Kapolda Sulsel Diduga Marahi Wartawan Hingga Istri Dimutasi ke Pulau Selayar

  • Bagikan

Ketua Umum SEKAT-RI, Ibhe Ananda

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Insiden panas terjadi setelah Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian Ryacudu Djajadi, memarahi seorang wartawan media online terkait pemberitaan dugaan pungutan liar (pungli) di Polres Bone.

Serikat Wartawan Media Online Republik Indonesia (SEKAT-RI) mengecam keras sikap Kapolda tersebut, menilai tindakan ini bertentangan dengan sikap Kapolri dan Wakapolri yang mendukung kritik terhadap oknum polisi.

Sementara di Jakarta Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) selesaikan dugaan intimidasi ke wartawan yang dilakukan oleh Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel), Irjen Pol Andi Rian Djajadi.

Ia mengaku jika tidak bisa diselesaikan secara internal, maka Komisi III DPR akan tanyakan langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo nantinya.

“Itu urusan internal Polri dahulu. Bilamana belum ada penyelesaian, nanti kita akan tanyakan melalui rapat kerja dengan Polri akan datang,” ujar Sahroni saat dihubungi wartawan pada Kamis, 19 September 2024

Ketua Umum SEKAT-RI, Ibhe Ananda, sebelumnya menyatakan kekecewaannya atas sikap Kapolda Sulsel yang seharusnya mendukung wartawan yang menyoroti praktik dugaan pungli, bukan justru memarahinya.

“Seharusnya Kapolda Sulsel mendukung wartawan tersebut yang menyoroti aktivitas dugaan pungli, bukan justru memarahinya. Inilah yang kami sesalkan,” ujar Ibhe dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

Ibhe menambahkan bahwa sikap Kapolda Sulsel sangat bertentangan dengan pernyataan Wakapolri dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang selalu mendorong masyarakat untuk melaporkan jika ada oknum polisi yang melakukan pelanggaran.

“Pak Wakapolri pernah mengatakan bahwa jika melihat ada polisi yang melakukan pungli, maka rekam dan beritakan. Begitu juga dengan Pak Kapolri yang bilang bahwa jika ada warga yang mengkritik polisi dengan pedas, maka dia adalah sahabat Kapolri,” tegas Ibhe.

Menurutnya, pernyataan Kapolri dan Wakapolri menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga integritas Polri dan memberantas oknum yang merusak citra institusi. Namun, sikap Kapolda Sulsel dinilai justru berlawanan dengan upaya tersebut.

Wartawan Dimarahi, Istri Dimutasi

Kejadian ini bermula saat Heri Siswanto, seorang wartawan, melaporkan adanya dugaan pungli dalam pengurusan SIM di Polres Bone.

Heri mengungkapkan bahwa seorang warga mengeluhkan biaya pembuatan SIM A baru yang mencapai Rp500 ribu, lebih tinggi dari yang seharusnya.

Setelah berita tersebut viral, Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian, bukannya memberikan klarifikasi atau membantah informasi, malah menelepon Heri dan memarahinya.

Dalam pembicaraan itu, Andi Rian mempertanyakan sikap Heri yang kerap memberitakan hal miring tentang polisi.

“Andi Rian marah-marah. Dia bilang, ‘Apa masalahmu dengan polisi, mengapa kamu sering memberitakan yang miring-miring tentang polisi? Kamu tahu nggak kalau kamu memberitakan polisi, itu kamu menghajar institusi,’” ungkap Heri menirukan ucapan Andi Rian.

Tak hanya itu, Andi Rian juga menyinggung pekerjaan istri Heri, Gustina Bahri, yang bekerja di Polres Sidrap.
Tak lama setelah pembicaraan tersebut, Gustina dimutasi ke Polres Kepulauan Selayar, jauh dari tempat tinggalnya sebelumnya.

Mutasi ini berdampak besar pada keluarganya; Gustina kini tinggal bersama anak perempuannya yang berusia 4 tahun di sebuah kost sederhana di Kepulauan Selayar.

Dampak dari mutasi tersebut membuat anak Gustina terpaksa meninggalkan sekolahnya di TK Bhayangkari Sidrap.
“Anak kami harus pindah, dan kami terpaksa tinggal di tempat yang jauh dari keluarga. Apakah ini keadilan?” ujar Heri dengan nada kecewa.

SEKAT-RI mengecam keras tindakan tersebut, menilai langkah Kapolda Sulsel tidak hanya mengintimidasi jurnalis, tetapi juga berdampak langsung pada keluarga yang tidak terlibat dalam pemberitaan.

