Ketua GR Sulsel Asri Tadda: Pilkada Langsung Idealnya Hanya untuk Daerah dengan PAD Minimal 2 Triliun!

  • Bagikan

PALOPOPOS. CO. ID, MAKASSAR – Ketua DPW Gerakan Rakyat (GR) Sulawesi Selatan, Asri Tadda, menyampaikan usulan berani terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung. Menurutnya, Pilkada langsung seharusnya hanya diselenggarakan di daerah-daerah yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) minimal Rp 2 triliun.

"Asas demokrasi itu penting, tapi harus rasional. Daerah dengan PAD rendah sebaiknya tidak dipaksakan menggelar Pilkada langsung karena membebani fiskal daerah," kata Asri Tadda dalam keterangannya, Sabtu (26/4).

Asri menjelaskan, biaya penyelenggaraan Pilkada yang mencapai Rp 60 miliar per daerah menjadi beban berat, apalagi jika PAD daerah tersebut hanya Rp 300–500 miliar. Ia mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian Keuangan, rata-rata PAD kabupaten/kota di Indonesia masih di bawah Rp 1 triliun.

“Kalau PAD hanya Rp 500 miliar, sementara biaya Pilkada Rp 60 miliar, itu artinya lebih dari 10 persen PAD habis hanya untuk satu kegiatan politik. Ini tidak sehat untuk keuangan daerah dan berisiko mengorbankan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” tegasnya.

Dalam struktur APBD, lanjut Asri, pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan minimal 20 persen untuk pendidikan dan 10 persen untuk kesehatan. Dengan ruang fiskal yang sangat terbatas, biaya Pilkada yang besar dianggap bisa mengganggu keseimbangan belanja strategis daerah.

"Asumsinya, ruang fiskal untuk belanja bebas daerah itu hanya 10–15 persen PAD. Karena itu, biaya Pilkada idealnya tidak lebih dari 3 persen PAD," jelas Asri.

Asri juga menyoroti potensi risiko politik uang di daerah dengan fiskal lemah. Ia mengingatkan, ongkos politik yang tinggi berpotensi membuka pintu korupsi dan praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah.

“Demokrasi elektoral yang mahal di daerah miskin justru memperkuat oligarki lokal dan menghambat pembangunan,” ucapnya.

Sebagai solusi, Asri mengusulkan agar daerah dengan PAD di bawah Rp 2 triliun menggunakan mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Ia menegaskan, mekanisme ini sah secara konstitusi dan lebih realistis dalam menjaga stabilitas anggaran.

"Banyak negara juga membatasi pemilihan langsung. Di Jerman, Jepang, hingga Belanda, kepala daerah di tingkat tertentu dipilih lewat parlemen lokal atau diangkat oleh pemerintah pusat demi efisiensi," tambahnya.

Asri menekankan bahwa demokrasi bukan hanya soal mekanisme memilih, tetapi tentang hasil nyata dalam bentuk kesejahteraan rakyat, akuntabilitas kepemimpinan, dan keberlanjutan pembangunan.

"Yang kita butuhkan adalah demokrasi yang rasional, bukan demokrasi yang membebani rakyat dan menggerus anggaran untuk hal-hal seremonial," tutupnya. (rls/ikh)

  • Bagikan

Exit mobile version