PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — “Luar biasa sekali,” kalimat itu diucapkan Dinar menggambarkan pendakian Gunung Balease. Gunung yang bagi pendaki dianggap sebagai rute tersulit dan terpanjang di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Anggapan itu dibenarkan Dinar. Pendaki perempuan asal Purwakarta, Jawa Barat itu telah mendaki berbagai gunung di Indonesia. Ia bahkan pernah mendaki Gunung Leuser di Aceh, tapi dibanding Balease, Dinar menyebut jalur Balease lebih berat.
“Dulu saya kira Leuser itu panjang dan berat, tapi ternyata ketika Dinar datang kesini, jalurnya lebih sadis daripada Leuser, bahkan juga lebih parah dari gunung sebelumnya yang Dinar pernah kunjungi.”
Selain mendaki, Dinar juga aktif dalam kegiatan outdoor lain sekaligus sebagai konten kreator.
Perjalanannya selalu ia bagikan melalui Instagram @dinarvalentine yang sudah tembus 45,2 ribu pengikut, dan YouTube Dinar Valentine Delique 7,23 ribu subscriber.
Nama lengkapnya adalah Shinta Valentine Delique. Perempuan yang lahir di Purwakarta, 10 Februari 1990 itu kini bagian dari merek outdoor, Consina. Brand lokal yang mendukung perjalanannya ke Gunung Balease.
Pendakian gunung setinggi 3.016 MDPL itu dalam rangka Peringatan Hari Sumpah Pemuda sekaligus event Consina Karoue Expedition Sulawesi.
Ekspedisi itu diikuti lintas generasi, dari tahun 70, 80, 90, dan 2000. Juga lintas komunitas yang diikuti oleh beberapa lembaga dari wilayah Makasar, Manado, Morowali, Luwu Timur, Enerekang, Jawa Tengah, Maluku, hingga Tangerang.
“Saya sendiri dari Consina. Ada juga kawan yang sudah seven summit, tim SAR, bahkan pendaki pendaki senior ada di dalamnya,” ucapnya.
Memulai Langkah
Pendakian dimulai dari Desa Bantimurung, Kecamatan Bone-Bone, Kabupaten Luwu Utara. Saat tiba di sana, Dinar dan tim yang terdiri dari 19 orang tidak langsung memulai langkah mendaki Gunung Balease.
“Percaya ga percaya, memang sebelum pendakian kami harus bermalam di sungai bantimurung, untuk mappatabe (Minta ijin/Permisi), dan katanya lebih baik lagi minum air sungainya,” kata Dinar.
Pendakian dimulai pada 21 Oktober 2024 dengan ketinggian 25 Mdpl. Saking jarangnya dilalui pendaki, jalur pendakian sebagian sudah tertutup.
“Rimbun, jarangnya pendaki yang datang. Kabarnya bisa 1 tahun sekali, jadi jalur otomatis tertutup. String line yang terpasang sebelumnya pun sudah tertutup lumut dan ranting-ranting, jadi kami harus teliti dan jeli melihat petunjuk jalur,” tuturnya.
Jalurnya, kata dinar sangat menantang. Bukan hanya rimbun, pohon hingga duri pun merintangi perjalanan.
“Di jalur banyak sekali duri rotan, yang bisa melukai tangan atau anggota badan, banyak pohon-pohon melintang, banyak tanjakan yang terjal, tangan kita harus sejajar dengan kaki, ga jarang kami merangkak, berlutut, bahkan memanjat, seperti diksar.”
Karena jalur yang panjang dan berat itu, tim biasanya tidur di hutan terbuka tidak menggunakan tenda. Hanya flying camp dan tidur berhimpitan.
“Ga jarang juga kami flying camp beratapkan flysheet saja, karena keterbatasan area sehingga tidak bisa mendirikan tenda, jadi kami tidur berhimpitan,” ucapnya.
Butuh satu pekan bagi Dinar dan tim untuk tiba di Puncak Tolangi. Tepatnya pada 28 Oktober. Lalu di Puncak Balease 29 Oktober.
Kemudian kembali ke Lembah Waru 1 November, dan kembali ke pintu rimba Tamboke 3 November. Selama 14 hari perjalanan, Dinar dan tim hanya mengandalkan tadahan air hujan.
Di jalur pendakian, tidak ada mata air yang dilalui. Air tadahan itu ada di tiap pos dalam wadah ember atau botol yang disiapkan pendaki sebelumnya.
“Tadahan yang sudah berlumut,” kata Dinar. Karenanya tiap ingin memasak, air itu mesti disaring terlebih dahulu.
“Estimasi pendakiannya 1 hari hanya bisa 1 pos saja, itu yang membuat pendakian ini jadi lama,” tambah Dinar.
Tips Mendaki Balease
Pendakian Balease, bagi Dinar merupakan pengalaman yang tk terlupakan. Jalur yang panjang dan berat, membutuhkan persiapan yang matang.
"Pertama, harus diperhatikan adalah dengan siapa kita mendaki ke gunung Balease, karena gunung ini jarang sekali dikunjungi, jadi jelas jalur sangat tertutup,” ucapnya.
Kedua, kesiapan fisik dan mental juga merupakan modal. Karena pendakian dengan jalur panjang, mengharuskan keadaan harus prima.
“Ketiga, karena minimnya sumber air, kita harus bisa memanajemen air, wajib banget bawa water filter. Karena nantinya kita hanya memanfaatkan air tadahan, bahkan kemarin sempat menggali lubang untuk memenuhi kebutuhan air minum dan memasak,” terangnya.
“Yang terakhir buatlah ROP ( rencana operasi perjalanan) sedetail mungkin,” tandasnya.(fajar)