KPU Palopo masih Kaji Rekomendasi Bawaslu

  • Bagikan
Kordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan, Muhatzir A Hamid

PALOPO -- KPU Palopo hingga kini masih mengkaji rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Palopo untuk mendiskualifikasi pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo, Trisal Tahir dan Akhmad Syarifuddin. Kordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan, Muhatzir A Hamid, saat dihubungi mengatakan, saat ini rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu sementara dalam proses pengkajian oleh Divisi Hukum KPU. “Sementara masih dalam kajian Pak Hary Zulficar selaku Kordiv Hukum kita,” kata Muhatzir Hamid, Rabu (30/10/2024).

Saat ditanya apakah sudah ada jadwal untuk pengumuman hasil pleno KPU, Muhatzir menjelaskan masih menunggu hasil telaah dari Divisi Hukum. “Belum ada jadwal, tapi apapun hasil kajian dari Divisi Hukum, itu yang akan kita bahas untuk kemudian diplenokan. Tentu dalam waktu dekat ini,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Palopo, Khaerana, menyebut telah mengeluarkan surat rekomendasi yang ditujukan ke KPU Palopo.

Isi surat tersebut, Bawaslu Palopo merekomendasikan mendiskualifikasi pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo, Trisal Tahir dan Akhmad Syarifuddin. “Sudah masuk ke KPU rekom-nya. Intinya meminta mengubah penetapan calon, karena kan tidak memenuhi syarat administrasi,” kata Khaerana, Selasa (29/10/2024).

Khaerana menjelaskan, Bawaslu Palopo merekomendasikan KPU Palopo agar mencabut berita acara penetapan Trisal-Akhmad sebagai paslon wali kota, karena ijazah yang digunakan untuk mendaftar terbukti tidak absah. Menurut Khaerana, ijazah paket C milik Trisal tidak autentik berdasarkan temuan Bawaslu Palopo bersama pihak terkait.

“Dia tidak memenuhi syarat administrasi, ijazahnya tidak benar. Dan itu sudah banyak bukti-bukti yang kami dapatkan, sehingga kami sudah merekomendasikan ke KPU,” jelas Khaerana.

Khaerana menyebut, surat rekomendasi agar pencalonan Trisal-Akhmad dinyatakan TMS sudah disampaikan beberapa waktu lalu. KPU Palopo punya waktu tujuh hari untuk menindak lanjuti rekomendasi Bawaslu. “Sesuai dengan peraturan KPU, tujuh hari jangka waktu untuk menindak lanjuti surat rekomendasi Bawaslu,” jelas Khaerana.

KPU Sulsel
Sementara itu di Makassar, KPU Provinsi Sulawesi Selatan telah memerintahkan KPU Kota Palopo untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu terkait pencalonan Trisal Tahir-Akhmad Syarifuddin.

Bawaslu Palopo diketahui mengeluarkan surat rekomendasi kepada KPU setempat agar membatalkan pencalonan Trisal-Akhmad karena diduga melanggar syarat administrasi calon.

“Kemarin, saya sudah menulis surat atas perintah pleno untuk meminta teman-teman KPU Palopo segera menindaklanjuti hasil rekomendasi Bawaslu,” ujar Ketua KPU Sulsel, Hasbullah, di gedung DPRD Sulsel, Makassar, Kamis (31/10/2024).

Hasbullah menegaskan setiap rekomendasi Bawaslu wajib untuk dilaksanakan KPU. Hal itu sesuai Peraturan KPU atau PKPU nomor 15 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi.
Akan tetapi, terkait rekomendasi Bawaslu Palopo untuk membatalkan pencalonan Trisal-Akhmad, KPU Sulsel menyerahkan sepenuhnya kepada KPU Palopo untuk memutuskan seperti apa.

“Apakah teman-teman KPU Palopo menjalankan itu dengan melaksanakan rekomendasi Bawaslu secara eksplisit, kami belum tahu, tergantung rapat teman-teman KPU Palopo nanti,” jelas Hasbullah.

Praktisi Hukum
Praktisi huum Palopo menyayangkan sikap Bawaslu Sulsel yang menolak menolak menindaklanjuti laporan dugaan penyalahgunaan ijazah calon Wali Kota, Trisal Tahir .
Praktisi Hukum, Hisma Kahman mengatakan seharusnya Bawaslu memberikan dasar hukum yang jelas jika memang menolak laporan tersebut.

Ia menilai alasan yang digunakan, yakni prinsip nebis in idem, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Menurut saya, alasan nebis in idem sangat tidak tepat. Pasal 76 Ayat 1 KUHP menyatakan seseorang tidak boleh dituntut dua kali atas perbuatan yang telah diadili dan mendapat putusan tetap. Namun, kasus ini belum pernah disidangkan, sehingga belum ada putusan tetap,” jelasnya.

