POTRET KONTEMPORER KOTA PALOPO DI MATA HAIDIR BASIR

  • Bagikan

* Oleh Abdul Hakim Jafar
(Aktiviis Pejuang Pembentukan Kota Otonom Palopo)


Seorang Haidir Basir (HB), yang namanya dikenal luas sebagai tokoh masyarakat di Kota Palopo, mengungkapkan rasa gundahnya melalui status akun facebooknya. Bahwa saat dirinya terpuruk kesepian ada seorang yg terus menemaninya sejak muda hingga saat ini. Selalu setia, baik dalam persahabatan maupun dalam konteks dinamika pemikiran dan gagasan. Kemudian HB menyebut nama, bahwa itulah Abdul Hakim Jafar yang akrab disapa Qimeth.

Tentu saja ungkapan dari lubuk hati beliau itu membat saya merasa terenyuh, bahkan tersanjung. Sayapun meyakini ungkapan itu bukanlah basa basi, tapi sebuah pengakuan tulus dari seorang HB yang memang sangat menghargai makna persahabatan.

Saya kenal dan akrab dengan HB sejak puluhan tahun silam. Saat itu saya masih remaja, bersekolah di SMA Palopo, HB sudah menyandang status mahasiswa FISIP Jurusan Antropologi UNHAS di Makassar. Setiap masa libur, HB balik kampung dan memanfaatkan "membina" saya dan teman2, terkait bagaimana mengekspresikan potensi kaum muda ke arah yg positif. Dia pun mendorong terbentuknya organisasi lokal bernama "Kelompok Anak-Anak Negeri Merdeka" yg disingkat KELANDKA. Dengan wadah ini, diharapkan ekspresi potensi, bakat dan hobi kami lebih terarah, baik kegiatan seni, olahraga, maupun solidaritas kami terhadap lingkungan alam dan sosial kemasyarakatan di era tahun 80-an.

Kebersamaan kami berlanjut ke ranah organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). Ketika HB telah menjadi pejabat di lingkup Pemda Luwu, justru dia sangat aktif di dunia kepemudaan, baik sebagai ketua KNPI maupun fungsionaris di OKP, seperti AMPI dan PPM. Reputasinya di kepemudaan membuat HB aktual di birokrasi pemerintahan. Sederet posisi penting ia jabat, baik di pemkab Luwu maupun di pemkot Palopo pasca pemekaran wilayah. Tentu saja kepercayaan jabatan itu diberikan karena HB dinilai memiliki ide2, gagasan terobosan yg berkontributif bagi kemajuan pembangunan daerah. Dan, pandangan, ide serta gagasan tersebut ia rumuskan dari dialog, diskusi yg intens dilakukan lewat wadah2 kepemudaan.

Saat HB memutuskan untuk pensiun dini dari birokrasi pemkot dan memilih untuk meneruskan pengabdiaanya di jalur politik, saya menjadi salah satu sahabatnya yg memberikan support. Alasan saya jelas, yakni pandangan, ide dan gagasan beliau akan lebih menemukan resonansinya yg luas bagi kemajuan daerah dan kemaslahatan masyarakat Palopo jika melalui jalur politik. Keyakinan saya itu diperkuat juga oleh kenyataan bahwa seorang HB yang lahir dan dibesarkan di Palopo, memiliki ikatan emosional yg kuat terhadap nasib dan masa depan kota ini. Untuk menambah spektrum pengabdiaannya, HB bergabung dalam wadah relawan misi kemanusiaan dan sayapun ikut dalam barisan itu. Kemudiaan, HB mendapat kepercayaan sebagai ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palopo, hingga saat ini.

HB memiliki pandangan kontemporer wilayah kota Palopo secara detail, baik permasalahannya, potensinya maupun langkah2 solusi pemecahannya. Pandangan kontemporer HB tersebut, secara konseptual dapat dirangkum sebagai berikut :
[16/5 18.11] Qimek: Palopo merupakan salah satu kota tua di Sulawesi Selatan yang pada masa silam pernah menjadi pusat kerajaan/kedatuan Luwu. Terdapat beberapa sutus sejarah dan simbol budaya peninggalan historis masa lalu yang masih bisa kita saksikan saat ini di Kota Palopo. Antara lain, Istana Kedatuan (Langkanae), Mesjid Djami Tua yang dibangun pada tahun 1604 M, lokasi makam raja-raja (Lokkoe), simbol atrubut kedatuan, prosesi rutual adat, dll. Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah pusat memberikan predikat Palopo sebagai salah satu Kota Pusaka di Nusantara.

Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2002, Kota Palopo saat ini menjadi Kota Otonom, terpusah dari Kabupaten Luwu, yang wilayahnya memiliki 9 kecamatan dan 48 kelurahan. Penduduknya berjumlah 190.867 jiwa (data BPS tahun 2022) dengan luas wilayah Kota Palopo 247,52 Km2. Dari topografi wilayah kota Palopo terdiri atas kawasan perbukutan, kawasan pendaratan, dan kawasan pesisi pantai. Secara geografis, Kota Palopo terletak di episentrum Teluk Bone, sehingga di kawasan pesisirnya layak ditata dan dan dijadikan Water Front City yg berpotensi menjadi episentrum layanan terhadap daerah-daerah yang terkait dalam kerjasama regional pengembangan potensi kawasan Teluk Bone.

Status kota otonom yg disandang Palopo telah membawa konsekuensi tersendiri, baik terhadap pola hidup masyarakat maupun bagi orientasi dan kebijakan pembangunan oleh Pemkot itu sendiri. Salah satu dampak yg paling dirasakan saat ini adalah aktivitas perekonomian Kota Palopo yang semakin bertumpu pada sektor jasa dan perdagangan. Terdapat sejumlah kawasan yg dulunya merupakan lahan pertanian, pertambakan, dan perkebunan, saat ini berubah menjadi area permukiman, kawasan pertokoan, dan sarana publik lainnya yg bergerak di sektor jasa dan perdagangan. Kenyataan ini, menuntut kinerja dan kebijakan Pemkot Palopo untuk lebih mendorong terciptanya iklim yang kondusif untuk perkembangan sektor jasa dan perdagangan, termasuk didalamnya koperasi dan pelaku usaha mikro, kecil (UMK) yang jumlahnya mencapai ribuan unit di Kota Palapo saat ini.

Dalam rangka mengaktualisasikan potensi wilayah dan solusi pemecahan masalah perkotaan, maka relevan untuk mengusung 4 program stragis sebagai langkah terobosan.

1. Kerja sama Regional Pengembangan Potensi Kawasan Teluk Bone

Teluk Bone merupakan kawasan perairan di Sulawesi Selatan yg memiliki potensi maritim yg bernilai ekonomi tinggi, baik sektor perikanan, transportasi laut, maupun sektor pariwisata. Secara geografis, Kota Palopo menjadi episentrum Teluk Bone terhadap sejumlah kabupaten/kota yg mendiami kawasan teluk ini. Yakni, kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Kota Palopo, kabupaten Luwu, Wajo, Soppeng, Bone, Sinjai, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kota Kendari. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi maritim Teluk Bone, perlu didorong terbangunnya kerjasama regional pegembangan kawasan Teluk Bone yg melibatkan ke 12 kabupaten/kota yg wilayahnya masuk kedalam kawasan teluk ini.

Dalam kerjasama regional ini, posisi Kota Palopo sebagai episentrum menjadikannya The Capital Of The Bone Bay Area, harus siap memberikan layanan kepada daerah2 yg berada di depan teluk dan juga layanan bagi daerah yg terkoneksi dengan wilayah posisi dibelakang teluk, yakni Toraja utara, Tator dan Enrekang, yg juga merupakan daerah tujuan wisata. Posisi Kota Palopo yg juga memuliki sarana pelabuhan Tanjung Ringgit yg sudah berstatus pelabuhan Nusantara, inilah yang menjadi pintu masuk dalam interkoneksi "triangel", Bali, Toraja dan Larantuka, slaku poros destinasi wisata berkelas dunia. Dalam upaya akselerasi dan efektifnya kerjasama regional ini, dibutuhkan langkah pengusulan kepada pemerintah pusat untuk memasukkan Teluk Bone dalam rencana penyusunan tata ruang kawasan Teluk Bone dan kawasan2 pesisir Teluk Bone menjadi sebuah kebijakan dan program strategis nasional.

