Pemilu yang Jujur dan Adil, Pilar Demokrasi yang Kuat

  • Bagikan

Dr. Drs. Baso Sulaiman, M.Si
( Dosen Stisip Veteran Palopo/ Mantan Kepala Kesbang Politik Kota Palopo)

PEMILIHAN umum (pemilu) yang jujur dan adil adalah fondasi penting dalam sistem demokrasi. Pemilu memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin serta wakil yang dipercaya mampu menjalankan pemerintahan dan mewakili kepentingan mereka.

Kejujuran dan keadilan dalam pelaksanaan pemilu memastikan legitimasi pemerintahan yang terbentuk dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi.

Penyelenggaraan pemilu memerlukan biaya yang sangat besar, yang diambil dari anggaran negara. Pengeluaran ini mencakup berbagai kebutuhan, seperti logistik, Penyelenggaraan pemilu membutuhkan logistik dalam jumlah besar, seperti pencetakan surat suara, pembangunan tempat pemungutan suara (TPS), hingga distribusi peralatan pemilu ke seluruh pelosok negeri, termasuk daerah terpencil.

Teknologi, Dalam era modern, pemilu sering melibatkan teknologi seperti sistem elektronik untuk penghitungan suara dan registrasi pemilih.

Pengadaan perangkat ini memerlukan anggaran yang signifikan.Perekrutan dan Pelatihan Petugas Pemilu Jutaan petugas pemilu direkrut dan dilatih untuk memastikan proses berjalan sesuai aturan.

Setiap petugas menerima honorarium, sehingga jumlah biaya meningkat seiring besarnya jumlah TPS dan wilayah yang dilayani.Keamanan Pemilu melibatkan banyak pihak dan sering kali berlangsung di tengah situasi politik yang sensitif.

Biaya untuk memastikan keamanan selama proses pemilu, seperti mengerahkan aparat keamanan ke lokasi rawan, juga menjadi komponen besar anggaran.

Kampanye Edukasi Pemilih Untuk meningkatkan partisipasi dan memastikan pemilih memahami proses pemilu, pemerintah sering mengalokasikan anggaran untuk program sosialisasi dan edukasi, termasuk melalui media massa dan kampanye di lapangan.

Meski biaya pemilu tinggi, pemilu tetap menjadi kebutuhan fundamental dalam demokrasi. Oleh karena itu, pengelolaan anggaran yang bijak, transparan, dan efisien sangat penting untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dihabiskan benar-benar bermanfaat bagi negara dan rakyat.

Dengan pengelolaan yang baik, pemilu tidak hanya menjadi alat politik, tetapi juga investasi untuk membangun pemerintahan yang sah dan dipercaya masyarakat.

Namun demikian usaha mewujudkan pemilu yang jujur dan adil masih menghadapi beberapa tantangan al :

Praktik politik uang:

Suap kepada pemilih atau pihak lain untuk memengaruhi hasil pemilu.Tekanan dan intimidasi: Pemilih atau kandidat sering menghadapi tekanan dari pihak tertentu untuk mengubah pilihan mereka.

Kelemahan institusi pemilu:

Jika lembaga penyelenggara tidak independen, proses pemilu menjadi rentan terhadap manipulasi.
Politik uang menjadi salah satu hambatan utama dalam menciptakan pemilu yang jujur dan adil.

Praktik ini biasanya berupa pemberian uang, hadiah, atau janji tertentu kepada pemilih atau pihak terkait untuk memengaruhi hasil pemilu.

Dampak:

Politik uang mencederai prinsip kesetaraan dalam pemilu karena memprioritaskan kepentingan kandidat tertentu yang memiliki sumber daya besar, bukan berdasarkan kualitas atau visi-misi mereka. Selain itu, praktik ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi.

Penyebab:

Kurangnya pendidikan politik, tingkat kemiskinan yang tinggi, serta budaya politik yang masih permisif terhadap suap adalah faktor utama yang memperparah politik uang.

Solusi:

Diperlukan pengawasan ketat dari lembaga penyelenggara dan masyarakat, penerapan sanksi tegas terhadap pelaku, serta peningkatan edukasi pemilih untuk menolak politik uang.

Sebagai bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) seharusnya mencerminkan nilai-nilai luhur agama dan moral yang menjadi pedoman hidup masyarakat.

Pemilu bukan sekadar proses politik untuk memilih pemimpin, tetapi juga bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual dalam menjaga keadilan, kebenaran, dan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keimanan dan Ketakwaan sebagai Landasan Penyelenggaraan Pemilu

(1) Menjunjung Tinggi Kejujuran

Keimanan menuntut setiap individu, baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih, untuk berpegang pada prinsip kejujuran. Kejujuran ini harus tercermin dalam semua tahapan pemilu: Penyelenggara tidak memihak atau memanipulasi proses, Peserta pemilu tidak menggunakan cara-cara curang, seperti politik uang atau fitnah, Pemilih memberikan suara berdasarkan hati nurani, bukan karena tekanan atau imbalan.

