Sekali Lagi; “Passobis”

  • Bagikan

Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)

Sabtu lalu di media ini, tulisan dengan judul "Passobis Ditangkap Di Kab. Sidrap" Dikomentari oleh teman saya, katanya, "Coba ulas juga, kenapa Polres Sidrap tidak bisa tangkap sementara TNI sekejap mata bisa kumpul mereka. Mohon pencerahannya"

Saya mengapresiasi dan berterima kasih. Artinya, kawan ku itu membaca tidak diskrol saja di grup-grup WhatsApp seperti kebanyakan anak muda saat ini, yang malas membaca. Mengingatkan saya pada kalimat bijak "Sesungguhnya orang yang buta huruf itu adalah mereka yang bisa membaca, tetapi tidak membaca"

Baik, akan saya jawab tetapi mungkin singkat dan kalau butuh panjang lebar boleh kita bahas sambil ngopi bareng. Don't worry, saya yang traktir. Pertama; Menangkap orang harus punya dasar hukum sebagaimana pada pasal 16 s.d. 19 KUHAP.

Pasal-pasal itulah memberi tahu, siapa yang boleh menangkap, apa yang diperlihatkan pada saat tangkap orang, berapa lama masa penangkapannya, apa syaratnya orang boleh ditangkap, dan seterusnya. Sehingga mereka yang sudah paham, pasti tidak akan main tangkap saja.

Memahami dasar hukum soal penangkapan, sangat penting. Oleh karena, ini menyangkut hak asasi manusia. Mengekang kebebasan orang selama 1X24 jam. Sehingga semua harus atas nama UU, bukan karena kuat-kuatan atau hal lain.

Dan harus penyidik (penyidik pembantu atas perintah penyidik). Aparat penegak hukum saja, polisi misalnya, tidak semua bisa menangkap (mesti ada surat perintahnya) kecuali pelakunya tertangkap tangan. Nah, kalau ditanya kenapa Polres Sidrap tidak bisa tangkap, TNI bisa?

Karena polisi menangkap orang berdasarkan hukum, berdasarkan UU bukan opini, asumsi atau apalah namanya. Kalau polisi semau-maunya tangkapi orang, tidak punya dasar hukum, bisa-bisa dia tangkapi semua warga Sidrap yang melintas di depan kantornya.

Perlu dipahami, bahwa mereka yang dimasukkan ke dalam sel (Rutan) yang ada di kantor polisi, itu karena diduga bersalah. Istilah hukumnya "Presumption of guilt" Kalau diduga tidak bersalah, ngapain polisi masukkan orang ke dalam sel. Bukankah dia diduga tidak bersalah?

Sekarang, penipuan atau sobis. Menurut hukum pidana, delik aduan (meski aduan relatif). Rohnya ada di pasal 378 KUHP termasuk UU ITE. Apa syaratnya? Salah satunya, harus ada aduan masyarakat yang dirugikan. Dalam praktiknya kalau tidak ada, polisinya mau bikin apa.

Itulah bedanya dengan delik biasa. Kalau delik aduan seperti penipuan, harus orang yang mengalami sendiri peristiwa itu yang mengadu, tidak boleh tetangganya. Ini mesti tuntas dipahami supaya tidak keliru. Dan ini, pelajaran dasar ilmu hukum pidana.

Sekali lagi, bahwa tangkap orang berada pada ranah penyidikan bukan penyelidikan. Negara kita ini, kan menggunakan hukum positif bukan hukum rimba yang tangkap dulu, pembuktian belakangan. Kalau demikian halnya, bisa bahaya negara ini.

Jadi yang betul menurut hukum pidana adalah buktikan dulu, kuat dugaan tidak dia pelakunya baru lakukan tindakan hukum. Saya tidak bilang, "diduga" ya, sebab pengertian diduga dengan kuat dugaan, beda lagi menurut para ahli hukum pidana.

Terakhir, ingin saya katakan bahwa "Logika hukum itu tidak selalu sejalan dengan logika berpikir". Taruhlah, misalnya, Anda merasa ditipu. Itu menurut logika berpikir Anda, tetapi menurut hukum pidana dengan segala anasir-anasirnya, belum tentu. Boleh jadi masuk dalam ranah hukum lain, perdata misalnya.(*)

  • Bagikan