PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO -- Pemprov Sulsel masih punya utang Dana Bagi Hasil (DBH) kepada Pemerintah Kota Palopo sebesar Rp16 miliar. Hal itu terungkap di sela-sela kunjungan Pj Gubernur Sulsel, Prof Fadjry Djufri pekan lalu usai menghadiri puncak HJL-HPRL di Istana Kedatuan Luwu.
Untuk itu, Pj Gubernur mengaku akan menyelesaikan segera utang DBH tersebut. "Tidak hanya Kota Palopo, tetapi semua kabupaten/kota yang masih punya DBH di Pemprov Sulsel," kata Prof Fadry.
Sementara itu, lanjut Pj Gubernur, DBH untuk Tahun 2025 ini, Pemprov Sulsel juga telah menggelontorkan Rp2,8 miliar.
"Kita lunasi bertahap, masih ada yang 2024, itu kita utamakan lunasi, juga untuk 2025 tetap berjalan. Kita selesaikan daerah yang sesuai kebutuhannya mendesak. Mungkin ada daerah yang DBH-nya tidak tuntas Tahun 2025, itu akan kita lunasi di Tahun 2026, dan kita sudah punya matriksnya," kata Pj Gubernur saat meninjau uji coba program pemberian Makan Gizi Gratis (MBG) di SDN 05 Salamae, Kota Palopo.
Sementara itu, Kepala BPKAD Kota Palopo di lokasi yang sama mengungkapkan, jika total DBH dari Provinsi Sulsel sebesar Rp20 miliar, dan baru-baru ini sudah di transfer Rp4 miliar, sehingga masih ada Rp16 miliar.
Sebagai informasi, Dana Bagi Hasil (DBH) yang dibagikan kepada daerah provinsi kepada kabupaten kota meliputi DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).
DBH Pajak meliputi DBH Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB), DBH Pajak Penghasilan (DBH PPh), DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Sedangkan, DBH SDA DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi, DBH Pertambangan Umum/Mineral dan Batu Bara, DBH Pengusahaan Panas
Bumi, DBH Kehutanan, DBH Perikanan.
DBH dibagikan kepada daerah berdasarkan porsi yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. DBH merupakan bagian dari Dana Perimbangan, bersama dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
LUWU RAYA
Adapun DBH daerah di Luwu Raya yang belum lunas adalah Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu. Sedangkan DBH Kab. Luwu Utara sudah 100 persen lunas.
Seperti pada Pemkab Luwu Timur yang masih punya Rp90 miliar belum dilunasi Pemprov Sulsel.
Dana bagi hasil tersebut berasal dari pajak air permukaan atau water levy PT Vale Indonesia mulai dari priode triwulan ke II tahun 2024. Itu diungkapkan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Luwu Timur, Ramadhan Pirade.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Luwu Timur, Ramadhan Pirade “Pemprov belum bayar ke kita pajak water levy, belum dibayar sampai sekarang,” kata Ramadhan. Ramadhan mengatakan, dirinya sudah jauh hari melayangkan surat kepada Pemprov Sulsel soal tunggakan ini.
“Belum ada realisasi, belum tau kapan dibayarkan," imbuh Ramadhan singkat. Sekedar informasi, pajak bagi hasil ini merupakan pembagian Pemkab lutim dan Pemprov Sulsel, 80 persen merupakan hak Pemkab Luwu Timur dan 20 persen sisanya untuk Pemprov Sulsel.
Dana bagi hasil (DBH) pajak terhadap penggunaan Water Levy PT Vale dibayarkan emiten pertambangan ini ke kas negara dalam empat kali setiap tahunnya (pertriwulan).
Water levy ini terkait dengan pemanfaatan air melalui ketiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).Tiga PLTA PT Vale yaitu Larona, Balambano dan Karebbe. PLTA Larona berkapasitas 165 megawatt (MW), PLTA Balambano kapasitas 110 MW dan PLTA
Karebbe dengan kapasitas 90 MW.
Jumlah pembayaran tersebut juga termasuk pajak air permukaan untuk operasional lainnya.Dana water levy ini sedianya akan digunakan Pemkab membangun dan menjalankan
program ke masyarakat.
Untuk Kabupaten Luwu, DBHnya masih ada sebesar Rp27 M. Kepala Bapenda Luwu, Sofyan
Thamrin mengaku, pihaknya baru menerima 5 bulan DBH dari Pemprov
Sulsel.
