Soroti Retribusi PPH di Acara Kedukaan Rambu Solo’, Pither Singkali: Mendesak Menegak Hukum Untuk Melakukan Pengusutan

  • Bagikan

Wakil Ketua Umum PMTI Bidang Politik dan Hukum, Pither Singkali, SH,MH

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID,RANTEPAO-Wakil Ketua Umum PMTI Bidang Politik dan Hukum, Pither Singkali, SH,MH menyoroti terkait retribusi pemotongan hewan pada acara kedukaan rambu solo' di Toraja Utara.

Dia menyoroti dan menganggap bahwa retribusi Pajak Potong Hewan (PPH) khususnya kerbau di acara kedukaan itu adalah gaya pragmatisme. Tidak elegan. Karena pemerintah daerah cari duit kepada orang yang lagi berduka. Dan, cara-cara seperti ini tidak manusiawi.

"Kalau babi saya masih bisa memahami. Karena, babi datang di acara kedukaan rambu solo' dominan dipotong ," ungkap Waketum PMTI di hadapan para awak media, Rabu, 8 Januari 2025.

Waketum PMTI juga mendesak penegak hukum terkait untuk segera mengusut retribusi potong hewan yang diduga berpotensi ada indikasi korupsi berjamaah.

"Saya meminta kepada pemerintahan yang baru ke depan untuk merevisi kembali hal tersebut. Karena ini cara-cara pemalakan pragmatisme. Hilang akal sehat untuk mencari anggaran. Pakai akal sehat gitu ," jelas Pither Singkali yang tak lain adalah seorang advokat handal di Jakarta ini.

Lebih lanjut kata Wakil Ketua Umum PMTI Bidang Politik dan Hukum ini menjelaskan bahwa Pemda Toraja Utara sebenarnya banyak peluang untuk mendapatkan anggaran jika kreatif.

"Undang-undang pemotongan hewan harus siapkan gedung. Ini dan itu baru jasa itu dibayar. Berarti regulasi ini cacat hukum. Bisa dikategorikan batal demi hukum. Kenapa? Karena bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Faktanya ada kekuatannya, perda ini hanya dijadikan pembenaran saja," katanya.

Lebih Jauh Pither Singkali mengatakan jika perda yang dibahas oleh DPRD dan Pemda Toraja Utara bahwa jika kerbau salego (belang), kerbau bonga (putih di seluruh kepala) dan kerbau balian yang bertanduk panjang, lebih tinggi pajak retribusinya dari kerbau pudu' (hitam) padahal, itu dagingnya sama kerbau pudu' kalau di potong. Tapi kalau pajak penjualan, jika masuk ke pasar iya. Atau kerbau itu dipelihara kena pajak tiap tahun. Karena ada kost tiap tahun kalau sakit. Disuntik seperti yang bisa dilihat di YouTube itu.

"Jika ingin pungut biaya retribusi, siapkan tempatnya supaya ada dasarnya. Rambu solo' ini tradisi. Sama di Papua kalau pemilu sistem noken. Jadi tidak punya greget untuk cari kreasi itu. Ini monoton. Tidak ada pendapatan daerah. Saya setuju kalau nilai jual kerbau itu dikenakan pajak penjualan, dan masuk pajak barang mewah bagi kerbau salego dan bonga", pungkasnya.

Kerbau pada acara rambu solo' (kedukaan) adalah tuntutan ritual adat di Toraja. Dan hal itu, sudah berjalan dari jaman nenek moyang orang Toraja ratusan tahun yang lalu. Hingga kini masih berlangsung.

Diketahui pajak retribusi Rp300 ribu untuk kerbau ukuran kecil hingga yang besar bagi kerbau jenis pudu'. Dan, untuk kerbau jenis salego dan bonga lebih tinggi lagi pajak retribusinya di acara Rambu Solo' (kedukaan).(Albert)

  • Bagikan

Exit mobile version