MENAMPILKAN KEASLIAN KEPEMIMPINAN

  • Bagikan

Penulis: Rusdy Maiseng

Pemilu adalah cara untuk mendapatkan ijin dari rakyat agar seseorang dapat menjadi pemimpin pemerintahan, dimana ketika rakyat mengijinkan seseorang untuk memimpin namun akalnya sangat terbatas membaca kepemimpinan demokrasi dan pemerintahan maka yang akan dia praktekkan adalah menjadikan dirinya sebagai seorang raja yaitu semua urusan pemerintahan akan dia alihkan menjadi urusan keluarga.

Sejak mula kemerdekaan sesungguhnya para pendiri bangsa telah menanamkan pondasi yang kuat pada pikiran serta analisis yang tajam dengan basis ideologi dan kekuatan argumentasi yang rasional pada bangsa ini yang dibuktikan melalui Pancasila dan UUD 1945. Hal itu demi menghindari terjadinya kepemimpinan yang hanya didasari oleh kolusi, korupsi dan nepotisme yang memang saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari realitas kehidupan dimana hal tersebut menjadi sangat tidak normal menurut kacamata etika ketatanegaraan. Realitas yang dimaksud adalah begitu dangkalnya pikiran tentang nasionalisme dan patriotisme pada hampir semua kalangan bangsa ini.

Kepemimpinan demokrasi yang semula diharapkan dapat memberikan harapan pada semua orang berangsur berubah menjadi permainan yang dimainkan hanya untuk mendapatkan rasa hormat ditengah-tengah masyarakat sehingga kepemimpinan yang seharusnya bertumpu pada moral dan etika berangsur menjelma menjadi kepemimpinan kerumunan yang buruk. Dimana ketika semua itu terjadi dengan tanpa adanya koreksi total maka pelan tapi pasti akan mengakibatkan masyarakat menjadi terjebak dan terperosok dan menghancurkan dirinya sendiri.

Tradisi politik yang memunculkan ketidak normalan yaitu sogok menyogok, iming iming, BLT atau bantuan sembako yang di anggap sebagai jalan keluar dari problem berbangsa dan bernegara. Akibatnya membuat orang tidak lagi berbicara pada konteks ideologi namun lebih kepada kapital sebab mereka menganggap hal itu sebagai sebuah kenormalan. Olehnya itu begitu banyaknya pemimpin yang lahir namun pada akhirnya mereka menanggalkan tuntutan etis dari kepemimpinannya.

Ideologi yang seharusnya dijalankan dan di tuntun dengan pikiran yang benar pada akhirnya dijalankan dengan pikiran yang sangat dangkal maka akan mengancam matinya demokrasi. Demokrasi yang seharusnya menjadi instrumen atau jalan bagi mereka yang mampu berpikir untuk masa depan bangsa dan negara menjadi terabaikan sehingga mengakibatkan kerusakan pada pondasi bernegara. Padahal filosofi dari demokrasi adalah upaya mendapatkan jalan pikiran bukan untuk meneruskan tradisi berpikir yang telah usang.

Kepemimpinan politik demokrasi yang di laksanakan lewat ajang pemilihan umum nantinya dapat dikatakan bermutu apabila ada ketajaman berpikir pada setiap pemimpin dalam mengartikulasikan setiap adanya permasalahan yang terdapat di masyarakat. Dimana setiap pemimpin harus mampu menghasilkan konsep yang visioner yang hanya dapat dihasilkan dari pikiran yang masuk akal, sehingga kepemimpinan yang dihasilkan lewat pemilu diharapkan nantinya akan mengakumulasi orang-orang yang berkompeten atau meritokrasi.

Pemimpin yang baik adalah mereka yang dihasilkan dari pemilu yang jujur, yaitu sebuah ajang politik untuk menggelar ketajaman berpikir atau pemanfaatan panggung aktualisasi diri yang disediakan untuk menginterpretasikan kemampuan pikiran melalui dialektika politik seseorang. Bahkan kemampuan seorang pemimpin dalam memahami berbagai macam issu saat ini akan menjadi sangat lebih baik apabila mereka dapat menjelaskan menyangkut problem bernegara dan berpemerintahan sehingga nantinya masyarakat dapat melihat dan menyerap secara kongkrit kwalitas seluruh calon.

Pemimpin yang buruk adalah mereka yang seolah-olah menampilkan kebaikan padahal sesungguhnya mereka menampilkan kerusakan. Beberapa peringatan yang tertera dalam Kitab Suci Al-Qur'an misalnya;
(Dan apabila dikatakan kepada mereka janganlah berbuat kerusakan di bumi, mereka menjawab, sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan Al-Baqarah ayat 11). ( Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari. Al-Baqarah ayat 12). (Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman. Mereka berkata, kami telah beriman, tetapi apabila mereka kembali kepada setan setan (para pemimpin mereka), mereka berkata, sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok olok. Al-Baqarah ayat 14).

Sebagai bagian penutup dari tulisan ini maka ada baiknya kita saling mengingatkan bahwa hidup hanyalah sekedar ujian yang akan mengantarkan manusia ke dua hal yang abadi yaitu sorga atau neraka dimana ke dua hal tersebut sangat ditentukan oleh ambisi. Untuk itu janganlah tertipu atas situasi yang memang memungkinkan manusia menjadi tersesat sebab ketersesatan rentan akan memapar semua orang tidak perduli apakah mereka yang terpelajar ataupun yang tidak terpelajar.

Harapan kita semua bahwa pemimpin yang akan datang dapat menampilkan keaslian kepemimpinan yang baik atau AUTHENTICITY OF A KIND LEADERSHIP. Sebab Rasulullah Muhammad SAW telah mengikatkan kita semua akibat dari kekuasaan yang dijalankan dengan buruk. Melalui hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Nabi bersabda; Sesungguhnya kalian akan sangat berambisi terhadap jabatan/kekuasaan, dan sesungguhnya jabatan/kekuasaan itu dihari kiamat akan menjadi kerugian dan penyesalan. (HR. Ahmad dalam kitabnya, Al Musnad, jilid 16, hal 140). (***)

Palopo 19 Sep 2024

Rusdy Maiseng

  • Bagikan

Exit mobile version