Bedah Buku “Perang Kota” ‘Meledak’

  • Bagikan

* Dilaksanakan Komunitas Sawerigading, Hadirkan Tiga Narasumber

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, BOTING--
Komunitas Arung Sejarah Sawerigading mengadakan bedah buku berjudul "Perang Kota: Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946" karya Idwar Anwar di Warkop Kampis, Jl. Andi Masjaya, Palopo, Sabtu, 19 Oktober 2024 lalu.

Kegiatan dengan tema "Penguatan Literasi Sejarah Budaya Generasi Muda Tana Luwu Menuju Indonesia Emas 2045" menghadirkan tiga narasumber. Masing-masing H Harisal A Latief (Wakil Ketua DPRD Palopo yang juga penulis buku), Tasdin Tahrin (dosen IAIN Palopo), dan Tsamratul'aeni (dosen UNCP).

Peserta bedah buku ini 'meledak' alias tak terbendung. Dihadiri hampir 120 orang yang terdiri pelajar SMA dan mahasiswa di Kota Palopo. Sampai-sampai Warkop berkapasitas 100 pengunjung, penuh sesak oleh peserta.

''Peserta diskusi buku ratusan orang. Tapi dibatasi 125 orang. Jadi 100-an orang terpaksa ditolak. Apalagi tempat tidak bisa menampung,'' kata Ketua Komunitas Arung Sejarah Sawerigading, Idwar Anwar SS MHum.

Merekapun antusias mengikuti ulasan dari penulis novel Perang Kota, Idwar Anwar serta tiga narasumber. Empat peserta yang bertanya pada sesi tanya jawab, memberi apresiasi kepada terhadap karya Idwar, putra Palopo yang mendedikasikan diri untuk menulis sejarah budaya Tana Luwu.

Pasalnya, novel ini menceritakan kisah pemuda yang berumur rerata 20 tahun, sudah turun ke medan perang, rela mengorbankan nyawa untuk melawan penjajah.

Juga ada peran gender (kaum perempuan), yang menyetarakan diri dengan kaum pria, turut berjuang melawan penjajah. Novel ini juga sarat dengan nilai-nilai budaya Tana Luwu, yang rela mati membela harkat dan martabat demi agama dan 'merah putih'.

Kegiatan ini diakhiri dengan penyerahan souvenir berupa buku, dll, kepada peserta pilihan. Peserta juga bergantian minta tanda tangan Idwar pada novel Perang Kota yang dibagikan kepada setiap mereka.

Menurut Idwar, novel Perang Kota setebal 168 halaman ini, menceritakan kisah pertempuran 23 Januari 1946 di Kota Palopo yang merupakan pusat Kedatuan Luwu, kala itu.

Datu Luwu Andi Djemma bersama pemuda berperang melawan Belanda untuk merebut kemerdekaan Indonesia, khususnya di Luwu yang saat itu masih dijajah Belanda. Termasuk mengisahkan pelarian Datu Luwu Andi Djemma sampai ditangkap di Benteng Batu Putih, Kolaka (sekarang Provinsi Sulawesi Tenggara), demi kemerdekaan Indonesia.

Dijelaskan pula Idwar yang berprofesi sebagai dosen di Makassar, kegiatan ini juga bertujuan untuk penguatan literasi bagi generasi milenial Tana Luwu. Diharapkan, 50 persen peserta kegiatan ini, lahir penulis sejarah budaya Tana Luwu, yang semakin kurang diminati pada tengah era globalisasi yang serba Informatika Teknologi (IT) ini.

Sementara Harisal yang ditemui Palopo Pos setelah acara ditutup, mengungkapkan, perhatian pemerintah terhadap sejarah budaya Tana Luwu, masih sangat minim.

Pelestarian sejarah budaya Tana Luwu, bukan hanya tugas Kedatuan Luwu. Pemerintah harus membuat terobosan untuk melestarikan sejarah dan kebudayaan. Dengan memberikan porsi anggaran yang proporsional. ''Bagaimana melestarikan budaya kalau tidak disupport anggaran,'' ucap legislator Golkar ini. (ikh)

  • Bagikan