Oleh: Abdul Malik, S.Kom., M.Cs.
Dosen Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Mega Buana Palopo
Selama ini, kampus dikenal sebagai tempat belajar, meneliti, dan menulis. Tapi di tengah perkembangan zaman dan tantangan yang makin kompleks, peran kampus tak bisa lagi berhenti di ruang kelas atau laboratorium. Kampus harus jadi pusat solusi, Jadi ruang tumbuhnya inovasi, Jadi mitra nyata dalam membangun daerah.
Bayangkan jika ide-ide cemerlang mahasiswa tak hanya jadi laporan akhir atau tugas kuliah, tapi bisa menjelma jadi aplikasi pelayanan desa, sistem informasi puskesmas, atau alat bantu nelayan lokal. Ini bukan mimpi. Ini sudah mulai terlihat di beberapa kampus, termasuk Universitas Mega Buana Palopo.
Salah satu contohnya adalah pengembangan Sistem Informasi Desa Berbasis Web oleh dosen dan mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer yang diterapkan di beberapa wilayah Kabupaten Luwu. Sistem ini dirancang untuk mempermudah pencatatan administrasi desa dan pengajuan layanan masyarakat secara daring, solusi praktis yang lahir dari kolaborasi kampus dan desa. Contoh lainnya, pengembangan aplikasi deteksi stunting berbasis Android yang digarap oleh Dosen Prodi Keperawatan sebagai bagian dari proyek pengabdian masyarakat bersama puskesmas setempat.
Seperti disampaikan Rektor Universitas Mega Buana Palopo, Prof. Dr. Hj. Nilawati Uly, S.Si, Apt, M.Kes, CIPA., “Kami terus mendorong mahasiswa dan dosen agar tidak hanya menulis karya ilmiah, tapi juga mampu menghasilkan inovasi yang memberi dampak langsung bagi masyarakat.”
Inovasi yang Tidak Berhenti di Atas Kertas
Sering kali, hasil penelitian dan tugas akhir mahasiswa hanya berhenti di lemari perpustakaan atau repository digital kampus. Padahal, banyak dari karya itu menyimpan potensi untuk dikembangkan lebih jauh. Tantangannya, belum semua mahasiswa dan dosen tahu bagaimana mengelola riset mereka menjadi solusi nyata yang bisa digunakan oleh masyarakat atau pemerintah daerah.
Inilah yang coba dijembatani oleh program nasional seperti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Melalui skema seperti Magang Mandiri, Proyek Kemanusiaan, dan Riset Mandiri, mahasiswa diberikan ruang seluas-luasnya untuk menjelajah dunia nyata. Mereka bisa terlibat langsung dalam program-program pembangunan lokal, mendesain sistem, mengumpulkan data lapangan, bahkan melakukan intervensi sosial berbasis teknologi dan pendekatan ilmiah.
Namun, kegiatan mahasiswa perlu ditopang oleh arah strategis dari institusi. Kampus harus menciptakan ruang ekosistem yang mendukung, termasuk menghadirkan inkubator inovasi, sebuah unit yang menjembatani hasil penelitian dengan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha.
Peran Program Riset dan Kosabangsa
Selain MBKM, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi juga meluncurkan berbagai program yang mendorong hilirisasi inovasi, salah satunya program Riset Terapan dan Kosabangsa (Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat).
Melalui skema Riset Terapan, dosen dan peneliti dapat mengembangkan solusi berbasis kebutuhan lokal dengan dukungan pendanaan negara. Banyak dari proposal riset ini difokuskan untuk menjawab persoalan riil seperti ketahanan pangan, kesehatan ibu dan anak, teknologi tepat guna, hingga sistem informasi layanan publik.
Sementara Kosabangsa adalah program yang dirancang lebih sosial, menekankan kolaborasi antar unsur kampus dengan mitra masyarakat dan pemerintah daerah. Tujuannya bukan sekadar publikasi atau inovasi teknologi, tetapi membangun keberdayaan masyarakat melalui pendekatan ilmiah yang adaptif. Ini menyatukan kekuatan sosial, teknologi, dan budaya dalam satu aksi.
Bentuk kegiatan Kosabangsa bisa beragam: dari pelatihan kader kesehatan desa, pendampingan UMKM digital, sampai pengembangan teknologi. Kelebihannya, setiap kegiatan diarahkan untuk menyelesaikan satu persoalan konkret, bukan hanya mengejar output administrasi riset.
Inkubator Inovasi: Ruang untuk Tumbuh dan Mengabdi
Inkubator inovasi adalah wadah yang bisa merawat ide-ide baik ini. Di dalamnya, mahasiswa dan dosen tidak hanya didorong untuk “berpikir ilmiah”, tapi juga dilatih untuk “bertindak strategis”. Mereka dibekali kemampuan membuat prototype, menyusun model bisnis, memahami pendekatan pengguna (user experience), serta menjalin kemitraan dengan stakeholder.
Di Universitas Mega Buana Palopo, inisiatif menuju arah ini mulai dibangun. Berbagai proposal riset dan pengabdian telah disusun dengan orientasi pada hilirisasi. Mahasiswa mulai dilibatkan dalam penyusunan proposal berbasis kebutuhan mitra. Dosen menjadi fasilitator, bukan sekadar pengajar di kelas. Model ini pelan-pelan mengubah wajah pembelajaran, dari teori ke praktik, dari makalah ke aksi.
Bayangkan jika seluruh kampus di Daerah Palopo mengembangkan unit serupa. Ada kolaborasi antarkampus, pertukaran ide lintas prodi, hingga terbentuknya jaringan inovasi daerah. Pemerintah daerah pun bisa menjadikan kampus sebagai “tangan kanan” dalam merancang dan menguji kebijakan, mulai dari digitalisasi pelayanan publik, pemetaan potensi desa, hingga penguatan ekonomi keluarga berbasis hasil riset.
Membangun Budaya Inovasi dari Daerah
Kita tidak perlu menunggu kota besar lainnya untuk membentuk ekosistem inovasi. Justru dari Palopo dan Luwu Raya inilah benih perubahan bisa ditanam. Kita punya SDM muda yang penuh semangat. Kita punya banyak problem lokal yang belum tersentuh. Dan kita punya kampus yang mulai bergerak membuka diri terhadap kolaborasi dan implementasi.
Tantangan ke depan adalah membangun budaya inovasi, budaya yang tidak takut gagal, yang senang bereksperimen, dan yang mau berbagi lintas disiplin. Kampus sebagai pusat ilmu pengetahuan harus menjadi motor dari budaya ini. Tapi tentu tidak bisa berjalan sendiri. Perlu dukungan dari pemerintah, mitra usaha, hingga komunitas masyarakat.
Palopo punya peluang besar untuk jadi role model kota inovatif berbasis kolaborasi kampus. Tinggal bagaimana semua pihak, dosen, mahasiswa, pemda, media lokal, hingga dunia usaha, mau membuka ruang sinergi.
Karena pada akhirnya, inovasi bukan sekadar ide. Tapi aksi nyata. Dan kampus harus hadir, tidak hanya sebagai tempat berpikir, tapi juga tempat bergerak untuk perubahan. (*)