Salah satu dosen favorit saya di IAIN Palopo yang tidak pernah saya lupakan adalah Prof. Dr. Muhaemin, M.A. beliau memiliki cara mengajar yang mudah dipahami. Suatu ketika beliau pernah menyampaikan kepada kami mahasiswanya, bahwa salah satu hal yang paling sulit diubah adalah kebiasaan.
Beliau kemudian memberikan contoh, "Coba Anda yang selama ini menulis dengan tangan kanan, lakukan sekarang dengan menggunakan tangan kiri" kami pun mencoba dan tentu saja merasa kesulitan. Hal ini membuktikan, bahwa kebiasaan memang sulit diubah meskipun bukan berarti tidak mungkin.
Hari ini Jumat, saya berkesempatan bertemu dengan Prof. Muhaemin di Masjid Al-Ikhlas, beliau menyampaikan khutbah Jumat dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami oleh jamaah, sama seperti ketika beliau mengajar di kelas.
Dalam khutbahnya, beliau mengajak jamaah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah di bulan Sya'ban, misalnya dengan berpuasa sunnah agar tidak kaget saat memasuki bulan suci ramadan. Beliau menganalogikan hal ini seperti berolahraga, di mana ada pemanasan untuk menghindari cidera.
Prof. Muhaemin juga menekankan, bahwa agar ibadah kita berdampak positif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, ibadah harus didasari dengan Ilmu. Ilmu berperan penting untuk memastikan, bahwa ibadah yang kita lakukan sudah benar dan efektif.
Kedua, dalam beribadah dibutuhkan kesabaran. Beliau mencontohkan fenomena yang sering kita jumpai, di mana banyak orang lebih rela duduk berjam-jam di warung kopi daripada di rumah ibadah (Masjid). Fenomena ini juga disinggung oleh Prof. Dr. Ahmad Zahro, M.A. dalam bukunya yang berjudul fiqh kontemporer.
Beliau mengaitkan fenomena ini dengan azan saat akan melaksanakan salat Jumat. Di zaman Khalifah Utsman bin Affan r.a. yang kemudian menambahkan jumlah azan menjadi dua kali untuk mengingatkan umat Islam akan datangnya waktu salat Jumat.
Ustman bin Affan r.a. pun menambah jumlah azan dari semula hanya satu azan menjadi dua azan. Azan pertama (tambahan) dimaksudkan untuk mengingatkan umat Islam yang boleh jadi masih berkegiatan, bahwa hari itu adalah hari Jumat, sehingga mereka harus segera siap-siap berangkat Jumatan.
Sedang azan kedua (yang sudah ada sejak zaman Nabi, Abu Bakar dan Umar) adalah azan ketika khatib sudah berada di atas mimbar. Inilah azan "bawaan" Jumatan.(*)