Workshop Evaluasi Aksi Konvergensi Penurunan Stunting 2024: Sinergi Menuju Indonesia Bebas Stunting

  • Bagikan

Suasana saat Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah melaksanakan Workshop Evaluasi Pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting tahun 2024 di Hotel Santika Bekasi, Jumat (26/10).

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, BEKASI-- Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah melaksanakan Workshop Evaluasi Pelaksanaan 8 Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting tahun 2024 di Hotel Santika Bekasi, Jumat (26/10).

Kegiatan dihadiri perwakilan dari lintas Kementerian/lembaga dari Sekretariat Wakil Presiden, Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, BKKBN, serta tim INEY bersama perwakilan dari 38 provinsi dan 15 kabupaten/kota.

Acara ini juga dihadiri oleh berbagai pejabat kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah secara daring.

Dalam laporan pembukaannya, Ketua Panitia Arifin Effendy Hutagalung, SE, MM, menyampaikan bahwa percepatan penurunan stunting di Indonesia terus diupayakan melalui delapan aksi konvergensi, yang melibatkan berbagai sektor untuk efektivitas intervensi stunting.

Koordinasi antar sektor ini diharapkan mampu memperkuat implementasi di tingkat kabupaten/kota melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, hingga penganggaran yang terintegrasi.

Evaluasi pelaksanaan aksi ini akan memfokuskan pada kualitas data, tantangan di lapangan, serta memberikan umpan balik untuk peningkatan kualitas implementasi aksi konvergensi stunting.

Selanjutnya Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Dr. TB. Chaerul Dwi Sapta, SH., M.AP., membuka acara dengan pantun, “Lihatlah burung hinggap di atas genting, burung hilang tinggi terbang, Mari cegah risiko terjadi stunting dengan penuhi asupan gizi yang seimbang.”

Dalam sambutannya, Chaerul menyatakan bahwa angka stunting di Indonesia masih menjadi tantangan besar, dengan penurunan hanya 0,1% pada 2023.

Dengan jumlah penduduk 280 juta jiwa, di mana sekitar 89% tinggal di desa, upaya pengentasan stunting menjadi tanggung jawab bersama. Chaerul juga menyoroti betapa pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta lintas sektor, termasuk dukungan dari swasta dan masyarakat, dalam mencapai target nasional.

Mengaitkan stunting dengan bonus demografi 2045, ia menegaskan bahwa kegagalan menangani stunting akan mengancam keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan peluang demografi.

Dalam 100 hari kerja pertama Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, lima dari delapan program prioritas menyasar sektor kesehatan, termasuk pemberian makanan bergizi gratis bagi ibu hamil dan anak-anak.

Chaerul menekankan bahwa langkah ini akan menjadi salah satu kunci utama dalam mengatasi stunting.

Evaluasi Anggaran dan Tantangan Implementasi di Daerah

Selama workshop, dilakukan juga evaluasi anggaran untuk mendukung percepatan penurunan stunting melalui DAK pada 2022-2024. Menurut Chaerul, “Secara logika, peningkatan anggaran seharusnya diikuti dengan penurunan angka stunting.” Namun, data menunjukkan bahwa penurunan hanya mencapai 0,1%, yang menunjukkan bahwa pendataan dan pemanfaatan dana di lapangan perlu ditinjau lebih lanjut.

Chaerul menyampaikan bahwa masalah pendataan menjadi perhatian serius, mengingat masih ada perbedaan antara data SSGI dan EPPGBM.

Hal ini memerlukan validasi agar program dan intervensi bisa berjalan lebih efektif. “Kami ingin data ini valid dan akurat sehingga bisa menjadi dasar yang kokoh bagi semua pihak,” jelasnya.

Sinergi dan Komitmen untuk Peningkatan SDM Kesehatan

Dalam paparannya, Chaerul juga menyampaikan pentingnya peningkatan sumber daya manusia di sektor kesehatan, khususnya di daerah.

Dengan jumlah tenaga medis nasional yang mencapai 666.726 orang, 57% di antaranya perempuan, kebutuhan untuk memperkuat tenaga kesehatan di desa menjadi prioritas.

Ia menambahkan bahwa Kementerian Kesehatan telah mendukung program pemeriksaan kesehatan gratis di fasilitas kesehatan primer (puskesmas), namun penting untuk memastikan bahwa tenaga medis yang mengukur kondisi kesehatan masyarakat memiliki kompetensi yang tepat.

Chaerul menekankan bahwa standar pengukuran angka stunting harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.

“Ada ilmu khusus untuk mengukur tinggi badan atau lingkar kepala anak dengan benar. Kesalahan dalam pengukuran bisa berdampak pada data dan kebijakan yang diambil,” jelasnya.

Dalam penutupannya, Chaerul menyampaikan harapannya agar workshop ini mampu menjadi pemicu perubahan signifikan dalam penanganan stunting di Indonesia.

“Sinergi lintas sektor yang kita lakukan hari ini adalah bentuk komitmen nyata. Saya berharap seluruh peserta dapat membawa pulang masukan ini untuk diterapkan di wilayah masing-masing,” pungkasnya.

Workshop dilanjutkan dengan diskusi panel yang dipandu oleh Iing Mursalin dari Sekretariat Wakil Presiden dan Muhammad Kodir dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dengan narasumber dari Bappenas, BKKBN, Kemenkes, Kementerian PUPR, dan Kepala Bappeda Kota Depok.

Diakhiri dengan, diskusi pembagian kelompok untuk merumuskan masukan dan rekomendasi evaluasi pelaksanaan aksi konvergensi yang sudah di lakukan. Sesi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk mengoptimalkan pelaksanaan aksi konvergensi, termasuk peningkatan kualitas data, efektivitas anggaran, dan perbaikan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. (*/uce)

  • Bagikan

Exit mobile version