Pada posisinya sebagai episentrum Teluk Bone, kota Palopo memiliki garis pantai sepanjang 21 kilometer, sangat layak wilayah pesisirnya untuk dibangun dan ditata dengan konsep Watet Front City, yakni pengembangan dan penataan kota yg berada di kawasan pesisir pantai. Dengan konsep Water Front City ini, maka kawasan pesisir pantai Palopo ditata sedemikian rupa untuk menopang sektor usaha perikanan yg merupakan sumber kehidupan nelayan, sektor pariwisata maritim, dan investasi usaha lainnya, seperti budidaya rumput laut. Oleh karena itu, dalam implenentasi Water Front City ini nantinya akan terintegrasi dengan beberapa sarana publik yg sudah terbangun di kawasan pesisir, meskipun fungsinya belum optimal. Yaitu, kawasan pergudangan industri Palopi (KIPA), Pelabuhan Nusantara Tanjung Ringgit, dan Terminal Regional Angkutan Darat di Songka. Untuk memaksimalkan konsep Water Ftont City ini, maka Pemkot Palopo wajib mempersiapkan payung hukum zona Matra Laut, sebagai instrumen untuk membuat zona-zona pemanfaatan perairan di kawasan Teluk Bone. Untuk itu perlu dilakukan revisi terhadap dokumen rencana tata ruang dan wilayah Kota Palopo yg ada saat ini, dengan memasukkan dimensi matra laut selain dimensi matra darat yang ada selama ini.

2. Revitalisasi Kawasan Kota Tua Palopo sebagai Kota Pusaka

Sebagai kota tua yang pada masa silam pernah menjadi ibukota pemerintahan kerajaan/kedatuan Luwu, Palopo saat ini diberikan penghargaan dalam bentuk predikat sebagai Kota Pusaka oleh pemerintah pusat. Selaku kota pusaka, Palopo hingga hari ini masih memiliki sejumlah bangunan dan lokasi-lokasi bersejarah yg membuktikan pada masa lalu keberadaannya sebagai ibukota Kedatuan Luwu. Selain bangunan fisik dan peralatan istana kedatuan, Palopo juga memiliki simbol2 budaya dalam bentuk pakaian, tarian adat serta prosesi upacara adat Luwu yg merupakan kearifan lokal serta warisan peninggalan zaman kerajaan Luwu. Antara lain, Istana Datu (Langkanae), Mesjid Jami Tua, Lokasi Pemakaman Raja-Raja ((Lokkoe), Baju Bodo, Tarian Pajjaga, ritual upacara Maccera' Tasi', dll.

Untuk mengaktualisasikan predikat sebagai kota pusaka, Pemkot Palopo dituntut untuk mencanangkan program terobosan strategis revitalisasi kawasan kota tua Palopo. Program revitalisasi ini tidak lagi dimaksudkan untuk pengembangan wilayahnya, mengingat lahan kota tua sudah sangat terbatas luasnya serta tidak lagi mampu menerima beban dinamika pembangunan fisik dan perkembangan kota. Oleh karena itu, terhadap kawasan kota tua ini perlu dilakukan revitalisasi dalam bentuk rehabilitasi sarana, pemeliharaan bangunan dan lokasi bersejarah, dan pelestarian warisan kearifan lokal serta adat istiadat budayanya.



Salah satu bentuk kegiatan dalam program revitalisasi ini adalah, rehabilitasi dan pemeliharaan secara kontinyu terhadap Kompleks Lalebata, yg merupakan kawasan inti kota Tua Palopo. Dimana kompleks Lalebata ini meliputi Istana Datu Luwu, Mesjid Djami' Tua, dan Pelataran lokasi Pasar Lama. Dengan demikian, revitalisasi kota tua akan berdampak dan mendorong Palopo sebagai Kota Pusaka tujuan wisata sejarah dan budaya.

3. Pengembangan Wilayah Kota Baru Mandiri

Sesunggihnya, program pengembangan wilayah kota baru mandiri ini sudah diletakkan kerangka dasarnya pada 10 tahun lalu di era pemerintahan walikota Palopo, HPA. Tenriadjeng. Dimana rencana peengembangan wilayah ini dikaitkan dgn topografi Kota Palopo yg terdiri atas wilayah pesisir pantai, kawasan pendaratan, dan wilayah perbukitan. Konsep pengembangan wilayah kota baru mandiri ini merupakan jawaban altetnatif terhadap keberadaan kawasan kota Tua Palopo yg kapasitasnya tidak mampu lagi menerima beban dinamika perkembangan kota untuk mengakomodir sarana usaha, aktivitas bisnis, infrastruktur perkotaan serta prasarana publik lainnya. Sehinga jika dipaksakan akan terjadi kepadatan, kesemrawutan yg pada gilirannya menciptakan kekumuhan dan kerusakan lingkungan, kasus kriminalitas, serta menimbulkan masalah sosial lainnya.

