Astaga! Korbannya Belasan Orang Tetapi Minta Simpati Publik, Agus Buntung Disebut Playing Victim

  • Bagikan
Tangkapan Layar media sosial X.

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Pendamping korban, Andre Safutra, menanggapi pernyataan tersangka Agus Buntung yang meminta simpati publik, termasuk dengan menyebut nama Presiden Prabowo.

Dikatakan Andre, apa yang disampaikan tersangka berbeda dengan kesaksian yang diberikan oleh korban.

"Itu kan hal dari tersangka itu sendiri untuk menjelaskan kepada publik. Tapi dari versi yang kami terima dari keterangan korban itu berbeda," ujar Andre dikutip dalam wawancaranya di stasiun TV Swasta, Kamis (5/12/2024).

Andre menyoroti klaim tersangka yang menyebut keterbatasan fisiknya, seperti tidak bisa menggunakan baju atau motor.

"Misalnya ketika tersangka menjelaskan tidak bisa menggunakan baju, celana, menggunakan motor misalnya, dari informasi yang kami temukan, tersangka produktif dalam melakukan kegiatan kesehariannya," sebutnya.

Berdasarkan informasi korban, tersangka diduga menggunakan jari kakinya untuk membuka pakaian korban, yang menjadi salah satu bukti adanya pelanggaran.

"Terutama dalam spesifik kasus yang dilaporkan. Memang (tersangka) menggunakan jari kakinya membuka laging korban," lanjut Andre.

Andre memahami bahwa Agus Buntung sedang melakukan playing victim, sebuah perilaku yang selalu merasa dirinya adalah korban dan menyalahkan pihak lain atas segala masalahnya.

"Apa yang disampaikan tersangka ini kami pahami sebagai playing victim," bebernya.

Andre juga menyebut bahwa mayoritas dugaan tindakan pemerkosaan terjadi di tempat yang sama, yakni sebuah penginapan.

"Hampir semua (dugaan pemerkosaan) dilakukan di tempat yang sama, penginapan itu. (Semua penjaga homestay) Mengetahui itu," Andre menuturkan.

Para penjaga penginapan disebut mengetahui aktivitas tersangka, tetapi tidak melakukan pengawasan.

"Dari keterangan yang kami terima dari korban, ketika tersangka diminta diantar ke salah satu penginapan, sampai di penginapan korban diminta untuk membayar ke resepsionis Rp50 ribu," tambahnya.

Kata Andre, ancaman verbal dan intimidasi menjadi senjata utama tersangka untuk memaksa korban mematuhi perintah.

"Ketika korban dalam keadaan takut oleh intimidasi tadi, kemudian korban berpikir kenapa dari pihak penginapan tidak mempertanyakan kedatangan kami," imbuhnya.

"(Ancamannya) Hampir sama yang dilakukan oleh tersangka dengan mengeluarkan kalimat-kalimat yang kasar dan kata-kata kurang pantas," kuncinya. (fajar)

  • Bagikan