Stop Normalizing Money Politic

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Fathan Muharram yang kerap disapa Fathan/Aan, merupakan salah satu mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UINAM asal Kab. Luwu.

Aktif dalam dunia organisasi baik internal dan eksternal kampus, khususnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Forum Lingkar Pena (FLP). Fathan, memberikan pendapat mengenai kontestasi Pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 November 2024 nanti.

Menurut Fathan kepada Palopo Pos, Senin, 18 November 2024, dalam kontestasi Pilkada serentak tahun ini kita bisa melihat potret SDM dalam suatu daerah di negeri kita. Apapun hasil dari kontestasi pilkada di tanggal 27 November 2024 nanti, tentu akan mencerminkan kualitas sumber daya manusia di dalam daerah tersebut.

Dan tidak heran, mengapa Indonesia sampai hari ini tetap menjadi negara berkembang, karena bagaimanapun nasib suatu daerah tergantung dari masyarakat daerah itu sendiri. Ketika kebanyakan masyarakat di daerah tersebut tidak mau merubah nasib daerahnya melalui cara menentukan kriteria calon pemimpin, maka perputaran ekonomi, politik dan sistem demokrasi akan seperti itu saja tanpa ada peningkatan walaupun dalam skala yang kecil.

Fathan melanjutkan bahwa, kemenangan itu tidak diraih dengan tingginya jumlah suara oleh salah satu paslon. Tapi kemenangan itu diraih saat kita menentukan langkah pertama dan cara untuk mencapai kemenangan itu dengan cara yg baik dan bersih dari money politik.

Money politic, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa hal ini merupakan perbuatan melawan hukum, sebagaimana yang terutuang di dalam UU Pilkada Pasal 187A ayat satu (1) disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
 
Ayat dua (2) pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dalam hal ini peran Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan kesadaran masyarat, tentu menjadi hal yang paling urgent demi terciptanya pilkada damai dan tanpa money politik. Dengan menolak money politik menjadi langkah awal bagi masyarakat di setiap daerah bahwa suara mereka yang akan menentukan nasib daerahnya selama lima tahun yang akan datang tidak bisa dibeli.

Sebab, ada ‘’kekuatan’’ yang sangat mudah membuat kita jatuh dan menjadi rapuh. Dan ada ‘’kekuatan’’ yang juga akan sangat mudah membuat kita menjadi permata yang berharga. Semua orang mengharapkan kontestasi pilkada damai dan tanpa money politik, karena pada akhirnya kebenaran akan selalu menemukan jalan. Keburukan dan kecurangan pada akhirnya akan tenggelam bersama dengan pelakunya.

Bagaimanapun juga Kebenaran akan selalu tumbuh berbeda di setiap kepala sehingga menjadikannya trofi paling menarik untuk diperebutkan sepanjang peradaban manusia. "Salam Pilkada damai 2024. Salam Pilkada tanpa money politik,'' tandas Fatan. (ikh)

  • Bagikan