Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)
Jumat dua pekan lalu, saya mendapat undangan yudisium dan ramah tamah anak saya yang ketiga, Chaerunnisa, di Universitas Bosowa Makassar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan mengambil Prodi Hubungan Internasional (HI).
Karena sudah menjadi kebiasaan, saya tidak hadir tepat waktu melainkan hadir paling awal di aula mini fakultas tersebut. Selain sudah menjadi kebiasaan, juga karena terinspirasi dengan kalimat bahwa "Kalau Anda mau sukses, hadir tepat waktu saja tidak cukup tetapi Anda harus hadir jauh sebelum waktunya".
Pada saat berada dalam aula mini fakultas, saya mengambil tempat duduk pada bagian tengah sebab biasanya kursi bagian depan diisi oleh orang-orang penting. Sambil berbincang-bincang dengan anak saya, tiba-tiba seorang laki-laki dari arah belakang berbisik di telinga saya "Maaf, boleh bapak yang membawakan pesan dan kesan mewakili orang tua mahasiswa ?"
Saya yang terkejut menerima tawaran dadakan itu spontan menjawab "Maaf, kalau masih ada yang lain biar yang lain saja, tetapi kalau tidak ada, biar saya Pak" dengan logat Palopo yang kental. Laki-laki itu pun berlalu sambil tersenyum, berkata "Baik Pak".
Ada dua kemungkinan laki-laki itu menghampiri saya yang belakangan saya ketahui dia adalah Kepala Tata Usaha (KTU) pada fakultas tersebut: pertama; dia (mungkin) melihat tampilan saya dengan stelan rapi layaknya orang yang mau ke pesta perkawinan, kedua; saya orang tua mahasiswa paling awal datang dan masuk keruangan itu.
Tepat pukul 14.00 Wita acara pun dimulai dan KTU itu tidak lagi menghubungi saya, itu pertanda sudah ada orang tua mahasiswa yang bersedia. Pada saat tiba acara pesan dan kesan orang tua mahasiswa, Master Of Ceremony (MC) memanggil orang tua atas nama Ilham sebagai perwakilan.
MC hanya menyebut nama Ilham (tidak menyebutkan gelarnya) dan dia duduk pada kursi bagian belakang. Sorotan mata tertuju padanya saat berjalan ke mimbar yang telah disiapkan, penampilannya (boleh dibilang) acak-acakan, rambutnya gonrong (sampai bahu), pirang tidak disisir dan berkacamata minus.
Dia menggunakan stelan jas hitam dengan baju berwarna merah marun. Jas hitam yang dikenakannya apa adanya (terlihat lusuh), tidak terkancing dipadukan dengan celana jins warna hitam dengan sepatu kets, yang kalau diperhatikan stelan itu mirip anak muda tahun 90-an
Saat mulai mengucapkan salam, pria paruh baya itu membuat hadirin pada tersenyum. Bahkan, ada yang tertawa lepas termasuk segenap dosen yang hadir (Dekan, Wakil dekan, Ketua Prodi dan staf lainnya) sebab tampilan pak Ilham itu, layaknya seorang pelawak.
Hadirin mulai terdiam dan berdecak kagum termasuk para dosen yang hadir, saat akhir kata dia mengenalkan dirinya "Saya Ilham, gelar S.T, M.T,. S1 saya di Unhas, S2 di UGM. Anak pertama, saya titipkan di universitas Bosowa yang hari ini di yudisium, anak kedua di Kedokteran Unhas sedang koas, yang ketiga di Kedokteran UI"
"Mungkin para hadirin tidak biasa melihat gaya seperti saya ini, tetapi itulah anak teknik ciri khasnya gonrong" begitu katanya sambil tertawa. Dengan mendengarkan latar belakang pendidikan dan dari lulusan perguruan tinggi ternama serta gelarnya (setidaknya menurut saya) pak Ilham itu bukan orang sembarangan.
Seketika itu, saya teringat sebuah kalimat bijak bahwa "Selalu kosongkan gelas ketik bertemu dengan orang baru, jangan jelaskan latar belakangmu, rahasiakan identitasmu, bersikaplah sederhana, orang asing tidak perlu tahu kehebatanmu karena bisa jadi mereka lebih hebat darimu"
Peristiwa di atas paling tidak, memberi pelajaran kepada saya khususnya bahwa jangan pernah meremehkan orang lain hanya melihat dari penampilan luarnya saja, apalagi sampai menertawakannya sebab boleh jadi Anda akan terdiam dan berdecak kagum setelah mengetahui siapa dia sebenarnya. (*)