Meningkatkan Kualitas ASN melalui Pengembangan Kapasitas yang Terencana

  • Bagikan

Satria Eka Tri Laksana, S.IP., M.AP

Penulis: Satria Eka Tri Laksana, S.IP., M.AP
(Analis Kebijakan Ahli Muda Lembaga Administrasi Negara, Makassar
)

PENDIDIKAN bukan hanya untuk siswa dan mahasiswa tetapi pendidikan untuk semua kalangan, begitupun bagi ASN baik pusat maupun daerah, ASN harus mampu meningkatkan kapasitas keilmuannya, bukan nyaman berada pada posisinya saat ini atau jabatannya saat ini, akan tetapi ASN harus terus belajar dan meningkatkan kapasitas keilmuannya. Manajemen sumber daya manusia (SDM) di sektor pemerintahan tidak hanya soal penempatan dan promosi pegawai, tetapi juga mencakup pengembangan kapasitas ASN yang menjadi fondasi utama profesionalisme aparatur sipil negara (ASN). Di era birokrasi modern, manajemen terhadap kapasitas ASN menjadi kunci dalam menjawab tuntutan kinerja tinggi dan pelayanan publik yang berintegritas. Tanpa pengembangan kapasitas, ASN akan kesulitan beradaptasi dengan perkembangan regulasi, teknologi, dan ekspektasi masyarakat.

Saat ini, profil pendidikan ASN di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah. Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) tahun 2023, sekitar 34,6% ASN hanya berpendidikan sampai tingkat diploma, sementara sekitar 42% berpendidikan S1, dan sisanya memiliki jenjang S2/S3. Ketimpangan tingkat pendidikan ini berpotensi menciptakan kesenjangan kapasitas keilmuan ASN dalam pengambilan keputusan, pemahaman regulasi, hingga manajemen administrasi publik. Dalam konteks manajemen pemerintahan, pemahaman akademik dan teknokratis menjadi prasyarat untuk menghasilkan kebijakan yang efektif dan akuntabel.

Manajemen keilmuan aparatur mencakup proses pengembangan kapasitas keilmuan ASN melalui pendidikan formal, pelatihan teknis, penguatan literasi kebijakan, serta pembelajaran berkelanjutan berbasis digital. Pemerintah telah mendorong sistem merit dalam manajemen ASN, namun implementasinya belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan peningkatan kualitaskeilmuan secara sistematis. ASN yang memiliki latar belakang pendidikan memadai dan terus mengembangkan diri akan lebih siap menghadapi kompleksitas tugas, termasuk dalam merespons dinamika regulasi dan arah kebijakan nasional.

Minimnya penguatan kapasitas keilmuan juga berkorelasi dengan tingginya pelanggaran hukum di kalangan ASN.

Menurut laporan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), sepanjang tahun 2022 terdapat lebih dari 2.000 kasus pelanggaran disiplin ASN, sebagian besar terkait penyalahgunaan kewenangan dan ketidakpatuhan terhadap aturan. Banyak di antaranya disebabkan oleh ketidaktahuan terhadap norma hukum dan etika birokrasi. Ini menjadi indikasi bahwa pembangunan integritas tidak cukup hanya dengan regulasi pengawasan, tetapi harus dibarengi dengan penguatan pemahaman keilmuan.

Manajemen dalam pengembangan kapasitas ASN juga berdampak pada pengambilan keputusan strategis. ASN yang memiliki pemahaman mendalam terhadap substansi kebijakan, metodologi analisis, dan prinsip tata kelola yang baik akan mampu memberikan rekomendasi yang tepat, berdasarkan data dan norma hukum. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan bukan hanya administratif, tetapi substantif dan menjawab kebutuhan masyarakat. Inilah yang membedakan antara ASN yang sekadar menjalankan tugas dengan ASN yang menjadi katalisator reformasi birokrasi.

Untuk itu, manajemen dalam pengembangan kapasitas ASN harus menjadi bagian integral dari reformasi birokrasi nasional. Lembaga pelatihan pemerintah seperti LAN dan BPSDM perlu bertransformasi menjadi pusat pengembangan keilmuan berbasis evidence-based policy. Kolaborasi dengan perguruan tinggi, think tank, serta pemanfaatan platform digital seperti e-learning ASN menjadi langkah strategis untuk memperluas akses dan efektivitas pelatihan. Selain itu, perlu penguatan evaluasi berbasis kompetensi agar peningkatan kinerja ASN dapat terukur secara obyektif.

Pada akhirnya, ASN yang memiliki kompetensi keilmuan tinggi akan lebih mampu menjaga integritas, meningkatkan kinerja, dan menjauhi tindakan melanggar hukum. Dalam konteks manajemen pemerintahan, aparatur yang profesional, memahami substansi kebijakan, serta berpijak pada etika birokrasi adalah aset strategis negara. Maka, investasi pada manajemen keilmuan ASN bukan hanya urusan teknis birokrasi, tetapi menjadi syarat mutlak bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih, efektif, dan berdaya saing global.(*)

  • Bagikan

Exit mobile version