Sinergi Santri dan Ulama dalam Menghadapi Tantangan Ekonomi di Era Globalisasi

  • Bagikan

OLEH : Wulandari Umar R

Globalisasi telah membawa perubahan besar dalam struktur ekonomi dunia. Salah satu dampak nyata dari proses ini adalah meningkatnya ketergantungan antarnegara dalam perdagangan, investasi, dan pertukaran tenaga kerja. Namun, globalisasi juga memunculkan tantangan yang signifikan bagi ekonomi lokal, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada usaha kecil dan menengah, seperti di Indonesia. Tantangan ini semakin diperburuk oleh krisis ekonomi yang terjadi secara global akibat pandemi COVID-19. Dampaknya sangat terasa pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi umat Islam di berbagai daerah di Indonesia. Banyak pelaku usaha yang mengalami penurunan pendapatan, bahkan tidak sedikit yang terpaksa gulung tikar karena kesulitan mempertahankan bisnisnya di tengah situasi ekonomi yang serba tidak menentu.
Dalam konteks ini, peran sinergis antara santri dan ulama menjadi sangat penting. Sinergi ini bukan hanya sekadar wacana, tetapi sebuah kebutuhan nyata di tengah tantangan besar yang dihadapi umat Islam dalam era globalisasi. Santri, sebagai generasi muda yang mewakili harapan masa depan, membawa keterampilan teknis yang relevan dengan tuntutan zaman. Mereka terdidik dalam berbagai disiplin ilmu modern, mulai dari teknologi, manajemen, hingga ekonomi. Di sisi lain, ulama memiliki peran sentral sebagai penjaga moralitas, sumber hikmah, dan panduan spiritual. Mereka memiliki otoritas moral dan pemahaman mendalam terhadap ajaran Islam yang telah teruji oleh waktu.
Kolaborasi ini, jika dilaksanakan dengan baik, akan menghasilkan sinergi yang luar biasa, di mana kekuatan teknis dan spiritual bersatu untuk menciptakan solusi yang komprehensif bagi pemberdayaan ekonomi umat. Dalam menghadapi gempuran globalisasi, banyak umat Islam terjebak dalam dilema antara mengikuti arus kapitalisme global atau tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip ekonomi syariah. Sinergi antara santri dan ulama diharapkan mampu memecahkan dilema ini dengan menciptakan model ekonomi berbasis syariah yang tidak hanya relevan di tingkat lokal, tetapi juga mampu bersaing di pasar global.
Selain itu, krisis ekonomi yang melanda dunia—seperti resesi global, krisis energi, dan dampak pandemi—telah memperparah kondisi ekonomi umat. Dalam situasi ini, kolaborasi yang solid antara santri dan ulama sangat berpotensi untuk menghadirkan solusi-solusi inovatif. Santri yang menguasai teknologi finansial (fintech) syariah, misalnya, dapat bekerja sama dengan ulama untuk menciptakan platform-platform ekonomi digital yang sesuai dengan hukum Islam, seperti sistem zakat online, wakaf produktif, dan crowdfunding syariah.
Ulama dengan otoritas moralnya akan memastikan bahwa model-model ekonomi ini tetap berpegang pada prinsip-prinsip maqashid syariah, yakni perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Hal ini sangat penting dalam menjaga integritas dan keberlanjutan sistem ekonomi syariah di tengah tantangan modernisasi yang kerap kali menggoda umat untuk menyimpang dari nilai-nilai keislaman.
Adapun contoh konkret: Pertama,pengembangan Fintech Syariah: Salah satu contoh sinergi ini dapat dilihat dari pengembangan fintech syariah di Indonesia. Banyak santri lulusan pesantren modern yang kini menguasai teknologi dan ekonomi bergabung dengan ulama untuk menciptakan platform-platform keuangan berbasis syariah. Salah satu contoh yang nyata adalah aplikasi zakat online, di mana pengguna bisa menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah mereka dengan mudah. Ulama berperan dalam memberikan bimbingan agar setiap transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sedangkan santri berperan dalam mengembangkan dan mengelola platform digitalnya. Kedua, koperasi Syariah Berbasis Pesantren: Sebuah contoh lain adalah pembentukan koperasi syariah yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam di berbagai pesantren. Koperasi ini tidak hanya bertujuan untuk menggerakkan roda ekonomi pesantren, tetapi juga membantu masyarakat sekitar. Santri dengan keterampilan manajerial dan bisnis mengelola koperasi tersebut, sementara ulama memastikan bahwa setiap kebijakan bisnis dan investasi yang dilakukan koperasi tetap berpegang teguh pada ajaran Islam. Misalnya, koperasi tersebut bisa menginvestasikan sebagian dananya pada usaha-usaha produktif seperti pertanian organik, yang sekaligus mengajarkan santri tentang kemandirian ekonomi berbasis alam.