Secara konsepsional, pengembangan wilayaha kota baru mandiri, fokal point pengembangannya dari arah selatan ke barat daya wilayah kota Palopo. Dengan lahan siap bangun seluas 32 hektar. Mulai dari bukit Lewadang hingga wilayah Latuppa- Mungkajang. Bentangan lahan seluas 32 ha tersebut sangat representatif untuk dikembangkan menjadi kawasan kota baru mandiri. Kemudian diproyeksikan ke depannya, wilayah bukit Minjana dan Tandung akan masuk dalam kawasan pengembangan kota baru mandiri. Mengingat kedua wilayah bukit ini tidak termasuk dalam area konservasi hutan lindung. Dalam menindaklanjuti program strategis ini, maka dipandang perlu untuk mempersiapkan secara teknis beberapa hal terkait rencana detail, rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL),serta rencana desain.

4. Penanganan dan Pelestarian Sungai Amassangan dan Sungai Boting yang Membelah Kota Palopo

Wajah Kota Palopo tidak dapat dipisahkan dari keberadaan dua sungai, yaitu Sungai Amassangan dan Sungai Boting. Kedua sungai ini mengalirkan airnya dari hulu pengunungan Siguntu ke hilir bermuara di Teluk Bone , setelah melewati jantung Kota Palopo. Sehingga jika terjadi kerusakan dan kekumuhan kedua sungai itu, akan berdampak langsung pada kekumuhan wajah Kota Palopo. Dalam beberapa tahun terakhir ini bencana banjir yang melanda kota Palopo, dominan diakibatkan oleh meluapnya air dari kedua sungai tersebut.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan khusus bagi kedua sungai ini secara terintegrasi. Mulai dari hulu, kenudian bantaran tengah sungai, dan hilir melalui sebuah program strategis. Dengan program ini akan dilakukan perbaikan dan pemeliharaan hutan sekitar alur sungai. Yang sebagian kondisinya telah rusak di hulu yang tadinya merupakan "catchment area", daerah tangkapan air, tetapi sekarang ini sudah terjadi penggundulan. Untuk bantaran tengah, area sungai dgn pemukiman warga, selain mendesak untuk dilakukan pengerukan dasar sungai dan pembuatan tanggul/talud, juga mendorong pelibatan dan partisipasi warga itu sendiri dalam upaya penataan dan pemeliharaan bantaran sungai. Bersamaan dengan itu pada bagia hilir hingga muara di Teluk Bone, dilakukan pelurusan alur sungai serta pengerukan sedimen yg 10 tahun terakhir ini terjadi pendangkalan akibat banjir dan ulah sejumlah pihak/oknum yg melakukan pengrusakan di hilir, bantaran sungai secara masif dan tidak bertanggung jawab.

Program.penanganan sungai Amassangan dan Boting, wajib dibarengi dengan pemeliharaan dan pelestarian jangka panjang. Sebab, setiap upaya penanganan dan perbaikan yg sudah dilakukan nantinya kembali menimbulkan masalah apabila tidak dipelihara dan tidak dilestarikan. Untuk membiayai program ini tentu Pemkot Palopo tidak bisa hanya mengandalkan dana APBD, mengingat besaran biayanya mencapai puluhan miliyar rupiah. Oleh karena itu, adannya manuvet pengadaan dana diluar APBD Kota Palopo, antara lain berkoordinasi dengan pihak Balai DAS , Bank Dunia, dll. Dengan program ini diharapkan ke depannya kedua sungai ini bebas dari kekumuhan, serta tidak lagimenjadi sumber musibah banjir dan penyakit. Tapi sungai Amassangan dan sungai Boting menjadi aset Kota Palopo yang indah, bersih, menciptakan lingkungan yang sehat bagi kehidupan masyarakat Kota Palopo.

Sayapun meyakini, pandangan, ide dan gagasan HB, sebagaimana yg diuraikan itu, masih sangat relevan dijadikan kerangka acuan untuk membangun dan memajukan Kota Palopo. Untuk itu saya selalu mendokan semoga HB diberikan nikmat kesehatan, kesempatan untuk tetap berkontribusi membenahi kota ini, dalam posisi apapun dia. Setidaknya saya juga berharap HB masih mendapat peluang menjadi pemimpin di Kota Palopo, yang sendiri sangat memahami dan mencintainya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version