Mantan ketua Panwaslu Palopo ini bahwa yang terjadi sebenarnya adalah kasus ini kadaluarsa karena aturan hukum pemilu hanya memberikan waktu 14 hari sejak penetapan tersangka untuk melanjutkan penyidikan. Menurutnya, tersangka yang dipanggil secara resmi tidak menghadiri panggilan, sehingga waktu penyidikan terbatas dan kasus berujung kadaluarsa.

"Kasus ini menjadi kedaluwarsa karena keterbatasan waktu, bukan karena alasan nebis in idem," tegas Hisma kepada, Rabu, 30 Oktober 2024.
Hisma juga menjelaskan bahwa laporan yang dibuat oleh pelapor, Surahman Dahyar dan Junaid, berbeda dari kasus sebelumnya. Laporan ini berfokus pada keabsahan legalisir ijazah Paket C yang diduga tidak sesuai aturan. Berdasarkan Permendikbud No. 29 Tahun 2014 Pasal 2 Ayat 5, fotokopi ijazah Paket C dan surat keterangan lainnya harus dilegalisir oleh dinas pendidikan setempat, bukan kepala sekolah.

“Fokus laporan kami adalah pada legalisir ijazah yang tidak sesuai aturan, bukan hanya status TMS (Tidak Memenuhi Syarat) menjadi MS (Memenuhi Syarat),” ungkapnya.
Jika Bawaslu tetap menolak laporan ini tanpa alasan yang kuat, Hisma mempertimbangkan untuk melaporkan Bawaslu Sulsel ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Dengan adanya legalisir oleh kepala sekolah, kami melihat ini sebagai pelanggaran yang harusnya diusut lebih lanjut,” tuturnya.

“Kami akan mempertimbangkan langkah hukum untuk membawa Bawaslu ke DKPP jika laporan ini tidak ditindaklanjuti dengan alasan yang tidak sesuai fakta hukum,” tegasnya.
Lanjut dia, karena ijazah ini digunakan untuk memenuhi persyaratan pencalonan kepala daerah, seharusnya aturan yang digunakan adalah Undang-Undang Pemilu yang bersifat khusus (lex specialis), bukan KUHP yang merupakan hukum umum.

"Menurut pelapor memang lebih dominan ke pelanggaran administrasi untuk menghindari PSU di Kota Palopo, dan hal ini sudah dijadikan temuan oleh Bawaslu dan sudah mengeluarkan rekomendasi," jelasnya.
Terpisah, praktisi hukum Palopo Syafruddin Jalal, mengatakan Bawaslu Sulsel sama sekali tidak bisa menolak laporan para pelapor. Alasannya, yang dilaporkan substansinya tidak sama persis
"Bukankah terjadi penambahan terlapor yakni Khaerana dan Widiiyanto.

Yang kedua, mereka (para pelapor) baru mengetahui peristiwa   dan langsung lapor sebelum 7 hari sejak mereka tidak mengetahui sehingga tidak  masuk kualifikasi daluarsa.
Seandainya pun daluarsa. Apa iya pelanggaran kaidah pemilu dan pilkada sama sekali tidak bisa lagi diproses," kata, lewat pesan whatsappnya.

Jika Bawaslu Sulsel mengatakan seperti itu maka mereka tidak paham mengenai semacam doktrin pengawasan pemilu.  Sebuah laporan yang tidak memenuhi syarat formal misalnya daluarsa masih bisa dijadikan temuan sepanjang memenuhi syarat materil misalnya ada terlapor, peristiwa jelas.

"Tapi sebelum diplenokan sebagai temuan maka terlebih dahulu dilakukan penelusuran layaknya infomasi awal. Kemudian hasil penelusuran dituangkan ke dalam Form A Pengawasan. Tapi untuk kasus Palopo tak perlu sejauh itu, semua sudah lengkap," katanya.

Kembali pada soal kasus di Palopo ini, Solusi atas kemangkiran para tersangka dapat dilakukan dengan peradilan in absentia. Dan ini sangat beralasan dilakukan sebab, para tersangka kompak mangkir hadiri panggilan. Sementara proses penanganan pelanggaran harus berjalan cepat.

"Sesungguhnya pentingnya dihadirkan tersangka dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan demi memenuhi hak tersangka dan terdakwa  dalam perspektif HAM. Tetapi lantaran mereka sendiri yang mangkir maka penegak hukum tak berkewajiban memenuhinya. Karena itu, peradilan terhadap trisal Tahir dan komisioner KPU Palopo Harus dijalankan. Masa' negara harus tunduk pada perilaku non kooperstif," tandas Jalal. (rul/idr)

  • Bagikan