Jaksa Tahan Dua Tersangka Kasus Proyek Perpipaan Air Limbah di Makassar, Rugikan Negara Rp7,9 Miliar

  • Bagikan
TAHAN. Kejati Sulsel menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpipaan air limbah Kota Makassar zona barat laut (Paket C) tahun 2020-2021, Kamis (10/10/2024). --ist--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpipaan air limbah Kota Makassar zona barat laut (Paket C) tahun 2020-2021 dengan nilai kontrak Rp 68.788.603.000 atau Rp 68,7 miliar.

Kedua terdangka ditahan setelah penyidik Tindak Pidana Khusus melakukan pemeriksaan intensif. Penyidik menyatakan sudah cukup bukti untuk menyeret tersangka ke dalam sel.

"Dua orang tersangka, yaitu inisial JRJ dan SD," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulawesi Selatan, Soetarmi, Kamis (10/10/2024). Adapun tersangka JRJ merupakan Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama atau PT KIP. Sedangka tersangka SD merupakan Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK Paket C dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek ini.

Tim penyidik Kejati Sulsel telah melakukan ekspose dihadapan Kajati Sulsel, Agus Salim untuk menetapkan JRJ dan SD sebagai tersangka. Dalam ekspose tersebut kedua tersangka juga diminta untuk langsung dilakukan penahanan guna mempercepat proses penyelesaian penyidikan.

"Tersangka ditahan karena dikhawatirkan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti," imbuh Soetarmi.

Menurut dia, modus operandi atau perbuatan kedua tersangka hingga diduga melakukan tindak pidana korupsi yaitu tersangka JRJ selaku Direktur Cabang PT KIP telah mengajukan termin XI (Mc 23) dengan alasan menjadi target pencapaian prestasi proyek.

Tersangka JRJ lalu meminta dan mengarahkan salah seorang saksi inisial DI untuk mengajukan termin 11 (MC 23), dengan menyampaikan bahwa ia atau tersangka JRJ sudah koordinasi dengan pihak Kepala Satker terkait rencana pencairan termin XI tersebut.

Padahal bobot fisik yang ada sebelum pengajuan Mc23 dengan bobot 67.171 senyatanya juga belum mencapai 61,782 persen, melainkan hanya sebesar 53 pesen.

"Hal ini bersesuaian dengan opname terakhir (sebelum pemutusan kontrak) tanggal 4 Januari 2023, yang dilaksanakan oleh PPK dan Konsultan Pengawas, bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171 persen dan pada saat dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulsel, diperoleh kesimpulan, bobot di lapangan hanya sebesar 55.52 persen," imbuh Soetarmi.

Soetarmi mengatakan, setelah tindak lanjut dari permintaan PT. KIP di termin XI (Mc 23) tersebut, dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kasatker agar segera diproses oleh tersangka SD selaku PPK C3 kemudian memproses permintaan pembayaran dari PT. KIP dengan alasan penyerapan anggaran di akhir tahun 2021.

Tersangka SD lalu memerintahkan saksi lain inisial FA yang merupakan staf keuangan untuk membuat dokumen keuangan dalam hal ini berita acara tingkat kemajuan fisik, penyelesaian pekerjaan, pembayaran, kwitansi pembayaran, dan SPTJB sebagai kelengkapan pembayaran, yang pembuatannya tidak berdasar pada laporan progres dari konsultan pengawas, tetapi semua atas perintah tersangka SD.

"Padahal, tersangka SD selaku PPK disebut mengetahui pengajuan pembayaran pada termin 11 Mc 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik dilapangan, sehingga seharusnya pengajuan pembayaran dengan dasar termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti," ungkap dia.

"Selain itu tersangka JRJ juga telah mempergunakan uang yang bersumber termin 1 sampai dengan termin 11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan," sambung Soetarmi.

Soetarmi mengatakan, penyidik tetap bekerja secara profesional, integritas, dan akuntabel serta melaksanakan proses penyidikan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan dengan prinsip zero KKN.

Menurut dia, akibat perbuatan para tersangka dan oknum-oknum lainnya menyebabkan pekerjaan pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C-3) didapati selisih bobot pekerjaan sebesar 55,52 persen, yang berpotensi merugikan keuangan negara yang berasal dari biaya yang telah dikeluarkan berupa pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai volume/progres fisik dilapangan, senilai kurang lebih Rp.7.987.044.694 atau Rp 7 miliar lebih.

Tim penyidik Kejati Sulawesi Selatan juga disebut terus mendalami dan mengembangkan Tersangka lainnya serta penelusuran uang serta aset. Untuk itu Kejati Sulawesi Selatan juga menghimbau kepada para saksi yang dipanggil agar kooperatif hadir untuk menjalani pemeriksaan serta tidak melakukan upaya-upaya merintangi, menghilangkan atau merusak alat bukti serta berusaha untuk melakukan upaya untuk melobi penyelesaian perkara ini. (pap/rs)

  • Bagikan

Exit mobile version