PEMIMPIN BURUK DAN SISTEM POLITIK DI AKHIR ZAMAN

  • Bagikan

Penulis: Rusdy Maiseng

Yoshihiro Francis Fukuyama pada bukunya, The End of History and the Last Man (1992) berpendapat bahwa penyebaran demokrasi, liberal dan kapitalisme pada pasar bebas barat beserta gaya hidupnya ke seluruh dunia dapat menandakan titik akhir evolusi sosial-budaya umat manusia dan menjadi bentuk terakhir dari pemerintahan manusia atau akhir zaman.

Dalam pandangan ESKATOLOGI ISLAM yang menunjukkan bahwa eskatolgi tidak hanya pada studi mendalam tentang Al Qur'an dan studi tentang hadis yang sejalan dengan Al Qur'an namun akhir zaman adalah situasi yang sangat sulit bagi ummat manusia karena adanya lubang yang menunggu dan banyaknya jebakan kehidupan dunia yang menunggu manusia. Sebab kelemahan terbesar manusia akhir zaman bukan karena kuatnya orang-orang jahat namun karena banyaknya berkumpul orang-orang munafik.

Munculnya kepemimpinan buruk di akhir zaman adalah tanda pada episode terakhir kehidupan manusia di muka bumi ini. Dari kepemimpinan yang buruk itu kebanyakan manusia menganggap dirinya masih beriman, namun sesungguhnya mereka sedang berjalan diatas kekufuran menuju puncak kesombongan hidupnya. Saat itu pula seluruh manusia akan mengalami atau menghadapi pertarungan terakhirnya, yaitu penentuan keimanan yang sungguh sungguh pada diri masing-masing orang. Apakah orang orang pada saat itu masih cinta pada kebenaran atau sebaliknya. Sebuah pertarungan yang maha dahsyat antara yang hak dan yang bathil.

Akhir zaman juga merupakan era fitnah dajjal yaitu sebuah era dimana ketika semua kaum munafik dan kaum penghianat berkumpul atau bergerombol menjadi satu kesatuan untuk menyatukan kekuatan besar demi syahwat kekuasaan dan uang. Saat itu cahaya kemanusiaan, pengetahuan, moral dan etik bahkan keimanan cenderung berevolusi menjadi kepalsuan yang di pertontonkan. Semua itu dapat di kenali dan di pelajari pada keadaan yang terjadi saat ini. Sebab jika tidak maka semua orang bisa terseret dan tersesat sebab kurangnya keilmuan atau cacat keilmuan.

Kepemimpinan politik sesungguhnya bukanlah semata mata menjadi urusan parpol dari adanya pemilu tetapi politik menjadi kesehatian dan arena persemaian demokratisasi yang didalamnya terdapat nilai, sikap serta artikulasi kepentingan yang berproses dan bekerja. Dimana problem kemerosotan struktural saat ini seperti terjadinya kemiskinan, kesenjangan dan ketidakadilan masih saja menjadi problem utama dunia utamanya pada negara ke tiga yang menggunakan sistem demokrasi.

Kemerosotan utamanya kemerosotan ekonomi paling buruk pada kepemimpinan politik berawal di tahun 1929 di AS yang dikenal dengan The Great Depression atau peristiwa kelumpuhan ekonomi dunia di akhir abad 20 dimana peristiwa itu berimplikasi pada ekonomi dunia yang mengakibatkan hilangnya daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa yang mengakibatkan kekacauan luar biasa.

Akar masalah dari komplikasi praktek kehidupan dilevel tata kekuasaan politik saat itu menyasar ekonomi, hukum dan kemasyarakatan menjadi berantakan yaitu sekalipun pembangunan dan agenda kebijakan sosial saat ini terus menerus di upayakan namun ibarat membangun istana pasir dimana gelombang pasang akan meruntuhkan bangunan tersebut dalam sekejap.

Dengan situasi seperti sekarang ini dimana semua orang rentan untuk dibenturkan oleh metode penyelenggaraan demokrasi semu namun di tafsirkan seolah demokratis padahal tidak dapat memenuhi tuntutan politik rakyat. Demokratisasi yang hanya dapat memanjakan ego liar manusia yaitu setiap orang yang berkuasa rentan menjadi tiran dan memanfaatkan sumberdaya yang lemah pada masyarakat untuk di jadikan alat legitimasi. Padahal rakyat yang baik yang memiliki kesadaran sosial yang baik, maka akan memunculkan pemimpin yang baik.

Alasan itu pulalah yang membuat Frankis fukuyama menerbitkan buku berikutnya yang diberi judul "THE GREAT DISRUPTION AND THE REKONSTITUTION OF SOSIAL ORDER" atau gangguan besar dan pemulihan ekonomi, politik dan hukum pada tatanan sosial. Bahwa kehidupan sosial bernegara yang telah mengalami gangguan harus di ucapkan kembali untuk dilakukan pemulihan atau direkonstitusi. Sebab jika itu tidak dilakukan maka akibatnya akan sangat mengerikan.

Palopo 14 September 2024

Rusdy Maiseng

  • Bagikan

Exit mobile version