Oleh: Dr. Munawir, SE., MM (Dosen FEB UNANDA)
Dalam beberapa dekade terakhir, isu keberlanjutan semakin menjadi sorotan utama di berbagai sektor ekonomi global, termasuk sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Keberlanjutan atau sustainability merupakan salah satu pendekatan strategis yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sambil tetap menjaga pertumbuhan ekonomi. Di tengah krisis lingkungan global seperti perubahan iklim, degradasi ekosistem, dan pencemaran, banyak negara mulai mendorong inisiatif green business atau bisnis hijau. Konsep ini berfokus pada penerapan praktik bisnis yang ramah lingkungan dengan mengintegrasikan pertimbangan sosial, ekonomi, dan ekologi ke dalam proses produksi dan operasional sehari-hari.
Di Indonesia, UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa UMKM menyumbang sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyediakan lebih dari 97% lapangan kerja di sektor formal. Namun, kontribusi besar ini tidak terlepas dari berbagai tantangan, terutama terkait dengan dampak lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas produksi UMKM. Banyak UMKM, terutama yang bergerak di sektor manufaktur, konstruksi, dan pertanian, masih menggunakan metode yang tidak efisien dan boros sumber daya. Oleh karena itu, penerapan green business di kalangan UMKM menjadi agenda penting untuk mengurangi dampak lingkungan dan sekaligus meningkatkan daya saing di pasar global.
Di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, pelaku UMKM dihadapkan pada tekanan untuk meningkatkan standar bisnis, termasuk dalam aspek keberlanjutan. Negara-negara maju telah memperkenalkan berbagai regulasi lingkungan yang ketat, sehingga pasar global menuntut produk-produk yang dihasilkan secara berkelanjutan. Jika UMKM tidak mampu beradaptasi dengan tuntutan ini, mereka akan sulit bersaing, terutama di pasar ekspor.
Green Business sebagai Pendekatan Bisnis Berkelanjutan.
Green business atau bisnis hijau merujuk pada praktik usaha yang berfokus pada penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien, minim polusi, dan memperhatikan kelestarian lingkungan dalam setiap tahap produksi hingga distribusi. Dalam implementasinya, green business mencakup beberapa aspek, seperti pengurangan limbah, efisiensi energi, penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, hingga daur ulang produk. Bagi UMKM, penerapan konsep ini menawarkan banyak manfaat jangka panjang, seperti pengurangan biaya operasional, peningkatan citra merek, dan akses yang lebih mudah ke pasar internasional yang memiliki standar lingkungan yang ketat.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penerapan green business dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya. Sebagai contoh, UMKM yang menggunakan energi terbarukan seperti tenaga surya atau biomassa dapat menghemat biaya listrik jangka panjang. Selain itu, konsumen saat ini semakin peduli dengan asal-usul produk yang mereka beli. Konsumen yang lebih sadar lingkungan cenderung memilih produk yang diproduksi secara berkelanjutan dan bebas dari dampak negatif terhadap ekosistem.
Tidak hanya itu, pemerintah Indonesia juga mulai mengarahkan kebijakan ke arah keberlanjutan. Melalui inisiatif seperti Gerakan Nasional Pengurangan Sampah Plastik dan berbagai program hijau lainnya, pemerintah mendukung UMKM untuk mengadopsi prinsip keberlanjutan. Dengan adanya kebijakan ini, UMKM dapat memanfaatkan peluang besar untuk memperluas pasar dan mendapatkan insentif dari pemerintah, seperti pembebasan pajak atau bantuan modal.
Peluang Penerapan Green Business di UMKM
Ada beberapa peluang besar yang muncul bagi UMKM ketika mereka menerapkan konsep green business. Pertama, meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya produk ramah lingkungan menciptakan permintaan baru di pasar. Konsumen, terutama dari kalangan menengah ke atas, mulai menyadari dampak lingkungan dari barang-barang yang mereka konsumsi. Hal ini terlihat dari tren meningkatnya konsumsi produk-produk organik, bebas bahan kimia, dan daur ulang. UMKM yang mampu menyediakan produk semacam ini memiliki peluang besar untuk meraih segmen pasar yang lebih luas, baik di dalam negeri maupun internasional.
Kedua, green business memungkinkan UMKM untuk melakukan penghematan jangka panjang. Penggunaan teknologi ramah lingkungan, seperti mesin hemat energi atau bahan baku yang dapat didaur ulang, dapat mengurangi biaya produksi. Di beberapa sektor, seperti pertanian, penerapan praktik hijau dapat meningkatkan hasil panen dan mengurangi penggunaan bahan kimia yang mahal. Contohnya, pertanian organik yang tidak menggunakan pestisida kimia dapat meningkatkan kualitas tanah dan hasil pertanian yang lebih baik dalam jangka panjang.
