Calon Pengantin Perempuan Kabur di Jeneponto, Adik Gantikan Duduk di Pelaminan, Demi Kehormatan Keluarga

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID JENEPONTO -- Jeneponto punya cerita, adik gantikan kakak di pelaminan! Siang itu, pengantin pria berdiri di depan penghulu.


Namun yang kini duduk di sampingnya bukan perempuan yang ia lamar. Di foto yang beredar viral di media sosial, sang adik tampak anggun dalam balutan busana pengantin adat Bugis-Makassar. Wajah pengantin perempuan tetap tenang, tersenyum, tapi di balik riasan, mungkin tersimpan pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh waktu.


Para tamu yang datang pun tak punya banyak pilihan selain menerima realitas ini. Pernikahan tetap berlangsung, janji suci tetap diucapkan.


Sebelumnya, langit di Jeneponto, masih kelabu ketika kabar itu menyebar. Di rumah calon pengantin perempuan, keluarga sibuk bersiap menyambut hari besar. Di ruangan lain, sang pengantin pria baru saja menyelesaikan Mappacci, ritual adat Bugis-Makassar yang melambangkan kesucian sebelum akad.

Namun, pagi itu berubah menjadi kepanikan. Sang pengantin perempuan menghilang. Tak ada tanda-tanda, tak ada pesan. Kamar kosong. Gaun pengantin masih tergantung rapi. Sehari sebelum akad, calon pengantin perempuan kabur dari rumah. Kaburnya pengantin dan keputusan besar keluarga.


Mata para keluarga saling bertatapan. Suasana tegang. Telepon berulang kali dihubungi, tapi tak ada jawaban. Para tamu sudah datang, undangan sudah tersebar, pelaminan sudah dihias. Tak butuh waktu lama sebelum bisik-bisik berubah jadi kenyataan: pernikahan harus tetap berlangsung. Dalam ketegangan itu, seorang anggota keluarga mengambil keputusan yang tak terduga. Sang adik, yang tadinya hanya sebagai pendamping, kini harus turun tangan.


"Satu lagi pasangan viral di Jeneponto. Kakaknya yang dilamar, tapi H-1 dia kabur. Akhirnya adiknya yang menggantikan sebagai pengantin perempuan," tulis akun Suriani di Facebook, dikutip pada Sabtu, 15 Februari 2025.

Siri na Pacce: Harga diri lebih dari segalanya
Bagi masyarakat Bugis-Makassar, kehormatan keluarga lebih dari sekadar perasaan. Konsep Siri na Pacce—harga diri dan solidaritas—menjadi landasan utama dalam banyak keputusan besar.
"Di Sulsel, ada yang namanya 'siri na siri', rasa malu keluarga yang harus dijaga, bagaimana pun jalannya. Mungkin ini juga sudah ketetapan takdir dari Allah SWT," tulis akun tersebut.
Dalam budaya ini, kehilangan kehormatan bukan hanya aib, tetapi juga luka bagi seluruh keluarga. Tidak heran jika keputusan diambil dengan cepat, agar nama baik tetap terjaga.

Takdir, tradisi, atau pilihan?
Kisah ini cepat menjadi perbincangan di media sosial. Ada yang memuji keputusan keluarga sebagai bentuk tanggung jawab menjaga kehormatan. Ada pula yang bertanya-tanya, bagaimana perasaan kedua mempelai? Apakah ini benar-benar takdir yang telah ditentukan? Ataukah tradisi yang lebih kuat dari kehendak individu? Yang jelas, hari itu Jeneponto menyaksikan sebuah kisah pernikahan yang akan dikenang lama. Sebuah peristiwa di mana harga diri, adat, dan takdir bertemu di pelaminan.(int/idr)

  • Bagikan