"DBH baru dibayarkan 5 bulan, masih tersisa 7 bulan," kata Sofyan. Selama satu bulan, komponen DBH perbulan didapatkan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB), Pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor
dan Alat Berat (PBB-KB), dan air permukaan.
"Ini jumlah gambarannya Rp3.890.610.495 perbulan. Jika dikalikan Rp27.234.273.465," ujarnya.
Itu sesuai SK Gubernur Sulawesi Selatan NOMOR 1169/X/TAHUN 2024 Tentang Alokasi Anggaran Bagian/Hak Kabupaten/Kota SeSulawesi Selatan.
Dengan rincian DBH Luwu dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Rp1.005.927.831, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB) Rp983.344.544.
Pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor dan Alat Berat (PBB-KB) Rp1.882.732.416, dan air permukaan Rp18.605.704.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan beralasan, tunggakan pembayaran dana bagi hasil (DBH) ke kabupaten dan kota dipicu oleh beban keuangan daerah pada 2024 sangat berat.
Tak ada pilihan bagi Pemprov Sulsel selain mengorbankan sejumlah item penganggaran untuk "menyelamatkan" agenda keuangan yang lebih penting dan mendesak.
Salah satu kegiatan yang menguras dana daerah adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak, 27 November 2024.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulawesi Selatan, Salehuddin blak-blakan mengenai kendala utama sehingga dana bagi hasil 2024 hingga saat ini belum disalurkan kepada kabupaten dan kota.
Pemicunya, kata dia, transfer DBH tersebut ditunda tahun lalu karena terbatasnya anggaran di Pemprov Sulsel.
"Kami harus memilih mengutamakan beberapa program yang butuh dana besar sehingga pembayaran DBH terpaksa kami tunda," ujar Salehuddin di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan, Senin (13/1/2025).
Menurut dia, pada tahun 2024, beban keuangan sangat pelik karena alokasi anggaran untuk pemilihan kepala daerah serentak menelan Rp 680 miliar. Selain itu, masih terdapat utang kepada pihak ketiga yang merupakan tunggakan 2023 yang menyeberang ke 2024 sebesar Rp 679 miliar.
Salehuddin mengatakan, pihaknya sangat sadar ada anggaran DBH yang harus juga dipenuhi. Namun, kata dia, pihaknya harus memilih satu dari tiga hal tersebut untuk menunda pembayarannya lebih dahulu.
"Jadi pilihan harus korbankan satu. Apakah pilkada yang korbankan, pembayaran pihak ketiga atau DBH. Akhirnya kami putuskan menunda pembayaran DBH," beber
Salehuddin.
"Ini pilihan. Setelah kami berunding dengan TAPD dan Penjabat Gubernur, pilihannya jatuh kepada DBH yang tunda dulu," sambung dia.
Pilihan yang dilema tersebut, kata Salehuddin, harus dihadapi. Toh, kata dia, keputusan menunda transfer DBH itu tidak serta merta dilakukan.
"Kami melakukan perencanaan yang matang untuk prioritas nanti
pada penganggaran selanjutnya," tutur dia.
Salehuddin menjelaskan, persoalan DHB sebenarnya sudah dimulai pada 2023 yang saat itu selama tiga bulan tidak sempat dibayarkan yakni Oktober, November, dan Desember. Itu sebabnya, pada anggaran 2024, baru dibayarkan untuk tiga bulan tersebut.
"Jadi Oktober, November, Desember 2023 kami bayarkan di tahun berikutnya," beber dia.
Pada 2024, seluruh kabupaten dan kota telah dilunasi hingga bulan Mei. Adapun pada Juni, hanya empat daerah yang lunas karena anggarannya hanya cukup untuk daerah tersebut yakni Takalar, Pinrang, Sidrap, dan Luwu Utara.
Salehuddin mengatakan, pada APBD 2025, pihaknya telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,9 triliun untuk membayar DBH tahun 2024 dan tahun ini.
"Kami sudah siapakan pembayaran semua di APBD 2025. Total utang DBH Rp1,9 triliun anggaran tahun ini dan anggaran kurang salur tahun sebelumnya, 2024. Tahun ini diharapkan rampung," imbuhnya.(idris)
DANA BAGI HASIL 2024 PEMDA DI LUWU RAYA BELUM DILUNASI:
KOTA PALOPO = Rp16 Miliar
KABUPATEN LUWU = Rp27 Miliar
KABUPATEN LUWU TIMUR = Rp90 Miliar.