OLEH: Wulandari
(Institut Agama Islam Negeri Palopo)
Public speaking adalah keterampilan yang tidak hanya memerlukan kemampuan teknis berbicara, tetapi juga melibatkan aspek psikologis dan spiritual. Dalam konteks dakwah dan penyiaran Islam, public speaking memiliki urgensi yang lebih tinggi karena berfungsi sebagai medium untuk menyampaikan ajaran agama, memotivasi audiens, dan membangun pemahaman yang lebih baik terhadap nilai-nilai Islam. Dua tantangan utama dalam public speaking yang harus diatasi adalah dinamika mood dan kepercayaan diri, yang keduanya saling terkait dan memengaruhi efektivitas komunikasi.
Dinamika Mood dalam Public Speaking :Mood, dalam psikologi, didefinisikan sebagai keadaan emosional sementara yang lebih tahan lama dibandingkan dengan emosi intens, seperti kemarahan atau kebahagiaan. Menurut Watson dan Tellegen (1985), mood memiliki dua dimensi utama, yaitu afek positif dan afek negatif, yang secara langsung memengaruhi perilaku komunikasi seseorang.
Faktor yang memengaruhi mood dapat berasal dari luar maupun dalam diri pembicara. Faktor eksternal, seperti lingkungan fisik dan respons audiens, dapat memengaruhi mood seorang pembicara. Sebagai contoh, audiens yang responsif dapat menciptakan suasana positif, sedangkan audiens yang tidak bersahabat dapat meningkatkan tekanan emosional. Faktor internal, seperti stres, kelelahan, atau kurangnya persiapan, juga dapat memengaruhi mood. Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bahwa stres adalah hasil interaksi antara individu dan lingkungan yang dipersepsikan sebagai ancaman atau tantangan.
Mood memiliki dampak signifikan terhadap public speaking. Mood positif meningkatkan fleksibilitas kognitif, kreativitas, dan kemampuan adaptasi. Seorang pembicara yang merasa antusias cenderung mampu merespons gangguan teknis atau pertanyaan audiens dengan baik. Sebaliknya, mood negatif dapat menghambat kemampuan kognitif dan fokus. Forgas (1995) menunjukkan bahwa mood negatif memperburuk pengambilan keputusan, termasuk dalam situasi komunikasi sosial seperti public speaking.
Kepercayaan diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk berhasil dalam situasi tertentu. Albert Bandura (1977) melalui teori self-efficacy menyatakan bahwa pengalaman sukses, validasi sosial, dan latihan yang konsisten adalah faktor utama dalam membangun kepercayaan diri.
Dalam konteks dakwah, kepercayaan diri tidak hanya bersifat psikologis tetapi juga spiritual. Perspektif Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) menekankan pentingnya tawakal kepada Allah sebagai dasar kepercayaan diri. Sebagai contoh, doa Nabi Musa yang tercantum dalam QS. Taha: 25–28 (doa memohon kelancaran berbicara) menunjukkan bagaimana nilai-nilai spiritual dapat memperkuat keyakinan seorang pembicara.
Pendekatan yang mengintegrasikan psikologi dan nilai-nilai Islam menciptakan strategi holistik dalam public speaking. Psikologi membantu pembicara memahami dinamika emosional dan menawarkan teknik praktis untuk mengatasi kecemasan serta meningkatkan kepercayaan diri. Sementara itu, KPI memberikan dimensi spiritual yang memperkuat motivasi dan orientasi pembicara.
Strategi pengelolaan mood mencakup teknik regulasi emosi, latihan pernapasan dalam, dan visualisasi positif dari perspektif psikologi. Dari perspektif KPI, membaca doa seperti doa Nabi Musa atau berdzikir sebelum berbicara dapat menciptakan ketenangan hati dan meningkatkan keyakinan.
Untuk meningkatkan kepercayaan diri, psikologi menawarkan strategi seperti latihan simulasi, refleksi objektif terhadap kekuatan dan kelemahan, serta pengalaman sukses. KPI melengkapi pendekatan ini dengan menanamkan pemahaman bahwa public speaking adalah ibadah dan fokus pada manfaat dakwah bagi audiens. Adapun Contoh Kasus :Seorang dai yang diundang untuk berbicara di hadapan audiens besar merasa cemas karena kurangnya persiapan. Akibatnya, ia berbicara terlalu cepat, kehilangan fokus, dan gagal menyampaikan poin-poin utama secara jelas. Hal ini menciptakan lingkaran kecemasan yang memperburuk kepercayaan dirinya.
Untuk mengatasi situasi ini, ia dapat menggunakan teknik grounding, seperti merasakan lantai di bawah kakinya, untuk tetap tenang dari perspektif psikologi. Dari perspektif KPI, ia dapat menguatkan niat ikhlas dan membaca doa sebelum berbicara untuk memohon pertolongan Allah.
Oleh karenanya, dinamika mood dan kepercayaan diri memainkan peran penting dalam keberhasilan public speaking, terutama dalam dakwah dan penyiaran Islam. Sinergi antara strategi psikologi dan prinsip KPI menciptakan pendekatan holistik yang tidak hanya meningkatkan kompetensi teknis tetapi juga memperkuat dimensi spiritual pembicara. Dengan memahami hubungan antara mood, kepercayaan diri, dan strategi pengelolaannya, pembicara dapat lebih efektif dalam menyampaikan pesan dakwah yang relevan dan berdampak positif bagi audiens.(*)