PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.
Sejauh ini, KPK telah memeriksa lebih dari 5 orang terkait kasus Harun Masiku. Salah satu saksi yang diperiksa yaitu Sekjen PDIP, Hasto Krisdiyanto.
Hasto sendiri saat ini baru saja ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus Harun Masiku.
Dalam kasus Harun Masiku, Hasto telah diperiksa beberapa kali terkait perannya dalam Kasus Harun Masiku
Pada 2 April 2020 lalu, Jaksa KPK membeberkan peran Hasto dalam kasus suap Harun Masiku saat membacakan dakwaan dengan terdakwa Saeful yang merupakan kader dari PDIP.
Perkara suap Harun terhadap Wahyu bermula ketika caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas, meninggal pada 26 Maret 2019.
Meski telah tiada, adik ipar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu tetap menang dalam Pemilu yang digelar April tersebut.
KPU lalu memutuskan Riezky Aprilia, caleg PDIP pemenang kedua, menggantikannya.
KPU RI melakukan rekapitulasi perolehan suara PDIP untuk Dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara sebanyak 145.752 suara.
Nama Nazarudin Kiemas memperoleh suara 0, Riezky Aprilia memperoleh suara 44.402 sedangkan Harun Masiku memperoleh suara 5.878.
Sedangkan pada satu sisi, PDIP juga menggelar rapat pleno memutuskan Harun Masiku sebagai caleg terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Keimas.
Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku Penasihat Hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI untuk melantik Harun Masiku.
Jaksa menyebut surat tersebut memiliki nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI. Adapun inti surat tersebut adalah meminta suara Nazarudin Kiemas dialihkan ke Harun Masiku.
Bahkan, kata jaksa, Harun Masiku langsung menemui Ketua KPU Arief Budiman agar permohonan PDIP itu bisa diakomodir. Namun permohonan PDIP itu ditolak KPU.
"Menindaklanjuti surat tersebut, pada tanggal 26 Agustus 2019 KPU RI mengirimkan surat Nomor 1177/PY.01.1-SD/06/KPU/VIII/2019 perihal tindak lanjut putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 57P/HUM/2019 yang intinya menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ungkap jaksa.
Karena surat permohonan PDIP yang tidak diakomodir oleh KPU, kemudian muncul perkara suap-menyuap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Harun Masiku meminta kepada Saeful agar mengupayakan dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia.
Kemudian Saeful menghubungi Agustiani Tio Fridelina agar Wahyu bisa mengupayakan permintaan Harun Masiku.
Wahyu Setiawan disebut meminta uang Rp900 juta untuk menggolkan Harun Masiku melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) di KPU.
Sesuai permintaannya Wahyu menerima Rp200 juta dan Rp400 juta dalam bentuk dollar Singapura dari Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, melalui orang kepercayaannya, Agustiani Tio.
Lalu pada 8 Januari 2020, delapan orang ditangkap dalam operasi tangkap tangan operasi senyap KPK dalam kasus Harun masiku.
Kedelapan orang ini sudah disidang. Wahyu Setiawan sendiri divonis 7 tahun penjara, namun sudah bebas bersyarat pada 2021.
Sementara hingga kini tersangka Harun Masiku masih buron.
Pencekalan Atas Kasus Harun Masiku
KPK saat ini sudah mencekal lima orang ke luar negeri yang berlaku selama enam bulan ke depan.
Pencekalan ini sesuai dengan SK Nomor 942/2024 tentang Larangan Bepergian ke Luar Negeri.
Di antara lima orang yang dicekal itu salah satunya adalah staf Hasto Kristiyanto yang bernama Kusnadi.
Dalam pemeriksaan sebelumnya Kusnaidi ini sempat menyatakan pernah bertemu Harun Masiku.
Ketiga lainnya merupakan pengacara PDI Perjuangan, Simeon Petrus (SP), Yanuar Prawira Wasesa (YPW) dan Donny Tri Istikomah (DTI); serta mantan istri Saeful Bahri (SB), Dona Berisa (DB).
Saeful Bahri sendiri merupakan kader PDI Perjuangan yang dulu diduga sebagai orang dekat dari Hasto Kristiyanto yang menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan. (dis/pp)