Ketiga, pemerintah Indonesia dan berbagai lembaga internasional seperti Bank Dunia dan United Nations Development Programme (UNDP) menawarkan berbagai insentif bagi UMKM yang menerapkan praktik green business. Insentif tersebut bisa berupa pendanaan, pelatihan, atau akses ke pasar internasional. Banyak negara di dunia, terutama di Eropa dan Amerika Utara, telah memberlakukan regulasi yang mengharuskan produk impor mematuhi standar lingkungan yang ketat. UMKM yang sudah mengadopsi standar green business akan lebih mudah memasuki pasar-pasar tersebut.
Tantangan dalam Implementasi Green Business di UMKM
Meskipun menawarkan banyak peluang, penerapan green business juga menghadirkan tantangan yang signifikan bagi UMKM. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan modal dan akses teknologi. Untuk beralih ke metode produksi yang lebih ramah lingkungan, UMKM seringkali membutuhkan investasi awal yang cukup besar. Misalnya, penggunaan energi terbarukan seperti panel surya memerlukan biaya pemasangan yang tidak sedikit. Begitu juga dengan teknologi daur ulang yang umumnya hanya terjangkau bagi perusahaan besar.
Selain itu, kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya green business juga menjadi hambatan utama. Banyak pelaku UMKM masih menganggap bahwa menerapkan bisnis hijau hanya akan menambah biaya dan kompleksitas. Mereka mungkin kurang memahami bahwa investasi dalam keberlanjutan sebenarnya dapat memberikan keuntungan jangka panjang, baik dari segi pengurangan biaya operasional maupun peningkatan loyalitas konsumen. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang lebih intensif dalam memberikan edukasi dan pelatihan kepada pelaku UMKM mengenai manfaat green business.
Tantangan lainnya adalah ketersediaan infrastruktur yang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil. Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki akses terhadap teknologi ramah lingkungan atau fasilitas daur ulang yang memadai. Misalnya, di beberapa daerah pedesaan, akses listrik masih terbatas, sehingga menghambat penerapan teknologi hijau yang membutuhkan energi stabil. Tanpa dukungan infrastruktur yang baik, UMKM di wilayah ini akan kesulitan untuk mengimplementasikan bisnis berkelanjutan.
Kebijakan Pemerintah dan Dukungan terhadap Green Business di UMKM
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap implementasi green business di sektor UMKM melalui berbagai kebijakan dan program. Salah satu contohnya adalah Program Nasional Pengembangan UMKM Berbasis Keberlanjutan, yang diluncurkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Program ini memberikan pelatihan dan bantuan teknis kepada UMKM untuk mengadopsi praktik ramah lingkungan, seperti pengelolaan limbah, penggunaan energi terbarukan, dan efisiensi sumber daya.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga memiliki program Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas, yang mendorong UMKM untuk memanfaatkan sampah organik sebagai bahan baku produksi. Program ini tidak hanya membantu UMKM untuk mengurangi biaya produksi, tetapi juga berkontribusi terhadap upaya nasional dalam mengurangi volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir.
Dalam konteks global, ada juga dukungan dari lembaga-lembaga internasional seperti UNDP dan Bank Dunia yang memberikan pembiayaan hijau (green financing) bagi UMKM yang berkomitmen terhadap keberlanjutan. Melalui mekanisme pembiayaan ini, UMKM dapat memperoleh akses modal dengan bunga rendah untuk investasi dalam teknologi ramah lingkungan. Selain itu, berbagai forum dan pameran internasional juga memberikan platform bagi UMKM untuk mempromosikan produk hijau mereka kepada pasar global.
Studi kasus penerapan green business pada UMKM di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan, banyak UMKM yang telah berhasil mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan dan mendapatkan manfaat signifikan. Salah satu contohnya adalah usaha kerajinan tangan dari bahan daur ulang di Yogyakarta, yang memanfaatkan sampah plastik sebagai bahan baku untuk produk kerajinan berkualitas tinggi. Dengan menggunakan bahan daur ulang, usaha ini tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menghemat biaya bahan baku dan menarik konsumen yang peduli terhadap lingkungan. Contoh lainnya adalah UMKM di sektor pertanian organik di Bali yang telah berhasil memasarkan produk.
Semoga informasi mengenai penerapan green business pada UMKM yang telah tersampaikan pada calon pemimpin di level daerah, hal ini dapat menjadi inspirasi dan referensi yang berguna bagi calon wali kota atau pemimpin daerah lainnya. Transformasi menuju keberlanjutan di sektor UMKM dapat menjadi salah satu program strategis yang tidak hanya mendukung pelestarian lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing ekonomi lokal.