Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)
Masuk bulan ketiga sejak terungkap pelaku pembunuh gadis FE. Sebagian orang bertanya, "Kapan rekonstruksi?" Mungkin penasaran, mereka mau nonton bagaimana cara pelaku melakukan semua itu. Sebab kabarnya sebelum dibunuh, korban diperkosa. Tergolong sadis.
Terungkapnya pelaku dalam peristiwa itu, didahului dengan tindakan penyelidikan. Seperti sering saya kemukakan di berbagai kesempatan, bahwa dalam penanganan sebuah perkara pidana (hampir semua) didahului dengan penyelidikan.
Hal itu dilakukan, untuk mengetahui apakah peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana atau bukan. Biasanya, tim yang terlibat dalam penyelidikan selain sangat berhati-hati, juga irit bicara. Bahkan, terkadang sesamanya penyelidik tidak saling memberitahu apa hasil temuannya dilapangan, kecuali yang tergabung dalam satu tim.
Itu dilakukan agar "tidak bocor" tidak ketahuan. Apalagi jika sudah mengarah pada pelakunya. Jangan sampai kabur. Demikian halnya, ketika perkara itu sudah tahap penyidikan. Intinya, tidak boleh subtansi perkaranya transparan sebagaimana kemauan banyak orang.
Mengapa tidak transparan? Karena tidak ada kewajiban hukum, tidak ada satupun pasal dalam hukum acara yang mengatur, bahwa penyelidikan dan penyidikan itu terbuka dan dibuka untuk umum. Kenapa seperti itu? Agar kedua mekanisme tersebut berjalan sesuai peraturan, tidak ada gangguan, tidak ada hambatan.
Lalu bagaimana dengan rekonstruksi perkara? Rekonstruksi adalah bagian dari pemeriksaan (bobotnya sama dengan pemeriksaan). Dihadiri hanya yang berkepentingan termasuk penasihat hukum dan juga, kalau penuntut umum berkenan hadir.
Rekonstruksi perkara bertujuan untuk mencocokkan alat bukti yang diperoleh selama dalam penyidikan. Apakah alat bukti sudah bersesuaian satu sama lain, atau ada hal baru yang muncul saat pelaksanaan rekonstruksi.
Karena rekonstruksi sama dengan pemeriksaan. Maka, bukan untuk dijadikan tontonan layaknya sirkus. Sehingga jangan heran, kalau ada pihak yang tidak berkepentingan bertanya kepada penyidik "Kapan rekonstruksi" Dijawab, "Tunggu ya"
Apakah perkara pidana seperti pembunuhan, berkasnya boleh dilimpahkan ke penuntut umum tanpa rekonstruksi? Jawabannya "Boleh" Dan demikian halnya penuntut umum, dapat melimpahkan berkas perkara ke pengadilan tanpa adanya rekonstruksi.
Rekonstruksi bukanlah sesuatu yang wajib. Kalau penyidik dan juga penuntut umum sudah satu penafsiran atas suatu perkara pidana, tanpa adanya rekonstruksi pun dapat dilimpahkan ke pengadilan. Semua itu, bergantung pada penyidikan sebelumnya.
Kalau alat bukti sudah bersesuaian satu sama lain, dianggap bahwa rekonstruksi tidak diperlukan, ngapain direkonstruksi. Dalam proses penyidikan, yang menguntungkan itulah yang digunakan (diambil) untuk melengkapi berkas perkara.
Sebaliknya, dalam proses penyelidikan semua mesti diambil, seperti informasi. Sekecil apapun informasi yang ditemukan dalam penyelidikan, didengarkan, ditelaah. Kalau perlu, ditanyakan kepada yang dimintai keterangan "Berapa nomor sepatu Anda pakai?"(*)