Berikan Buah Pisang Untuk Koruptor

  • Bagikan

Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)

"Saya tidak ingin foto saya ada di kantor Anda karena saya bukanlah dewa atau ikon. Saya adalah pelayan bangsa. Sebaliknya, pajanglah foto anak-anak Anda dan lihatlah foto itu setiap kali Anda perlu mengambil keputusan".

"Dan jika godaan untuk mencuri muncul, perhatikan baik-baik foto keluarga Anda dan tanyakan pada diri Anda sendiri apakah mereka pantas menjadi keluarga pencuri yang telah mengkhianati bangsa." Kata Presiden Senegal, Bassirou Diomaye FayeI.

Kalimat Fayel di atas, perlu menjadi renungan bagi siapa saja utamanya para pengambil kebijakan, apa makna dibalik itu. Karena hampir setiap saat, ada saja yang tertangkap akibat dugaan korupsi. Kejahatan yang memiliki daya rusak yang luar biasa. Bak benalu yang menggerogoti sebuah pohon.

Di PT. Pertamina, misalnya, yang jumlah kerugiannya fantastis, triliunan rupiah. Tidak hanya itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menerima banyak aduan masyarakat mengenai kendaraannya yang rusak akibat BBM oplosan.

Lalu, sesungguhnya apa yang dikehendaki para pelaku korupsi itu? Tentu saja hanya para pelakunya yang bisa menjawab. Padahal (menurut pemberitaan) gaji mereka tidak tanggung-tanggung, perbulannya mencapai miliaran rupiah plus sejumlah fasilitas lainnya.

Uang sebanyak itu rupanya tidak menjamin mereka bebas dari perilaku koruptif. Meski uang banyak, tetap saja masih mencuri. Saya atau mungkin juga Anda, kadang bingung melihat gelagat para koruptor itu. Secara finansial, mereka adalah orang-orang yang memiliki kekayaan yang melimpah.

Secara intelektual, mereka juga sosok yang pernah menempuh sejumlah jenjang pendidikan. Dan secara relasional,. mereka adalah tokoh-tokoh yang memiliki banyak jaringan dan pertemanan. Lalu apa yang kurang dari mereka?

Kata ulama "Jiwa mereka yang rapuh. Jiwa mereka hanya dipenuhi dengan pemahaman jasmani belaka. Kalau pun si koruptor adalah orang yang telah banyak memiliki pemahaman tentang agama, tidak kemudian ia menjadi orang yang beragama"

Korupsi rupanya benar-benar membudaya seperti yang pernah diungkapkan oleh wartawan senior, Muchtar Lubis. Meski demikian, kita tetap optimis bisa meminimalisir angka korupsi itu dengan memperbaiki sistem yang ada.

Memang, korupsi tidak akan bisa dilenyapkan sampai ke akar-akarnya sebagaimana ceramah Gus Baha "Kalau ada orang yang ingin menghapus korupsi sampai ke akar-akarnya adalah merupakan sebuah bentuk Keangkuhan"

Perbaikan dan penguatan sistem pencegahan salah satu dari sekian solusi yang dapat kita lakukan. Oleh karena jika sistemnya lemah, orang suci sekalipun akan menjadi jahat. Demikian sebaliknya, jika sistem kuat. Maka, orang jahat dipaksa menjadi baik.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah penegakan hukum yang tegas terhadap para pelakunya. Dan salah satu hukuman yang paling ditakuti adalah dimiskinkan. Sedapat mungkin seluruh asetnya dirampas oleh negara untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan.

Kemudian untuk hukuman penjara bagi mereka yang mengambil uang rakyat sampai mencapai triliunan itu, tidak usah dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Kita buatkan rumah kaca (tembus pandang) ditaruh dalam mal.

Dengan demikian, masyarakat bisa melihat dan mengawasinya setiap saat secara langsung. Diawasi agar tidak ada yang pelesiran dengan mengelabui sipir penjara (alasan berobat). Masyarakat juga boleh memberi makanan berupa buah-buahan, misalnya, pisang kepada mereka yang ada di dalam rumah kaca itu.

Bukankah kejahatan korupsi merupakan Extra ordinary crime? Ya, dan jawabannya memang "Iya". Kalau begitu, hukumannya pun perlu extra ordinary. Karena jika hukumannya biasa-biasa saja kayak maling ayam. Maka, pemandangan di layar Televisi itu tidak akan pernah selesai.(*)

  • Bagikan