Syafruddin Jalal Praktisi Hukum Palopo
Proses Pilkada Kota Palopo 2024 menghadapi tantangan serius terkait dugaan pemalsuan ijazah oleh salah satu calon wali kota, Trisal Ahmad. Rekomendasi diskualifikasi dari Bawaslu Palopo menjadi sorotan, terutama bagaimana KPU Palopo akan menindaklanjutinya. Ketua KPU Palopo, Irwandi Djumadin, menegaskan bahwa mereka wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, namun masih menunggu hasil kajian ahli sebelum membuat keputusan final.
Pendekatan Hati-Hati KPU dan Kewajiban Menindaklanjuti Rekomendasi Bawaslu
Pasal 139 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyatakan bahwa rekomendasi Bawaslu bersifat mengikat dan wajib ditindaklanjuti oleh KPU. Namun, wajib diingat bahwa tindak lanjut tidak berarti otomatis mengikuti rekomendasi tersebut. KPU memiliki wewenang untuk melakukan kajian mendalam, termasuk meminta pendapat ahli, sebelum mengambil keputusan dalam rapat pleno.
Pendekatan ini menunjukkan komitmen KPU untuk menjaga proses pilkada yang adil dan transparan. Namun, langkah ini harus disertai dengan penjelasan yang jelas mengenai siapa ahli yang dilibatkan dan kualifikasi mereka, sebagaimana diatur dalam prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Kekuatan Pembuktian dalam Hukum.
Dalam hukum pembuktian, ada prinsip bahwa alat bukti tertulis, seperti surat dari pejabat, memiliki kekuatan kuat jika dibuat oleh pihak berwenang sesuai prosedur. Namun, pendapat ahli juga memiliki peran penting, terutama dalam memberikan analisis teknis atau keahlian khusus yang diperlukan untuk menilai keabsahan suatu dokumen.
Ketika terdapat perbedaan antara dua alat bukti, seperti dalam kasus ini antara surat pejabat yang mengindikasikan pemalsuan ijazah dan pendapat ahli yang mungkin memberikan penilaian berbeda, prinsip yang berlaku adalah menilai kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti. Keputusan yang dibuat harus berdasarkan analisis yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Peran KPU dalam Menjaga Integritas Pemilu
Keputusan KPU Palopo akan menjadi tolok ukur dalam menjaga integritas pemilu di Kota Palopo. Jika KPU memutuskan tidak mendiskualifikasi Trisal-Ahmad, mereka harus memberikan justifikasi yang jelas, berbasis hukum, dan transparan kepada publik. Ini penting untuk memastikan bahwa keputusan tersebut tidak hanya sah di mata hukum tetapi juga diterima oleh masyarakat.
Menurut teori administrasi keadilan, keputusan yang diambil oleh lembaga penyelenggara pemilu harus mencerminkan kepatuhan terhadap hukum dan keadilan substantif. Artinya, keputusan tidak hanya dilihat dari sisi legalitas formal, tetapi juga bagaimana keputusan tersebut mendukung prinsip keadilan dan integritas proses pemilu.
Kesimpulan:
Dalam menghadapi rekomendasi Bawaslu, KPU Palopo memiliki tanggung jawab besar. Transparansi dalam proses, termasuk mengungkap identitas dan kualifikasi ahli, menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik. Keputusan akhir harus mencerminkan kajian mendalam yang tidak hanya mematuhi kaidah hukum tetapi juga menjaga keadilan dan integritas pemilu. Dengan demikian, KPU dapat memastikan bahwa proses pilkada berjalan dengan prinsip integritas, transparansi, dan akuntabilitas. (*)