Ketiga, wakaf produktif: Di beberapa daerah, ulama dan santri juga bekerja sama dalam memaksimalkan potensi wakaf produktif. Santri dengan keahliannya dalam bidang pertanian dan bisnis modern mengelola lahan wakaf untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian atau usaha-usaha lain yang dapat memberikan manfaat ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat. Sementara itu, ulama memberikan bimbingan agar segala kegiatan ekonomi tersebut berjalan sesuai dengan aturan syariah dan tetap menjaga niat wakaf sebagai amal ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.
Keempat, pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Syariah: Santri dan ulama juga dapat bersinergi dalam pelatihan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat luas, khususnya mereka yang terkena dampak krisis ekonomi. Santri dengan bekal pengetahuan praktis memberikan pelatihan mengenai keterampilan ekonomi seperti usaha mikro, keuangan syariah, dan manajemen usaha. Ulama, di sisi lain, memberikan landasan spiritual dan moral dalam setiap sesi pelatihan, mengingatkan peserta tentang pentingnya kejujuran, keadilan, dan keberkahan dalam setiap usaha ekonomi yang dilakukan. Kolaborasi ini tidak hanya membantu masyarakat keluar dari kemiskinan, tetapi juga mengokohkan nilai-nilai spiritual dalam praktik ekonomi sehari-hari.
Dengan adanya sinergi antara santri yang memiliki keterampilan teknis modern dan ulama yang memiliki otoritas moral serta pemahaman mendalam tentang ajaran Islam, diharapkan lahir model-model ekonomi berbasis syariah yang tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh di tengah tantangan globalisasi. Model ini akan mampu membawa umat Islam ke arah kemandirian ekonomi yang berkelanjutan dan bermartabat.
Dampak Pandemi COVID-19 dan Krisis Ekonomi terhadap Usaha Mikro dan Kecil : Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi juga menciptakan krisis ekonomi yang luas di seluruh dunia. Dampak ekonomi ini dirasakan sangat berat, khususnya oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi tulang punggung perekonomian. Di Indonesia, usaha mikro dan kecil yang sebagian besar dijalankan oleh masyarakat Muslim terkena imbas yang sangat parah. Bagi banyak UMKM, pandemi menjadi ujian berat yang menghantam mereka dari berbagai sisi—mulai dari penurunan daya beli masyarakat hingga pembatasan mobilitas, yang membuat akses ke pasar menjadi terbatas. Banyak di antara mereka mengalami penurunan drastis dalam omzet, penutupan sementara, hingga terpaksa menutup usaha secara permanen.
Lebih dari sekadar dampak langsung, pandemi ini juga memunculkan ketidakpastian yang terus membayangi ekonomi global, memperparah kondisi UMKM di Indonesia. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM Indonesia pada 2021 menunjukkan bahwa lebih dari 60% UMKM di Indonesia mengalami kesulitan likuiditas dan akses permodalan selama pandemi. Akses ke sumber daya keuangan menjadi semakin terbatas akibat lemahnya sistem perbankan dalam menyalurkan kredit kepada UMKM di masa-masa sulit ini, dan kebijakan pemerintah untuk memperketat pergerakan turut mempersulit kegiatan ekonomi. Dalam konteks ini, peran strategis pesantren menjadi semakin relevan dan krusial.
Di tengah krisis ini, pesantren, sebagai institusi yang memiliki akar kuat di masyarakat Muslim Indonesia, dapat mengambil peran baru yang lebih luas dari sekadar pusat pendidikan agama. Pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pemberdayaan ekonomi umat melalui pengembangan ekonomi berbasis syariah yang tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga beradaptasi dengan tantangan zaman. Dengan panduan moral dan etis yang kuat dari para ulama, pesantren bisa menjadi katalisator perubahan ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, yang menekankan keadilan, keberkahan, dan kesetaraan.
Ada beberapa peran Pesantren dalam Pemberdayaan Ekonomi:Pertama, Pengembangan Koperasi Syariah di Pesantren: Salah satu cara konkrit di mana pesantren dapat membantu mengatasi krisis ekonomi adalah dengan mendirikan koperasi syariah. Koperasi ini dapat menjadi sumber permodalan bagi usaha-usaha mikro dan kecil yang kesulitan likuiditas selama pandemi. Sebagai contoh, Pondok Pesantren Sidogiri di Jawa Timur telah mengembangkan koperasi syariah yang tidak hanya membantu ekonomi pesantren, tetapi juga masyarakat sekitar. Melalui koperasi ini, para pedagang kecil bisa mendapatkan pinjaman dengan skema syariah yang bebas dari unsur riba, sehingga memberikan solusi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.Dengan adanya koperasi syariah ini, pesantren bisa menjadi pusat penggerak ekonomi umat yang berkelanjutan. Santri yang terdidik dalam bidang ekonomi syariah juga bisa terlibat sebagai tenaga pengelola koperasi, sehingga memberikan mereka pengalaman nyata dalam mengelola bisnis yang etis dan sesuai syariah.
