Terlibat Politik Uang, Bisa Dipenjara Sampai 72 Bulan Atau Denda Rp1 Miliar

  • Bagikan

Bawaslu Tana Toraja gelar MoU bersama pemerintah Lembang Balla, Kecamatan Bittuang yang dicanangkan sebagai Desa Sadar Pengawasan pada Pilkada Serentak tahun 2024. --risna--

Bawaslu Tana Toraja Jadikan
Lembang Balla Bittuang Dicanangkan Sebagai Desa Sadar Pengawasan Pilkada 2024

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, TANA TORAJA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tana Toraja mencanangkan Desa Sadar Pengawasan pada Pilkada Serentak tahun 2024.

Desa Sadar Pengawasan dipilih di wilayah Tana Toraja bagian barat yaitu Lembang (Desa) Balla, Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Pencanangan dilangsungkan di Tongkonan Tondon Tuan Lembang Balla, Kecamatan Bittuang, Tana Toraja, Rabu (16/10/2024).

Ditandai penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pihak Bawaslu Tana Toraja oleh Ketua, Elis Bua Mangesa dan Pj. Kepala Lembang Balla, Andarias Panggalo disaksikan Camat Bittuang, Anggota dan staf Bawaslu Tana Toraja serta masyarakat setempat.

Pada MoU tersebut, kedua pihak sepakat bersama-sama bertanggungjawab mewujudkan Pilkada Serentak 2024 yang berkualitas, partisipatif dan akuntabel.

Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat dan Humas (HPPH) Bawaslu Kabupaten Tana Toraja Theofilus Lias Limongan menjelaskan awal mula terbentuknya desa sadar pengawasan yaitu dilakukan sosialisasi seputar pengawasan partisipatif yang dihadiri pemerintah kecamatan, pemerintah lembang, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda dan masyarakat.

Dikatakan pula terbentuknya Desa Sadar Pengawasan ini juga bagian dari tindaklanjut MoU dengan Pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (APDESI) Tana Toraja.

Theo mengatakan pencanangan Desa Sadar Pengawasan yang digelar di Tongkonan (rumah adat Toraja) atas dasar filosofi Tongkonan sebagai simbol pemersatu dan sumber keteraturan norma dalam masyarakat.

“Diharapkan dengan berkumpul di Tongkonan lalu mencanangkan Desa Sadar Pengawasan maka dapat semakin membangun kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya terlibat aktif melakukan pengawasan partisipatif,” tuturnya.

Lanjutnya menjelaskan, pengawasan partisipatif menjadi penting karena jumlah personil Bawaslu dan jajarannya yang sangat terbatas sehingga penting adanya dukungan masyarakat.

“Desa Sadar Pengawasan ini diharapkan menjadi role model atau pilot project bagaimana keterlibatan masyarakat atau partisipasi masyarakat melakukan pengawasan Pilkada,” ungkap Theo.

Ia mengingatkan kepada masyarakat harus terlibat pengawasan Pilkada untuk meningkatkan kualitas demokrasi karena pada dasarnya esensi pengawasan ada di masyarakat, Bawaslu dan jajaran dan hanya bagian kecil dari masyarakat yang diberi tanggung jawab.

Adanya Desa Sadar Pengawasan dipastikan masyarakat lebih memahami peran pengawasan dan bisa meminimalisir pelanggaran-pelanggaran.

“Ada tiga tahapan Pilkada menjadi penting melibatkan masyarakat melakukan pengawasan yaitu tahapan pemutakhiran data pemilih, tahapan kampanye dan tahapan pungut hitung,” terangnya.

Masyarakat Desa Sadar Pengawasan nantinya diberikan sosialisasi tentang kegiatan-kegiatan dalam tahapan Pilkada yang berpotensi atau berdampak hukum bila dilanggar, sehingga harus dihindari, misalnya politik Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), politik uang, ujaran kebencian serta berita bohong.

Bawaslu berharap kehadiran Desa Sadar Pengawasan menjadi contoh desa pengawasan partisipasi untuk desa-desa lainnya bagaimana mendorong peningkatan jumlah pemilih, terhindar dari praktek-praktek kecurangan, manipulasi, politik uang, politisasi SARA, ujaran kebencian, intimidasi dan lain sebagainya.

Adapun ketentuan larangan politik uang pada pemilihan diatur dalam Pasal 73 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 dimana pemberi dan penerima sama-sama mendapatkan sanksi.

Ketentuan sanksi politik uang pada pemilihan diatur dalam Pasal 187A UU Nomor 10 tahun 2016 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (1 Milyar).

Sementara ketentuan pada larangan kampanye dengan cara menyinggung SARA, menghasut, memfitnah dan adu domba atau kekerasan diatur dalam UU No 10 tahun 2016 pada pasal 69.

Sanksi terhadap ketentuan ini diatur dalam pasal 187 ayat 2 yakni dipidana dengan hukuman minimal 3 bulan penjara dan maksimal 18 bulan penjara atau denda minimal 600 ribu dan maksimal 6 juta rupiah. (Risna)

  • Bagikan