PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, BELOPA-- Tingkat kekerasan seksual terhadap anak masih mengkhawatirkan di Luwu. Tercatat, sepanjang tahun 2024, sedikitnya delapan anak di bawah umur yang berstatus siswi atau pelajar perempuan jadi korban. Mirisnya lagi, karena pelakunya melibatkan orang terdekat.
Atas kejadian ini, Kapolres Luwu, AKBP Arisandi SH SIK MSi merasa sangat prihatin. Saat membacakan kasus yang terjadi di Luwu itu, Kapolres Luwu AKBP Arisandi sempat tertunduk. Ia terdiam sejenak. Lalu, dilanjutkan.
"Melihat kasus kekerasan seksual pada anak di Kabupaten Luwu cukup banyak. Bahkan mungkin lebih banyak lagi berada di tengah-tengah kita karena bisa saja tidak dilaporkan karena itu sesuatu yang menjadi aib. Yang memprihatinkan, korban mendapat kekerasan seksual justru dari kalangan terdekat. Seperti anggota kelurga inti, teman atau tetangga, dan guru. Dimana mereka yang harusnya menjadi pelindung malah menjadi pelaku dan hal ini menyebabkan trauma mendalam bagi korban. Naudzubillah," ungkap Arisandi yang terlihat tertunduk beberapa saat dengan raut wajah sedih.
Kekerasan seksual pada anak mencakup segala bentuk aktivitas seksual yang dilakukan terhadap anak tanpa persetujuan atau pemahaman mereka. Bentuk kekerasan ini bisa berupa sentuhan fisik, eksploitasi melalui gambar atau video, hingga pemaksaan hubungan seksual.
Dari data yang dipaparkan perwira berpangkat dua melati di pundaknya tersebut, setidaknya ada delapan kasus tindak pidana kekerasan seksual pada anak yang terjadi selama tahun 2024. Salah satu kasus tersebut yaitu yang terjadi bulan Oktober yang menimpa saudari DM, salah satu pelajar di Kecamatan Kamanre. Dimana pelakunya adalah SR (47), yang tidak lain adalah Bapak kandung korban yang tinggal serumah
"Kronologisnya, korban yang sementara duduk belajar di ruang dapur, didatangi tersangka lalu diajak masuk kamar dan dicabuli oleh pelaku. Setelah kejadian korban diancam akan dipukuli jika memberitahukan ibunya dan orang lain. Perbuatan bejat ayah kandung itu berulang hingga beberapa kali," kata Arisandi.
Kasus sejenis juga terjadi pada seorang pelajar anak perempuan berusia 14 tahun bernama Mawar (nama samaran) di Kecamatan Bua dengan pelakunya berinisial HM (36) yang merupakan bapak tiri korban yang juga tinggal serumah.
Mawar disetubuhi ayah tirinya saat tertidur lelap disamping istri korban. Persetubuhan terus berlanjut dan korban bersama ibunya tidak bisa berbuat apa-apa karena kerap dipukuli apabila akan melaporkan kejadian kepada petugas kepolisian.
Kejadian serupa juga terjadi pada anak perempuan pelajar bernama bunga (nama samaran) yang berusia 15 tahun dari kecamatan Walenrang Utara. Ia menjadi korban atas kebejatan ayah tirinya RJ (38), dengan menyetubuhi anak tirinya hingga hamil enam bulan.
Kasus lain, menimpa anak perempuan seorang pelajar SMP berusia 15 tahun di kecamatan Ponrang Selatan. Melati (nama samaran) yang harus rela dirinya disetubuhi oleh enam pemuda sekaligus. Dimana keenamnya menjadi tersangka.
Adapun kronologisnya, tersangka AA (19) warga Desa Paccerakang yang memiliki hubungan asmara (pacar) dengan Melati untuk menyetubuhinya. Namun setelah AA menyetubuhi melati, lantas datang lima temannya dan secara bergiliran mereka menyetubuhi Melati.
Beberapa faktor risiko yang sering dikaitkan dengan kekerasan seksual oleh orang terdekat termasuk ketidakharmonisan keluarga. Seperti penyalahgunaan alkohol atau narkoba oleh pelaku serta kurangnya pengawasan terhadap anak.
Selain itu, lingkungan yang tidak mendukung dan kurangnya pendidikan tentang pentingnya perlindungan diri bagi anak juga berkontribusi terhadap tingginya kasus kekerasan seksual. Kejahatan ini seringkali terjadi karena adanya kesempatan dan akses mudah kepada korban. (and/ikh)
Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Korban Pelaku TKP
- DM (Pelajar) Bapak Kandung Kec. Kamanre
- Mawar (pelajar) Bapak Tiri Kec. Bua
- Bunga (pelajar) Ayah tiri Kec. Walenrang Utara
- Melati (pelajar SMP) Enam pemuda Kec. Ponrang
- Dll.
- Sumber: Press Rilis Polres Luwu.