Kedua,digitalisasi Usaha Pesantren dan UMKM Berbasis Syariah: Salah satu tantangan utama yang dihadapi UMKM selama pandemi adalah keterbatasan akses pasar karena pembatasan mobilitas fisik. Dalam hal ini, pesantren dapat berperan dengan mendorong digitalisasi usaha bagi UMKM berbasis syariah. Santri, yang semakin terampil dalam teknologi digital, dapat membantu menghubungkan UMKM dengan platform perdagangan elektronik (e-commerce) dan memasarkan produk mereka melalui media digital. Misalnya, para santri bisa membantu UMKM memanfaatkan marketplace berbasis syariah yang mendukung transaksi halal. Pesantren Darunnajah di Jakarta, sebagai contoh, telah berinovasi dengan mengembangkan e-commerce berbasis syariah untuk membantu memasarkan produk-produk lokal dari lingkungan pesantren dan sekitarnya. Langkah ini membantu memperluas jangkauan produk UMKM dan memberikan alternatif bagi masyarakat Muslim yang ingin berbelanja secara syariah di tengah pandemi.
Ketiga, pelatihan Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah: Pesantren juga dapat berperan sebagai pusat pelatihan ekonomi kreatif bagi masyarakat. Pandemi telah memaksa banyak orang untuk berinovasi dan mencari cara baru dalam menjalankan bisnis, termasuk dalam industri kreatif. Pesantren dapat menyediakan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat dalam bidang-bidang seperti produksi makanan halal, busana Muslim, hingga pengembangan produk-produk lokal yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Santri yang terlatih dalam teknologi dan bisnis dapat menjadi mentor bagi pelaku usaha kecil untuk mengembangkan bisnis mereka dalam format yang lebih modern dan efisien.
Sebagai contoh, Pesantren Tebuireng di Jombang telah memulai program pemberdayaan ekonomi berbasis UMKM untuk memproduksi produk-produk lokal, seperti makanan dan pakaian Muslim, dengan memberikan pelatihan langsung kepada para santri dan masyarakat sekitar. Jika dikaitan dengan Isu-isu terkini krisis ekonomi akibat pandemi menyoroti kesenjangan akses permodalan yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia. Di sisi lain, sistem ekonomi konvensional yang banyak diadopsi oleh pelaku usaha sering kali kurang inklusif terhadap pelaku ekonomi kecil yang menjalankan bisnis sesuai syariah. Pandemi juga mempercepat digitalisasi di berbagai sektor, termasuk perdagangan, di mana masyarakat mulai lebih terbiasa bertransaksi secara online. Namun, pelaku UMKM, terutama yang berada di pedesaan dan kurang berpendidikan digital, kesulitan mengikuti perubahan ini.
Di sinilah peran pesantren menjadi sangat penting. Melalui pendidikan berbasis syariah, pesantren dapat mengajarkan prinsip-prinsip keadilan ekonomi yang bisa diterapkan di masa krisis. Pesantren dapat menjadi pusat pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas yang mendukung UMKM untuk bertahan di masa krisis dengan bantuan permodalan syariah, digitalisasi, dan pelatihan ekonomi kreatif.Di saat yang sama, isu kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang diperburuk oleh pandemi juga menyoroti pentingnya sistem ekonomi alternatif yang lebih adil. Ekonomi berbasis syariah yang ditawarkan pesantren bisa menjadi jawaban bagi masyarakat Muslim yang mencari model ekonomi yang lebih etis dan berkelanjutan.
Pengembangan Koperasi Syariah dan Ekonomi Mandiri di Pesantren ;Salah satu upaya nyata yang telah dilakukan oleh beberapa pesantren di Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi global adalah pengembangan koperasi syariah dan usaha berbasis masyarakat. Koperasi syariah di pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga keuangan yang menawarkan pinjaman tanpa riba, tetapi juga berperan dalam menggerakkan roda perekonomian lokal dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Contoh nyata dari inisiatif ini dapat dilihat di Pesantren Darussalam di Ciamis. Pesantren ini telah mengembangkan model ekonomi mandiri melalui sektor agribisnis dan peternakan. Santri di pesantren ini tidak hanya dibekali dengan ilmu agama, tetapi juga keterampilan praktis dalam mengelola bisnis pertanian dan peternakan. Usaha agribisnis yang dikelola oleh pesantren ini mencakup budidaya tanaman pangan, peternakan sapi, serta pengolahan produk pangan berbasis syariah. Model ekonomi ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi pesantren, tetapi juga bagi masyarakat sekitar yang terlibat dalam rantai produksi dan distribusi.