Menuntut Keadilan dan Dukungan Publik

Kasus ini menjadi sorotan publik, menunjukkan betapa sulitnya menjadi jurnalis yang berusaha menyuarakan kebenaran di tengah tekanan dari aparat penegak hukum.

SEKAT-RI menyerukan kepada masyarakat dan lembaga terkait untuk mengawal kasus ini demi keadilan dan menjaga kebebasan pers di Indonesia.

Wartawan di lapangan berhak mendapatkan dukungan, bukan intimidasi, agar dapat bekerja dengan tenang dan terus mengungkap kebenaran tanpa rasa takut.

Dugaan tak Netral di Pilkada dan Intimidasi Lewat Surat Panggilan

Sementara itu, beredar undangan dari Polres Bone Sulsel yang ditujukan kepada lurah- lurah dan kepala desa se Kabupaten Bone. Surat undangan yang ditandatangani oleh Wakapolres Bone Komisaris Polisi Antonius Tutleta ini mengundang seluruh lurah dan kepala desa di Bone untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi pengamanan TPS dalam rangka Pilkada serentak 2024 di Kabupaten Bone. Kegiatan ini sesuai undangan digelar, Rabu (4/9/2024) di Aula Mapolres Bone.

Surat undangan ini kemudian menjadi pembicaraan hangat masyarakat Bone. Pada umumnya mereka merasa heran, pasalnya, yang seharusnya melakukan kegiatan tersebut adalah lembaga yang ditunjuk negara sebagai pelaksana Pilkada, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bone.

"Pihak Polres seharusnya hanya mem-back up dan mendukung seluruh rangkaian tahapan Pilkada. Bukan menjadi inisiotor," ujar warga yang minta namanya tak disebutkan, Selasa (3/9/2024).

Hal tersebut makin mengundang tanda tanya dan spekulasi bahwa aparat kepolisian di Bone sudah menunjukkan kerja tidak profesional dan cenderung mulai tidak netral.

"Ini makin membuat masyarakat Bone semakin menaruh kecurigaan. Mengingat beberapa waktu lalu muncul isu bahwa Kapolda Sulsel sudah tidak netral lagi," tandasnya. Masalah surat ini, sudah sampai ke mabes Polri dan ditangani Divisi Propam Polri.

Sebelumnya, sebuah surat dari sumber yang mengatasnamakan diri. sebagai "Rakyat Bone Menggugat Kapolda Sulsel" ditujukan kepada Kapolri, Senin (2/9/2024).

Surat yang ditandatangani oleh seorang yang namanya dirahasiakan dan memberikan laporan bahwa Kapolda Sulsel terkait erat dengan salah satu Paslon Pilkada Bone, yakni Andi Islamuddin.

Hal ini ditandai dengan pernahnya Andi Islamuddin yang waktu itu menjabat Bupati Bone memberi hadiah Songkok Recca To Bone yang berpinggir emas seharga Rp70 juta kepada Kapolda, di tengah defisitnya anggaran kabupaten Bone yang mempengaruhi ekonomi masyarakat.

"Hal ini juga terjadi saat dengan seenaknya Andi Islamuddin memberikan gelar Andi kepada Kapolda. Padahal dalam aturan adat Bugis tidaklah sembarangan memberi orang gelar Andi," katanya.

Dia juga dengan tegas mengatakan, melalui Kasat Intel Polres Bone, masyarakat dan pengusaha Bone, kepala desa dan camat diintimidasi untuk tidak memilih paslon lain selain paslon "Andi Islamuddin Tegak Lurus".

"Dengan ancaman maka kepala desa dan camat dipanggil oleh unit Tipikor Polres Bone untuk dimintai data penggunaan anggaran keuangangannya,” lanjut dia.

Hampir sama dengan itu, ditunjukkan lagi dengan berbagai intimidasi dan surat pemanggilan dari Polres Bone terhadap camat dan pengusaha yang diduga memihak calon yang bukan pilihan Kapolda.

Surat panggilan tersebut misalnya ditujukan pada Camat Bengo Bone pada tanggal 3 September 2024 terkait dugaan tindak pidana korupsi. Demikian pula pemanggilan pada Camat Kahu Bone dengan kasus yang sama, tanggal 5 September 2024.

Surat pemanggilan pada pengusaha yang bernama H. Hasan di Awangpone Bone pada 26 Agustus 2024 dengan kasus dugaan korupsi. Surat pemanggilan kepada Muh Sabri, seorang pengusaha di Awangpone dengan kasus yang sama.

Pemanggilan terhadap Henny, pengusaha di Ulaweng pada tanggal 11 Agustus dengan kasus dugaan korupsi. Pemanggilan pada Guswan Tibe, pengusaha di Uwaleng Bone dengan kasus yang sama pada tanggal 12 Agustus 2024. Pemanggilan pada Sudirman Djaya, pengusaha di Bone pada tanggal 9 Agustus dengan kasus dugaan korupsi.

