Pembunuh Feni Ere Di Luar Prediksi Netizen

  • Bagikan

Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)

Masyarakat digegerkan dengan penemuan tengkorak manusia beberapa waktu lalu, tepatnya di jalan poros Kota Palopo-Toraja Utara. Dan setelah dilakukan serangkaian tindakan penyelidikan oleh polisi, secara hukum dapat dipastikan adalah merupakan jasad (tengkorak) Feni Ere.

Netizen pun mulai ramai membicarakan tentang kematian wanita itu dengan masing-masing pandangannya. Ada (bahkan kebanyakan) menganggap, bahwa pelakunya adalah orang dekat (pacarnya) dan sedikit yang memprediksi di luar itu.

Sampai-sampai kantor polisi hampir setiap hari (termasuk malam hari) di demo, entah dari elemen mana saja. Dan tidak jarang di antara mereka mengejek polisi yang sedang berkantor, bahkan ada oknum demonstran mencoba melempar Kapolres dengan bekas botol air gelas saat memberi penjelasan kepada mereka.

Keinginan demonstran hanya satu yakni segera menangkap pelaku sebagaimana pelaku yang ada dibenak mereka (pacarnya). Tidak peduli alat buktinya cukup atau tidak, pokoknya tangkap saja dulu, urusan belakangan.

Untung saja polisi yang mengamankan demonstran tetap dalam keadaan tenang menghadapi mereka sebab polisinya sudah paham betul bagaimana hukum dan penegak hukum itu bekerja. Dan kenyataan memang berkata lain, tidak seperti dugaan banyak pihak.

Ternyata pelakunya diduga adalah seorang lelaki yang senantiasa nongkrong di dekat rumah korban dan bukan merupakan kekasihnya. Lalu bagaimana dengan fitnah netizen di Sosmed terkait kinerja polisi? Insyaallah dimaafkan oleh YMK.

Tidak bisa dibayangkan kalau seandainya polisi menangkap orang sesuai keinginan pendemo atau sesuai keinginan netizen di Sosmed. Lalu siapa yang membela polisi jika salah tangkap? Apakah para pendemo atau netizen? Jawabannya, bukan. Bahkan, dapat dipastikan mereka akan balik menyerang polisi akibat salah tangkap.

Saya termasuk penonton setia ketika ada unjuk rasa di depan kantor polisi. Dan saya salut pada orator yang hapal mati asas hukum, misalnya dengan lantang berteriak "Salus populi suprema lex esto" (Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi).

Tetapi mungkin sedikit orator demonstran paham kalau yang bekerja dalam keseharian hukum, bukan asas hukum melainkan peraturan. Asas hukum, hanya melahirkan satu atau lebih norma hukum dari norma itulah kemudian lahir satu atau lebih peraturan.

Kasus kematian Feni Ere atau kasus lain terkadang tidak semudah apa yang ada dibenak kita, sehingga dibutuhkan pemahaman hukum yang memadai. Menangkap seseorang, bukan karena katanya atau karena keyakinan apalagi karena benci.

Seseorang ditangkap mesti alat buktinya cukup. Katanya, itu bisa berubah kapan saja sehingga tidak bisa dijadikan alat bukti. Andai saja misalnya dia teriak di depan Polres "Saya pembunuh Feni Ere". Tidak serta merta ditangkap lalu dijebloskan ke dalam sel karena pernyataan itu masih perlu dibuktikan dengan alat bukti lain.(*)

  • Bagikan

Exit mobile version