PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Pernyataan Muhammad Ramli Rahim (MRR), juru bicara Andalan Hati, kembali mencuat soal data pertumbuhan ekonomi Makassar dan Sulsel yang diklaim menunjukkan kejatuhan ekonomi Makassar di bawah Danny Pomanto dan kenaikan Sulsel di bawah Andi Sudirman.
Namun, mari kita telisik lebih dalam di balik klaim ini. Apakah data yang digunakan MRR benar-benar valid atau hanya pengalihan perhatian?
"Kekeliruan berpikir. Ini yang bisa disebut mencari pembenaran. Membandingkan sesuatu itu harusnya Apple to Apple. Jangan sampai cara kita baca data manipulatif, akhirnya tersesat dan malah menyesatkan masyarakat," tegas Asri Tadda, Juru Bicara Danny - Azhar (DiA), Selasa 12 November 2024.
Berikut 5 Kesalahan MRR Dalam Menerjemahkan Data BPS:
1. Ketidakkonsistenan dalam Rentang Data yang Digunakan
MRR membandingkan pertumbuhan ekonomi Makassar di bawah Danny Pomanto selama 10 tahun (2013-2023) dengan Sulsel di bawah Andi Sudirman dalam rentang kurang 3 tahun (2021-2023).
Ini jelas perbandingan yang tak seimbang, seperti membandingkan maraton dengan lari cepat.
Pembandingan ini dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru. Karena ekonomi membutuhkan waktu untuk menunjukkan stabilitas. Mengambil potongan kecil dari keseluruhan bisa membuat interpretasi data jadi melenceng.
Pembandingan semacam ini bisa mengaburkan penilaian yang objektif. Di sini letak kesalahan MRR dalam membaca data BPS.
2. Manipulasi dalam Penentuan Titik Awal dan Akhir Data
MRR menyebut bahwa kesuksesan cukup dilihat dari titik awal dan titik akhir—tapi apakah sesederhana itu?
Data tahunan untuk Makassar dan triwulanan untuk Sulsel menunjukkan ketidakadilan.
Tentu, rentang yang lebih pendek dapat menunjukkan fluktuasi yang tajam, apalagi ketika hanya diukur selama kurang 3 tahun, yang belum tentu mencerminkan tren jangka panjang.
Data kuartal dalam bentuk gambar grafik mungkin terlihat naik. Tapi menurut data akhir BPS, kenyataannya ekonomi Sulsel justru menurun di akhir kepemimpinan Andi Sudirman. 4,64 persen pada tahun 2021 dan menurun menjadi 4,51% pada 2023.
3. Klaim Ekonomi Makassar Menurun Sejak Danny Pomanto Jadi Wali Kota
MRR menuduh ekonomi Makassar menurun sejak Danny Pomanto menjabat sebagai wali kota—tetapi data berkata sebaliknya.
Selama periode pertama Danny Pomanto - Syamsu Rizal tahun 2014-2019, ekonomi Makassar menunjukkan tren positif: dari 7,39% (2014) hingga mencapai 8,79% di tahun 2019.
Jika klaim MRR benar, pertanyaannya, di mana letak penurunannya?
Saat Danny Pomanto kembali di periode kedua bersama Fatmawati Rusdi pada 2021, ekonomi Makassar bahkan menunjukkan peningkatan, mulai dari 4,47% (2021), 5,40% (2022), hingga 5,31% (2023).
Sebagai catatan, saat ekonomi Makassar menurun drastis di tahun 2020 akibat pandemi, Danny Pomanto sudah tidak menjabat sebagai Wali Kota Makassar, dan kendali sementara pemerintahan kota Makasssar dipegang oleh pemerintah provinsi Sulawesi Selatan.
4. MRR Klaim Ekonomi Sulsel Meningkat di Era Andi Sudirman
MRR mengklaim ekonomi Sulsel melesat di era Andi Sudirman, namun, ini sepertinya melupakan kenyataan bahwa Andi Sudirman sudah dilantik bersama Nurdin Abdullah sejak 2018.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi Sulsel terus menurun sejak 2017: dari 7,21% menjadi 7,04% (2018), 6,91% (2019), hingga turun drastis di angka negatif -0,71% pada 2020 karena pandemi.
Setelah 2021, memang pertumbuhan ekonomi Sulsel mulai positif (4,64 persen). Tapi perlu diingat, pertumbuhan positif ini diduga kuat bagian dari pemulihan pasca-pandemi, bukan pencapaian mutlak dari kebijakan Andi Sudirman.
Terbukti pada tahun 2023, ekonomi Sulsel dibawah kepemimpinan Andi Sudirman justru menurun ke posisi 4,51%.
Perlu ditegaskan, bahwa kontribusi Makassar dalam trend pertumbuhan ekonomi Sulsel, sangat signifikan. Sekitar 36-39 persen, PDRB Sulsel ditopang oleh Kota Makassar.
"Kalau tak ada Makassar, ekonomi Sulsel bakal terbenam jauh ke dasar. Apalagi jika kinerja Gubernurnya amburadul, bukan padat karya tetapi padat utang," kata Asri.
Tambahan untuk MRR, Andi Sudirman saat menjadi gubernur tidak pernah pertumbuhan ekonomi Sulsel mencapai angka 8 persen untuk periode tahunan.
5. Mengabaikan Peran Andi Sudirman sebagai Kepala Daerah sejak 2018
Aneh, MRR mengesampingkan peran Andi Sudirman sebagai kepala daerah sejak 2018. Ia hanya menyoroti data dari 2021, seolah ingin menampilkan Andi Sudirman hanya berperan dalam pemulihan ekonomi Sulsel. Padahal, sejak 2018, pertumbuhan ekonomi sudah mengalami penurunan.
“Saya bisa mengerti beratnya beban di pundak Kanda MRR sebagai Jubir Andalan Hati. Jadi, kesalahan berpikir begini bisa kita maklumi,” kata Asri Tadda.
Karena itu, setiap pernyataan MRR perlu dikaji lebih mendalam. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Pembandingan data harus dilakukan secara objektif dan mempertimbangkan konteks yang lebih luas.
Selain itu, penting untuk melihat indikator-indikator lain selain pertumbuhan ekonomi untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang kinerja suatu pemerintahan.
"Hanya saja, kita sangat sayangkan hal ini. Pak ASS juga kerap salah data di debat, ini Jubirnya juga melakukan hal yang sama. Padahal Pilkada ini harusnya bisa jadi ajang pembelajaran bagi publik. Ayo berikan data dan fakta yang benar, jangan paballe-balle kodong. Kasihan rakyat," pungkas Asri. (*/pp)