Eksistensi penyu di lautan, kini masuk dalam kategori terancam punah. Penyu dikenal sebagai salah satu spesies yang telah hidup sejak zaman purba, sekitar 240 juta sampai 205 juta tahun yang lalu.
Penyu adalah reptil laut, yang sebagian besar hidupnya di laut dan hanya datang ke daratan untuk bertelur. Penyu sering kali bermigrasi dalam jarak ribuan kilometer.
Di Sulawesi Selatan, salah satu pantai yang menjadi rumah bagi para penyu adalah Pantai Lowita di Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang. Letaknya tak jauh dari perbatasan Pinrang dengan Kota Parepare, sekira 28 km. Nama Pantai Lowita diambil dari singkatan dari tiga nama desa di Kecamatan Suppa, yaitu Desa Lotang Salo, Desa Wiringtasi dan Desa Tasiwalie. Letaknya berada di pesisir laut bagian timur Selat Makassar.
Di Pantai Lowita ini, terbentuk salah satu pusat konservasi penyu, bernama "Rumah Penyu Lowita", yang didirikan oleh lima pemuda Suppa yang dikenal dengan nama “LIMA PUTRA PESISIR” yang didirikan Tahun 2019, lalu. Namun, gerakan konservasi penyu ini dimulai sejak tahun 2017.
Kelompok LIMA PUTRA PESISIR mendirikan Rumah Penyu Lowita membentuk komunitas ini secara administrasi dengan tujuan sebagai wadah pemuda untuk terlibat langsung dalam kegiatan konservasi yang diinisiasi. Selain itu, tujuan dibentuknya komunitas ini adanya kegelisahan lima pemuda setempat yang merasa miris atas perburuan penyu dan telurnya oleh warga setempat. Perlahan lewat edukasi, pihaknya membangun kesadaran di antara warga untuk mau menjaga kelestarian penyu. Selain itu, bertujuan untuk melestarikan dan mengembalikan penyu sebagai salah satu biota laut yang keberadaannya kini terancam punah. Pemerintah juga telah menetapkan penyu sebagai salah satu biota laut yang dilindungi dan dilarang untuk ditangkap.
Nilai jual penyu cukup tinggi di pasaran, menjadi alasan nelayan terus memburu. Selain itu, telur, daging maupun cangkang penyu juga dapat menjadi nilai ekonomi yang tinggi.
Renaldi, Koordinator Rumah Penyu Lowita mengungkapkan, Pantai Lowita menjadi tempat favorit penyu untuk bertelur. Setiap tahunnya Rumah Penyu Lowita melepasliarkan sekira 5.000 sampai 6.000 tukik (anak penyu) ke laut, serta menyelamatkan puluhan ribu telur penyu untuk ditetaskan, sebelum dilepas.
“Biasanya musim penyu bertelur pada Mei sampai Oktober, dengan jumlah telur yang dihasilkan bisa sampai ratusan butir sekali bertelur untuk satu ekor penyu. Jadi sepanjang pantai bisa sampai ribuan telur didapati. Kadang ada telur yang ditemukan masyarakat lalu menyerahkannya ke kami untuk ditetaskan,” ujar Relandi yang ditemui awak media PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, Ahad 11 Mei 2025.
Lanjut Renaldi menjelaskan, telur penyu yang diperoleh lalu dipindahkan ke tempat penampungan sementara berupa bak pasir hingga menetas. Dengan tujuan untuk menghindari telur penyu tersebut dimangsa predator atau diambil oleh warga diperjualbelikan.
"Telur penyu menetas biasanya berlangsung 45 hari sampai 70 hari, tergantung pada kondisi lingkungan. Jika cuaca panas terik kemungkinan besar jadi penyu betina. Sedangkan jika cuaca mendung dan dingin akan menjadi penyu jantan," ungkap Renaldi.
Dari tujuh spesies penyu di dunia, enam di antaranya hidup di Indonesia, dan di Pantai Lowita, kata Renaldi, ada tiga jenis penyu yang paling sering naik bertelur. Yakni, penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu hijau (Chelonia mydas). Dalam sekali release, biasa mencapai ratusan tukik.
Dalam mengelola pusat konservasi penyu ini, Renaldi mengungkapkan mengandalkan pembiayaan dari para donatur.
"Karena Rumah Penyu Lowita sifatnya dikelola mandiri, kami sangat bergantung pada donasi dari masyarakat yang peduli akan kelestarian penyu. Terkadang uang donasi yang diperoleh, digunakan untuk membeli telur penyu yang ditangkap dari nelayan," ungkapnya.
Pihaknya berharap, lebih banyak lagi masyarakat dan generasi muda yang mau ikut andil dalam melestarikan penyu agar tidak punah. (Idris Prasetiawan)