Melalui program ekonomi mandiri ini, pesantren Darussalam mampu menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan, di mana keuntungan dari bisnis digunakan untuk mendukung kegiatan pendidikan dan sosial di pesantren, sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat. Model ini menunjukkan bahwa pesantren dapat berperan sebagai agen perubahan sosial dan ekonomi, yang tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi umat.
Menurut kajian yang dilakukan oleh Fahmi (2022) dalam penelitian berjudul "Pemberdayaan Ekonomi Pesantren di Era Globalisasi," pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pemberdayaan ekonomi umat di Indonesia. Kajian ini menunjukkan bahwa pesantren, dengan sumber daya yang dimiliki, dapat menjadi motor penggerak ekonomi di daerah-daerah pedesaan, di mana mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian, perikanan, dan usaha kecil. Ulama yang memimpin pesantren memiliki peran penting dalam memberikan landasan etika bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, seperti larangan riba, praktik bisnis yang adil, dan kepedulian terhadap kesejahteraan sosial.
Selain itu, pesantren juga memiliki potensi untuk mengembangkan bisnis yang berorientasi pada kesejahteraan sosial (social enterprise), di mana keuntungan dari bisnis tidak hanya digunakan untuk kepentingan pesantren, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dalam model ini, santri dilatih untuk mengembangkan keterampilan kewirausahaan dan manajemen bisnis yang berkelanjutan, sehingga ketika mereka lulus dari pesantren, mereka tidak hanya siap menjadi pemimpin spiritual, tetapi juga mampu menjadi pelaku ekonomi yang kompetitif di era globalisasi.
Di era ekonomi digital saat ini, pesantren juga memiliki peluang untuk mengembangkan platform perdagangan berbasis syariah yang mampu menjangkau pasar yang lebih luas. Santri yang memiliki keterampilan dalam teknologi informasi dapat berperan dalam mengembangkan e-commerce berbasis syariah yang menawarkan produk-produk halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis Islami. Melalui platform ini, produk-produk yang dihasilkan oleh pesantren, seperti hasil pertanian, kerajinan tangan, atau produk makanan halal, dapat dipasarkan tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga ke pasar nasional bahkan internasional.
Ekonomi syariah, yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan, kebersamaan, dan keberlanjutan, menjadi solusi yang relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi. Dalam ekonomi syariah, kegiatan ekonomi tidak hanya dilihat dari sisi keuntungan material, tetapi juga dari aspek etika, spiritual, dan sosial. Ulama memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa model ekonomi yang dikembangkan tetap sesuai dengan ajaran Islam, sementara santri sebagai generasi penerus, memiliki tugas untuk mengimplementasikan model ekonomi tersebut dalam konteks yang lebih luas.
Di era globalisasi, konsep ekonomi syariah semakin mendapatkan perhatian, baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendorong pengembangan keuangan syariah melalui berbagai kebijakan, termasuk pendirian bank-bank syariah, asuransi syariah, dan pasar modal syariah. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi syariah memiliki potensi besar untuk berkembang di era globalisasi, asalkan didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas.
Dalam konteks pesantren, sinergi antara ulama dan santri dalam mengembangkan ekonomi syariah dapat menjadi salah satu solusi bagi tantangan ekonomi yang dihadapi umat Islam. Santri dapat dilatih untuk memahami prinsip-prinsip ekonomi syariah, seperti larangan riba, zakat, sedekah, dan wakaf, serta bagaimana prinsip-prinsip tersebut diterapkan dalam praktik bisnis sehari-hari. Selain itu, santri juga dapat didorong untuk mengembangkan inovasi dalam bidang ekonomi syariah, seperti fintech syariah, yang dapat memudahkan akses masyarakat Muslim ke layanan keuangan berbasis syariah.
Olehnya itu, dalam menghadapi tantangan ekonomi di era globalisasi, sinergi antara santri dan ulama sangatlah penting. Ulama, dengan otoritas moralnya, berperan sebagai pemandu dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam ekonomi, sementara santri, dengan keterampilan dan pemahamannya tentang teknologi modern, dapat menjadi agen perubahan yang membawa pesantren dan umat Islam ke arah yang lebih maju dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Melalui kolaborasi yang erat, pesantren tidak hanya mampu bertahan di tengah arus globalisasi, tetapi juga mampu berperan sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat yang memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.
Dengan pengembangan ekonomi berbasis syariah, pesantren dapat menjadi model bagi pembangunan ekonomi yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan material, tetapi juga pada kesejahteraan sosial dan spiritual. Hal ini sejalan dengan tujuan globalisasi yang diinginkan oleh umat Islam, yaitu terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan sosial, tanpa meninggalkan nilai-nilai agama yang menjadi fondasi kehidupan umat.

  • Bagikan