Penulis: Ishak Muhammad (Pemerhati Demokrasi, Alumni IAIN Palopo)
TINGGAL menghitung hari, kontestasi politik lima tahunan yang dikenal sebagai Pilkada serentak 2024 segera mencapai puncaknya. Semua kandidat yang bertarung tentu telah menyiapkan diri dengan matang. Dalam dinamika politik seperti ini, kemenangan adalah segalanya. Bagi para peserta pilkada, menang berarti meraih kuasa, sedangkan kalah berarti pulang dengan tangan hampa.
Namun, di balik ambisi dan semangat, Pilkada kali ini menyimpan berbagai ancaman yang harus dihadapi setiap kandidat. Waktu, salah satunya yang menjadi musuh terbesar. Dengan hanya tiga bulan sejak pendaftaran hingga pencoblosan, para kandidat harus bekerja keras untuk memanfaatkan waktu yang sempit. Pendaftaran dimulai pada 27 Agustus, sementara pemungutan suara berlangsung pada 27 November. Penetapan pasangan calon sendiri dilakukan pada 22 September, memberi para kandidat waktu kampanye efektif hanya dua bulan, dari 25 September hingga 25 November. Dalam rentang waktu yang begitu singkat, mereka dituntut untuk mengatur strategi dengan cermat.
Singkatnya masa kampanye ini memang memiliki keuntungan dari sisi biaya yang tidak membengkak, namun di sisi lain, para kandidat harus memanfaatkan setiap detik dengan efisien. Terutama bagi mereka yang baru saja mendaftar, memperoleh dukungan partai, atau yang maju karena dinamika internal partai. Mereka berada pada posisi yang kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan kandidat petahana yang sudah siap sejak lama.
Selain ancaman waktu, Pilkada 2024 juga dihantui oleh bayang-bayang politik uang. Dalam kenyataannya, kualitas seorang kandidat saja tidak cukup. Kapasitas yang unggul dan program yang memukau masih bisa kalah jika kandidat gagal memenuhi ekspektasi pemilih yang berharap akan "sesuatu", sering kali dalam bentuk uang. Meski begitu, ironisnya, memiliki dana besar untuk politik uang juga tidak menjamin kemenangan. Banyak contoh di mana kandidat dengan sumber daya melimpah tetap gagal memenangkan hati pemilih.
Politik uang ini menghadirkan dilema. Bagi sebagian kandidat, menawarkan "uang transportasi" atau "sedekah politik" dianggap sebagai jalan pintas. Namun, strategi ini tidak selalu berhasil. Semua pasangan calon cenderung menerapkan pendekatan serupa, membuat persaingan semakin ketat. Oleh karena itu, strategi politik uang harus direncanakan dengan matang, mulai dari distribusi hingga evaluasi dan mitigasi risiko.
Selain itu, ancaman lainnya datang dari potensi ketidaknetralan aparatur negara. Meskipun sering kali kita menyebutnya sebagai ulah oknum, fakta bahwa netralitas birokrasi, aparat penegak hukum, TNI, dan Polri menjadi isu besar dalam Pilkada sudah diakui oleh KPU dan Bawaslu.
Kondisi ini terutama terjadi ketika petahana atau keluarganya ikut dalam kontestasi. Untuk menghadapi ancaman ini, kandidat tidak bisa bersikap naif. Mereka harus siap dengan strategi yang kuat untuk mengantisipasi kecurangan, mulai dari advokasi hukum, persiapan saksi, hingga penggunaan teknologi untuk memantau suara.
Ancaman lain yang semakin nyata adalah maraknya disinformasi di media sosial. Kompetitor dapat memanfaatkan platform ini untuk menyebarkan narasi yang mendiskreditkan kandidat lain, sering kali tanpa dasar fakta. Berita palsu atau hoaks yang disebarkan dengan narasi emosional menjadi alat untuk menyerang personal branding. Di sini, tim sukses harus pintar-pintar merespons, menggunakan strategi komunikasi yang tepat, dan sigap dalam menangkal serangan-serangan digital yang dapat merusak citra kandidat.
Dalam Pilkada 2024, tantangan yang dihadapi sangat kompleks. Setiap kandidat dituntut untuk jeli melihat ancaman, cepat beradaptasi, dan cerdas dalam mengambil keputusan. Pilkada bukan hanya soal kampanye, tetapi juga pertarungan strategi dan ketahanan menghadapi berbagai tekanan. Pada akhirnya, hanya mereka yang siap menghadapi semua ancaman ini yang akan keluar sebagai pemenang.
Untuk semua peserta Pilkada 2024, pertarungan ini bukan hanya soal politik. Ini adalah soal menang atau kalah. Dan sekali bertarung, harus bertarung sampai menang. (*)