PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) Kantor Wilayah Sulawesi Maluku menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) guna memperdalam pemahaman terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 55 Tahun 2024.
Khususnya dalam pemanfaatan Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Reboisasi untuk sektor kehutanan. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai perwakilan pemerintah daerah di wilayah Sulawesi dan Maluku, baik secara langsung maupun daring.
Acara ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan DBH Dana Reboisasi sebagai bentuk dukungan perlindungan sosial ketenagakerjaan, yang diharapkan mampu mencegah kemiskinan di kalangan pekerja kehutanan yang rentan.
Acara ini didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Peraturan terbaru ini memperluas cakupan penggunaan DBH Dana Reboisasi untuk mendukung berbagai kegiatan strategis, termasuk perlindungan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja informal di sektor kehutanan.
Menurut data KLHK, lebih dari 25.000 desa di sekitar kawasan hutan berada dalam kondisi kemiskinan, dan mayoritas penduduknya menggantungkan hidup pada sektor kehutanan.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Palopo, Mu'minati menyampaikan, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen memberikan perlindungan bagi pekerja kehutanan melalui Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, dengan dukungan pemerintah daerah serta KLHK, Kemenkeu, dan Kemendagri.
''Kami optimis kesejahteraan pekerja sektor kehutanan dapat terjamin secara berkelanjutan agar para pekerja dapat selalu kerja keras bebas cemas karena sudah dilindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan,” jelas Mu'minati.
Dalam sambutannya, Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Sulawesi Maluku, Mintje Wattu, menekankan pentingnya DBH Dana Reboisasi sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja kehutanan. “Program ini bukan sekadar perlindungan sosial, tetapi langkah nyata untuk memberikan ketenangan dan jaminan bagi para pekerja dan keluarganya yang berhadapan dengan risiko pekerjaan tinggi. Kami berharap DBH Dana Reboisasi dapat menjadi bantalan sosial yang memberi kepastian bagi mereka yang berpenghasilan tidak tetap,” ujar Mintje Wattu.
BPJS Ketenagakerjaan juga memaparkan berbagai manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan yang disediakan bagi pekerja kehutanan, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Program JKK memberikan perlindungan menyeluruh bagi pekerja, termasuk perawatan medis tanpa batas biaya sesuai kebutuhan, serta santunan cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja. Sementara itu, JKM memberikan bantuan finansial bagi ahli waris jika pekerja meninggal bukan karena kecelakaan kerja, serta beasiswa pendidikan bagi dua anak hingga jenjang S1.
Kemenkeu juga menekankan bahwa optimalisasi penggunaan DBH Dana Reboisasi pada tahun 2024 diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan berbagai kegiatan lingkungan dan sosial, seperti rehabilitasi hutan, pengendalian kebakaran hutan, dan perlindungan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja kehutanan. Kebijakan ini ditujukan untuk menciptakan mekanisme jaminan sosial berkelanjutan serta memperkuat perlindungan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Mintje Wattu menambahkan, Kolaborasi antara pemerintah daerah, KLHK, dan BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan langkah nyata untuk menjamin kesejahteraan pekerja sektor kehutanan.
''Kami berharap, dengan dukungan semua pihak, perlindungan sosial ini dapat terlaksana dengan baik dan memberikan manfaat besar bagi pekerja serta keluarganya,'' tuturnya.
Dengan keterlibatan aktif dari pemerintah daerah di Sulawesi dan Maluku serta dukungan KLHK, Kemendagri, dan Kemenkeu, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menciptakan perlindungan sosial ketenagakerjaan yang lebih luas dan efektif bagi para pekerja di sektor kehutanan.(rhm)