Prinsip 3P Jadi Acuan PT Vale Wujudkan Transisi Energi yang Berkeadilan

  • Bagikan

PALOPOPOS CO.ID, MAKASSAR-- Nilai penting yang dipegang teguh PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) dalam bisnis pertambangannya yakni People, Planet dan Profit (3P) disampaikan Chief Human Capital Officer (CHCO) PT Vale, Adriansyah Chaniago, saat menjadi pembicara dalam diskusi terkait peran pengusaha dalam membangun perekonomian Sulawesi Selatan dengan subtema “Sinergi Pengusaha dan Pemerintah Menghadapi Transisi Energi yang Berkeadilan”, yang digelar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel, di Hotel Claro Makassar.

Sektor pertambangan dan industrinya harus berjalan dengan mengikuti prinsip-prinsip berkeadilan. Untuk itu, tambang harus memberi manfaat untuk manusia, masa depan dan profit yang dihasilkan juga digunakan untuk melestarikan lingkungan.

Diskusi itu mengisi rangkaian Rapat Kerja dan Konsultasi Provinsi Apindo Sulawesi Selatan, yang dibuka oleh Sekda Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, serta dihadiri Ketua Bidang Organisasi DPN APINDO Anthony Hilman, Ketua Apindo Sulsel Suhardi, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) Hendra Sinadia, Deputi Kepala Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Sulawesi Selatan Ricky Satria serta Direktur Pengawasan OJK, Budi Susetyo, Director of External Relation & Corporate Affairs PT Vale Indonesia Endra Kusuma, serta para pengurus dan ketua asosiasi usaha di Sulawesi Selatan.

Dalam diskusi yang dipandu Wartawan Senior Andi Suruji itu, Adriansyah mengungkapkan, keadilan dalam industri pertambangan bisa terjadi jika menjalankan konsep sustainability.

"Kita sejak dulu sudah punya* prinsip 3P yakni People, planet and profit*. Selain kejar profit, kita harus perhatikan people dan planet, atau lingkungan sebelum fokus ke ekonomi. Kalau kita terapkan ketiganya, maka prinsip keadilan bisa kita dapatkan," ungkap Adriansyah.

Dia menjelaskan, demi mewujudkan transisi energi yang berkeadilan itu, PT Vale telah menggunakan energi hijau berupa tiga pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas total 365 Megawatt.

"Energi dari tiga pembangkit ini digunakan untuk industri yang bisa menghasilkan sekitar 70 ribu ton nikel matte (rata-rata per tahun). Hanya saja, tantangannya adalah belum tentu power plan seperti itu (PLTA) ada di semua daerah," ungkap Adriansyah.

Menurutnya, mining adalah sektor yang paling banyak membutuhkan energi dan lebih banyak menghasilkan limbah, karena aktivitasnya berada pada fase upstream. "Misalnya, nikel yang kita olah ini jenis laterite, kandungan nikelnya sekitar 1,7 atau 1,8 persen. Sisanya menjadi limbah. Berbeda dengan industri yang berada di downstream, seperti pabrik kendaraan EV, baterai, itu limbahnya lebih sedikit," jelasnya.

Karena itu, untuk mewujudkan industri pertambangan mineral menjadi adil, maka harus menjalankan prinsip-prinsip sustainable atau keberlanjutan.
Adriansyah merinci bagaimana PT Vale menjalankan nilai-nilai People, Planet and Profit.

Misalnya dengan menghormati bumi, PT Vale tetap menjaga kejernihan Danau Matano di dekat area operasi selama lebih dari 50 tahun terakhir.

Tak sampai disitu saja, PT Vale juga melakukan rehabilitasi lahan hutan secara progresif di dalam dan di luar area konsesi, yang luasnya 3 kali lipat dari total bukaan lahan eksplorasi perusahaan. Aksi penghijauan di luar area konsesi dilakukan dengan melakukan reforestasi di 17 daerah di Sulawesi Selatan, 6 daerah di Sulawesi Tenggara, 2 Daerah di Sulawesi Tengah, 3 daerah di Jawa Barat dan 2 Daerah di Bali.

Upaya PT Vale tersebut mendapat pengakuan berupa Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Penghargaan Good Mining Practices dari Kementerian ESDM.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) Hendra Sinadia mengungkapkan, harus diakui pertambangan adalah sektor yang selama ini membuat ekonomi Indonesia tetap bertahan saat berada di masa sulit.

Ketua Komite Tambang dan Mineral Apindo Bidang ESDM ini menjelaskan, saat zaman covid-19 misalnya, sektor tambang tetap tumbuh dan menyelamatkan Indonesia dari ancaman resesi berkelanjutan.

"Waktu krisis keuangan global tahun 2008, banyak negara yang defisit keuangan. Indonesia tidak defisit, karena sektor tambang," ungkap dia.

Hendra juga menjelaskan, kue pendapatan hasil tambang untuk negara dalam bentuk pajak, PNBP, royalti, bagi hasil, persentasenya sangat besar.

"Berapa besar sih kue bagi hasil tambang ini ke pemerintah? kalau dari hasil survei yang pernah kita lakukan beberapa tahun lalu, itu besarannya 65 persen ke pemerintah. Bahkan sekarang bisa jadi 70-75 persen," ungkap dia.

Belum lagi, berbagai aksi perusahaan tambang yang membangun infrastruktur pendukung. "Saya ingat, waktu masih zaman INCO, perusahaan INCO bangun jalan, jembatan, bendungan hingga bandara. Kita bisa bayangkan, saat itu, saat infrastruktur jalan di daerah belum memadai, tapi jalanan di Sorowako sudah mulus," ungkapnya.

Kolaborasi dengan Apindo, Berdayakan UMKM, PT Vale Konsisten

Ketua Apindo Sulawesi Selatan, Suhardi, menyampaikan apresiasi yang besar kepada PT Vale karena selalu memberi support atas semua kegiatan Apindo Sulsel selama ini.

"PT Vale ini perusahaan yang punya visi yang sama dengan Apindo, selalu memberi kontribusi aktif bagi perkembangan Ekonomi Sulsel, khususnya warga-warga sekitar lingkungan. Saya kira luar biasa, ada perusahaan selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Apindo, termasuk kegiatan ini. Vale juga memberi kontribusi untuk binaan-binaan UMKM di Luwu Timur, dengan membuka booth di sentra UMKM Apindo Sulsel," ungkap dia.

Terkait Sentra UMKM-Pusat Oleh-oleh yang juga diisi oleh Booth PT Vale, Head of External Relation PT Vale Endra Kusuma menjelaskan, selama kurang lebih setahun berjalan, booth tersebut telah banyak membantu UMKM binaan untuk meningkatkan omzet.

"Alhamdulillah kurang lebih satu tahun ini, dari sisi marketing produk-produk UMKM sudah dikenal bukan cuma di Lutim tapi di Sulsel. Secara penjualan, finansial UMKM tersebut meningkat karena mendapat pendapatan 100 persen dari penjualan di booth tersebut," tuturnya. (*/Uce)

  • Bagikan

Exit mobile version