraturan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa hukum yang terjadi setelah peraturan ada, termasuk didalamnya kewajiban bayar insentif yang tadinya hanya Rp500 ribu/orang bukan Rp750 ribu/orang.
Dengan adanya kelebihan bayar itu maka negara mengalami kerugian sebesar kelebihan bayar di atas, dan ketika kita bicara tentang kerugian negara maka patut diduga terjadi tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
''Karena itu APH perlu mengambil sikap untuk segera menindaklanjuti temuan BPK ini sebab kerugian negara sudah jelas dan sebaiknya dimulai dari para lurah untuk dimintai keterangan terkait Surat Keputusan pengangkatan perangkat RT/RW sebab sampai hari ini perangkat RT/RW tidak memegang SK Penetapan nama perangkat RT/RW,'' terangnya. (Riawan)