Oleh : Wulandari
(Mahasiswa KPI Pascasarjana IAIN Palopo)
Dalam era globalisasi, interaksi antarmanusia menjadi lebih kompleks dan intens dengan adanya teknologi digital yang mempertemukan berbagai budaya, nilai, dan keyakinan. Komunikasi Islam sebagai bagian dari dakwah dan penyebaran nilai-nilai universal menghadapi tantangan baru, terutama dalam memahami dan mengelola emosi baik pada diri komunikator maupun komunikan. Literasi emosional menjadi penting untuk menciptakan komunikasi yang efektif, harmonis, dan inklusif dalam menyampaikan pesan Islam tentunya.
Literasi emosional, menurut Goleman (1995) dalam bukunya Emotional Intelligence, adalah kemampuan seseorang mengenali, memahami, dan mengelola emosi dirinya serta memahami emosi orang lain. Kemampuan ini mencakup kesadaran diri, pengaturan diri, empati, dan keterampilan sosial. Dalam komunikasi Islam, literasi emosional berfungsi sebagai landasan untuk menciptakan hubungan yang penuh kasih, berempati, dan tidak menimbulkan konflik di dalamnya.
Komunikasi Islami yang efektif harus mampu menjangkau hati dan pikiran audiens. Al-Qur'an dan Hadis juga menekankan pentingnya pengendalian emosi dalam interaksi. Misalnya, dalam QS. Ali Imran: 159, Allah berfirman:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu." Ayat ini menekankan pentingnya kelembutan dan pengendalian emosi dalam berkomunikasi, terutama dalam konteks dakwah.
Globalisasi telah membawa tantangan baru dalam komunikasi, termasuk maraknya konflik di media sosial, berita hoaks, dan ujaran kebencian. Banyak individu atau kelompok menyampaikan dakwah atau pendapat tanpa mempertimbangkan dampak emosional pada audiens. Contoh nyata adalah penyebaran konten yang bersifat menghakimi atau provokatif, yang sering kali justru menimbulkan resistensi atau perpecahan.
Studi yang dilakukan oleh Pew Research Center (2023) menunjukkan bahwa lebih dari 60% pengguna media sosial merasa stres akibat konten yang mereka konsumsi, termasuk konten keagamaan yang disampaikan dengan nada emosional negatif. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi Islam yang tidak memperhatikan literasi emosional dapat berdampak kontraproduktif terhadap tujuan dakwah itu sendiri.
Pentingnya Literasi Emosional dalam Komunikasi Islam
- Menghindari Konflik
Literasi emosional membantu komunikator memahami audiens mereka, baik dari segi kebutuhan emosional maupun kondisi psikologisnya. Dalam teori komunikasi interpersonal, menurut Devito (2019), pengendalian emosi menjadi salah satu faktor utama keberhasilan komunikasi, karena pesan yang disampaikan dengan empati cenderung lebih diterima. Dalam konteks komunikasi Islam, pendekatan ini sangat relevan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat memicu konflik. - Membangun Hubungan Harmonis
Rasulullah SAW memberikan contoh terbaik dalam hal ini. Dalam Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah tidak pernah berbicara dengan nada keras atau menyakiti hati orang lain. Akhlak beliau menunjukkan betapa pentingnya literasi emosional dalam membangun hubungan harmonis, bahkan dengan mereka yang berbeda keyakinan. - Menjangkau Generasi Digital
Dalam era digital, dakwah harus menyesuaikan diri dengan karakteristik generasi muda yang lebih emosional dan sensitif terhadap konten. Literasi emosional memungkinkan penyampaian pesan Islam secara kreatif dan relevan tanpa kehilangan esensi nilai-nilai keislaman. Misalnya, pendekatan melalui cerita inspiratif yang menggugah emosi positif lebih efektif dibandingkan retorika yang keras.
Integrasi Literasi Emosional dalam Komunikasi Islam. Pertama, Pelatihan Empati bagi Da’i, Da’i dan pendakwah perlu dilatih untuk memahami kondisi emosional audiens mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan komunikasi interpersonal berbasis psikologi Islami, yang mengintegrasikan nilai-nilai Al-Qur'an dengan teori psikologi modern. Kedua, Penggunaan Bahasa yang Lembut dan Bijak. Bahasa adalah alat utama dalam komunikasi. Pendekatan komunikatif yang menggunakan bahasa lembut sesuai dengan QS. Thaha: 44: "Maka berbicaralah kamu berdua kepada dia dengan kata-kata yang lemah lembut."
Ketiga,Pemanfaatan Media Digital dengan Pendekatan Positif .Dalam media sosial, pesan dakwah dapat disampaikan dengan narasi yang memotivasi, menginspirasi, dan mendukung, daripada menekankan hukuman atau kritik. Keempat,Mencontoh Keteladanan Rasulullah SAW Literasi emosional Rasulullah adalah teladan yang sempurna. Beliau menunjukkan kelembutan, kasih sayang, dan empati dalam setiap bentuk komunikasi. Hal ini dapat menjadi panduan utama bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pesan Islam secara efektif.
Olenya itu, Literasi emosional merupakan elemen penting dalam komunikasi Islam, terutama di era globalisasi yang penuh dengan tantangan emosional dan psikologis. Dengan memahami dan mengelola emosi, pesan Islam dapat disampaikan dengan lebih efektif, inklusif, dan damai. Para komunikator Islam, baik di dunia nyata maupun digital, perlu mengadopsi pendekatan berbasis empati dan kelembutan, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Sebagai penutup, penting bagi umat Islam untuk mengintegrasikan nilai-nilai literasi emosional dalam setiap aspek komunikasi, agar pesan Islam tidak hanya sampai pada telinga, tetapi juga menyentuh hati dan pikiran. Ini adalah bentuk dakwah yang tidak hanya menyampaikan ajaran agama, tetapi juga mencerminkan keindahan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.