Pemanggilan pada Rahman, pengusaha di Uwaleng Bone dengan kasus dugaan korupsi pada 11 Agustus 2024. Pemanggilan pada Huni Mubarak, pengusaha di Bone dengan kasus yang sama 7 Agustus 2024. Pemanggilan pada Hj Bunga Tanra, pengusaha di Bone dengan kasus yang sama pada 1 Agustus 2024 dan pemanggilan pada Hj Herlina, pengusaha di Bone dengan kasus dugaan korupsi 1 Agustus 2024.

Surat panggilan membuat camat dan pengusaha di Bone khawatir dan tidak mampu berbuat apa-apa.

Kapolda Jamin dan Komitmen Lindungi Kerja-kerja Jurnalis

Sementara itu, sebelumnya, Kapolda Sulsel Irjen Pol. Andi Rian R. Djajadi berkomitmen menjaga kemerdekaan pers dan melindungi kerja-kerja jurnalis yang bekerja secara profesional dan sesuai Kode Etik Jurnalistik.

Hal ini ditegaskan kembali Andi Rian saat diwawancarai awak media, Jumat 13 September 2024. “Saya sangat berkomitmen menjaga kemerdekaan pers dan melindungi jurnalis yang bekerja secara profesional sesuai kode etik jurnalistik,” tegasnya.

Karena respek dan paham dengan profesi jurnalis yang menjadi pilar ke-4 demokrasi, saat pertama kali bertugas sebagai Kapolda Sulsel, Andi Rian langsung tancap gas berkunjung dan bersilaturahmi dengan sejumlah media di Kota Makassar bahkan di daerah-daerah kabupaten.

Cara-cara yang ditempuh Kapolda Sulsel dengan membuka ruang dialog dan komunikasi dengan siapa saja menjadi ciri khas dan menunjukkan karakternya yang terbuka.

Direktur Rakyat Sulsel, Daswar mengatakan Kapolda adalah sosok pejabat yang humble dan terbuka pada jurnalis. “Setiap saat beliau bersedia meluangkan waktu jika ada hal-hal yang butuh untuk konfirmasi. Beliau paham betul bagaimana jurnalis bekerja,” katanya.

Salah satu kantor media yang sempat dikunjungi di sela-sela kunkernya di daerah adalah Kantor Radar Selatan di Kabupaten Bulukumba.

Sunarti Sain mengungkapkan bahwa Kapolda Sulsel Andi Rian adalah contoh pejabat publik yang sangat terbuka dan responsif. "Saya sudah 28 tahun menjadi wartawan dan baru kali ini ada Kapolda yang menelpon langsung mengabarkan akan ke Bulukumba dan akan berkunjung di kantor kami," kata Sunarti Sain.

Bahkan saat Andi Rian menelpon pertama kali menurut Sunarti ia belum sempat menyimpan nomor handphone Kapolda yang baru sehingga saat sambungan telepon masuk, ia mengira telepon dari Kapolda adalah telepon oknum yang mengatasnamakan Kapolda.

''Ini tentu menunjukkan pribadi Kapolda yang rendah hati dan terbuka kepada siapa saja. Saya sungguh terharu dan mengucapkan penghargaan yang tinggi kepada Kapolda Sulsel beserta jajarannya yang sudah berkenan hadir di kantor kami yang sederhana," ujar Sunarti.

Bahkan di hadapan Kapolda Sulsel, Sunarti Sain tak segan menyampaikan harapannya agar kepolisian khususnya di wilayah kerja Sulawesi Selatan bisa memiliki komitmen seperti yang tertuang dalam MoU antara Kapolri dan Dewan Pers untuk menjaga kemerdekaan dan melindungi profesi jurnalis.

Hal ini disambut baik oleh Kapolda Sulsel Andi Rian yang meminta agar nota kesepahaman tersebut bisa diturunkan menjadi perjanjian kerjasama sampai di level paling bawah.

"Kami tentu sangat mendukung dan berkomitmen melindungi profesi jurnalis yang benar-benar bekerja secara profesional dan patuh pada kode etik. Yang sangat disayangkan juga karena masih ada oknum wartawan yang menyalahgunakan profesi jurnalis," urainya.

Karenanya Kapolda mendorong para wartawan/jurnalis bekerja dengan profesional dan siap bekerjasama dengan media khususnya dalam meminimalisir penyebaran hoax di tengah masyarakat. Apalagi saat ini Sulsel tengah menghadapi Pilkada 2024 di mana potensi penyebaran hoax pasti sangat besar. (*/pp)

  • Bagikan