(2) Mewujudkan Keadilan

Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan pentingnya menegakkan keadilan. Dalam konteks pemilu, keadilan berarti memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada semua peserta dan pemilih: Tidak ada diskriminasi terhadap kelompok tertentu dalam proses pendaftaran pemilih atau pencalonan, Proses penghitungan suara dilakukan secara transparan untuk memastikan hasil yang mencerminkan kehendak rakyat

(3) Menghindari Perilaku yang Bertentangan dengan Moral Agama.

Sebagai bangsa yang bertakwa, perilaku seperti politik uang, intimidasi, penyebaran hoaks, dan fitnah tidak seharusnya terjadi dalam pemilu. Tindakan tersebut melanggar nilai-nilai agama dan mengorbankan integritas demokrasi.

Tanggung Jawab Setiap Pihak dalam Mengimplementasikan Nilai Keimanan

(1) Penyelenggara Pemilu Lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bekerja dengan jujur, transparan, dan profesional. Dengan berpegang pada nilai-nilai moral, mereka harus memastikan semua proses berjalan sesuai aturan dan tidak tunduk pada tekanan politik.

(2)Peserta Pemilu ,Para calon pemimpin dan partai politik harus menunjukkan sikap berintegritas, bermartabat, tidak menyebarkan kebencian,

(3) Pemilih Pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat memiliki tanggung jawab moral untuk menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana. Memilih berdasarkan kriteria kejujuran, kompetensi, dan visi calon adalah bentuk pengamalan iman dan takwa dalam konteks pemilu.

Penutup

Hidup di dunia adalah fase yang sementara, seperti perjalanan singkat menuju kehidupan abadi di akhirat. Dalam Islam, kehidupan duniawi dipandang sebagai ujian yang akan menentukan nasib seseorang di akhirat kelak. Setiap aktivitas, memiliki konsekuensi yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari kiamat.

Oleh karena itu, kesadaran akan kefanaan hidup dan tanggung jawab di akhirat menjadi dasar untuk menjalani kehidupan dengan penuh kehati-hatian dan ketaatan kepada Allah.

Dunia ini Fana dan Tidak Kekal .

Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara yang penuh dengan ujian. Segala kesenangan, kekayaan, dan jabatan hanyalah titipan yang suatu saat akan berakhir. Firman Allah dalam Surah Al-Hadid (57:20) menjelaskan: “Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan, bermegah-megahan di antara kamu, serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan.”

Kesempatan untuk Berbuat Kebaikan

Meskipun dunia sementara, kehidupan ini adalah kesempatan bagi manusia untuk mengumpulkan bekal berupa amal baik yang akan dibawa ke akhirat. Allah memberikan kebebasan bagi manusia untuk memilih jalan hidup, tetapi setiap pilihan akan dipertanggungjawabkan.

Pertanggungjawaban di Hari Akhir

Hari Kiamat sebagai Hari Pengadilan Di akhirat nanti, semua manusia akan dihadapkan pada pengadilan Allah untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya.

Tidak ada satu pun amal, baik yang besar maupun kecil, yang luput dari catatan-Nya. Allah berfirman dalam Surah Az-Zalzalah (99:7dan 8):“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”

Amal Sebagai Penentu Nasib di Akhirat

Perbuatan baik dan buruk selama di dunia akan menjadi penentu nasib seseorang di akhirat, apakah masuk surga atau neraka. Oleh karena itu, setiap aktivitas di dunia harus dilakukan dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan ajaran Allah.

Prinsip Hidup yang Harus Dipegang

Berpegang Teguh pada Iman dan Amal Shalih

Menyadari bahwa hidup hanya sementara, seseorang harus selalu beriman kepada Allah dan menjalankan amal shalih.

Amal ibadah seperti shalat, zakat, puasa, dan haji, serta perbuatan baik kepada sesama manusia menjadi bekal utama.

Menjauhi Larangan Allah Manusia harus menjaga dirinya dari perbuatan dosa seperti mencuri, berbohong, berbuat zalim, atau menipu, karena semua itu akan diperhitungkan di akhirat.

Memanfaatkan Waktu dengan Bijak

Waktu adalah salah satu nikmat yang sangat berharga, dan tidak ada kesempatan untuk kembali. Rasulullah SAW bersabda: “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Hikmah dari Kesadaran Akan Hidup
Sementara Menguatkan Ketakwaan

Kesadaran bahwa hidup ini sementara membuat seseorang lebih bertakwa dan menjaga amal perbuatannya.

Meningkatkan Amal Kebaikan

Seseorang yang menyadari bahwa semua akan dipertanggungjawabkan akan termotivasi untuk memperbanyak amal kebaikan, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia

Mengurangi Cinta Dunia Berlebihan

Seseorang yang memahami kefanaan dunia tidak akan terjebak dalam ambisi materi yang berlebihan, melainkan fokus pada tujuan akhir, yaitu ridha Allah dan surga-Nya.

Kesimpulan

Pemilu yang jujur dan adil hanya dapat terwujud apabila seluruh elemen bangsa, baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih, menjalankan prosesnya dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai-nilai ini menjadi landasan moral yang mendorong kejujuran, keadilan, dan integritas dalam setiap tahap penyelenggaraan pemilu. Dengan berpegang pada prinsip ini, pemilu tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga mencerminkan etika dan tanggung jawab spiritual bangsa. (*)

  • Bagikan